Obesitas, Kabinet Jokowi Periode Kedua Bakal Tak Lincah

Jakarta: Pengamat Politik Burhanuddin Muhtadi menilai wacana menambah anggota koalisi pemerintah belum tentu menguatkan Kabinet Kerja Jilid II. Sebaliknya, koalisi pemerintah justru berpotensi besar menjadi tak lincah.

“Justru yang terjadi adalah koalisi obesitas, ibarat orang yang terlalu gemuk menjadi kurang lincah bergerak,” kata Burhanuddin usai diskusi di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu, 7 Juli 2019.

Menurut dia, koalisi terlampau gemuk akan membuat disiplin koalisi melemah. Ketika disiplin koalisi melemah, presiden bisa gagal mengelola koalisi.

Situasi ini, menurut dia, hampir mirip dengan periode kedua pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kala itu, koalisi SBY terlalu gemuk dengan total kekuatan dukungan 74 persen. Akibatnya, disiplin koalisi SBY melemah.

“Pak SBY saat itu gagal melakukan proses dispilin koalisi yang solid. Akibatnya Golkar dan PKS dengan manuver isu Century ikut menggerogoti legitimasi SBY,” ujarnya.

Menurut Burhanuddin, situasi itu berpotensi pula terjadi terhadap pemerintahan Jokowi periode kedua. Sebab, tiga parpol yang sebelumnya berseberangan seperti Gerindra, Demokrat, dan PAN menggaungkan narasi yang berbeda dengan Jokowi selama masa kampanye.

“Bisa jadi fisiknya ada di koalisi, tapi hatinya ada di oposisi. Dan jangan lupa, memang partai (pendukung) Pak Jokowi yang awal, ikhlas memberikan jatah kementerian kepada partai baru? Saya enggak yakin,” bebernya.

Burhanuddin menyebut isu rekonsiliasi yang mencuat belakangan justru lebih mengarah pada bagi-bagi kekuasaan. Bila ini yang terjadi, sudah barang tentu tak sehat bagi demokrasi. Bila semua partai masuk ke koalisi pemerintah, Pemilu jadi sia-sia. Padahal, pemilu adalah ajang menguji gagasan politik yang ditawarkan setiap kubu.

“Kalau menang silakan berada dalam pemerintahan, kalau kalah silakan berada di luar pemerintahan,” ucap Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia itu.

Burhanuddin mengatakan bila oposisi sepi peminat justru jadi kabar buruk bagi demokrasi Tanah Air. Oposisi yang sejatinya menjadi penyampai alternatif yang kredibel tak bakal ditemukan lagi.

“Jadi kalau (rekonsiliasi) dapat posisi apa. itu kita menentang ramai-ramai. Karena rekonsiliasi itu kan bukan diwujudkan dalam bagi-bagi kekuasaan,” ujarnya. [medcom]