News  

Dibombardir Azerbaijan, Tentara Armenia Nangis Di Medan Tempur Nagorno Karabakh

Pertempuran terus berkecamuk di wilayah Nagorno-Karabakh. Militer Armenia dan Azerbaijan melakukan penyerangan membabi buta dengan berbagai senjata berat ke basis-basis pertahanan masing-masing.

Sampai saat ini belum ada data resmi tentang jumlah tentara yang tewas dalam perang itu. Hanya saja data tak resmi menyebutkan sudah lebih dari 2.000 tentara kehilangan nyawa di medan perang ini.

Namun, di tengah-tengah pertempuran dahsyat yang tak kunjung henti sejak tiga hari lalu itu, ada sebuah peristiwa yang menarik perhatian.

Seorang tentara Armenia terekam sedang menangis ketakutan saat ribuan peluru menghujani lokasi pertahanannya di Nagorno-Karabakh. Tentara Armenia kedapatan menangis setelah terekam melalui kamera yang terpasang di helm rekannya.

Dalam video yang didapatkan VIVA Militer, Rabu 30 September 2020, tentara Armenia itu terekam sedang menangis ketakutan di dalam lubang persembunyian di garis terdepan pertempuran.

Dia menangis sembari meracau meminta pertolongan. Tak hanya itu saja, dia juga menutupi telinganya dengan kedua tangannya. Di saat bersamaan, entah berapa banyak peluru tampak berdesingan mengarah ke lokasi persembunyian tentara itu.

Perlu diketahui, militer Azerbaijan mulai melakukan penyerangan besar-besaran setelah Armenia memulai membombardir pemukiman warga sipil di sekitar wilayah sengketa.

Konflik kedua negara atas wilayah Nagorno-Karabakh sudah terjadi sejak 1988. Konflik bermula dari keputusan Nagorno-Karabakh sebagai daerah otonom menyatakan mundur dari SSR Azerbaijan.

Dalam konrontasi bersenjata pada 1992-1994, Azerbaijan telah kehilangan kendali atas Nagorno-Karabakh dan tujuh wilayah yang bersebelahan dengannya.

Sejak 1992, negosiasi telah dilakukan dalam kerangka OSCE Minsk Group tentang penyelesaian konflik secara damai. Kelompok ini dipimpin ketua bersama oleh Rusia, Amerika Serikat, dan Prancis.

Pada tahun 1994, Azerbaijan, Armenia dan Republik Nagorno-Karabakh melalui mediasi Rusia, menandatangani Protokol Gencatan Senjata Bishkek. Pada saat yang sama, operasi militer tidak berhenti di situ, yang diperbarui secara berkala.

Eksaserbasi paling signifikan dari konflik adalah perang empat hari pada 2016. Ratusan tentara Armenia dan Azerbaijan tewas dalam pertempuran kala itu.

Sebenarnya para Menteri Luar Negeri dari kedua negara sempat rutin mengadakan pembicaraan melalui sambungan konferensi video tentang Nagorno-Karabakh.

Sayangnya Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev pada awal bulan ini mengatakan bahwa konferensi video tersebut tidak penting dan menyebut proses negosiasi tidak sedang berlangsung. {viva}