News  

Larangan Ekspor CPO Bikin Petani Sawit Rugi Hingga Rp.11,7 Triliun

Pemerintah memutuskan untuk melarang ekspor CPO, RPO, RBD Palm Oil, Pome dan Used Cooking Oil mulai hari ini Kamis(28/4). Pelarangan sementara ekspor tersebut menghantam industri sawit.

Kerugian yang dialami akibat pelarangan ekspor tersebut berimbas pada petani-petani sawit. Pasalnya, kebijakan tersebut memicu penurunan harga tandan buah segar (TBS) sawit di tingkat petani.

“Dihitung dari rentang tanggal 23 – 26 April 2022, kerugian harga TBS petani mencapai Rp 11,7 triliun,” ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Gulat Manurung kepada kumparan, Kamis (28/4).

Kerugian tersebut ditaksir dengan selisih harga TBS sebelum tanggal 22 April yang berkisar Rp 1.500 – 1.850 per kg dikalikan luas kebun kelapa sawit petani. Gulat mengatakan pelarangan tersebut menekan harga TBS. Disebutkan harga TBS di PT Sinar Utama Nabati Riau turun Rp 300 menjadi Rp 1.830 per kg.

“APKASINDO membuat layanan pengaduan harga TBS sawit murah. Hari ini aduan petani tentang harga TBS bertambah banyak,” lanjutnya.

Apabila harga TBS anjlok, Gulat menilai ini menjadi momentum perusahaan kelapa sawit untuk membanderol TBS. Gulat menekankan pemerintah wajib memaksa perusahaan untuk patuh dengan harga yang telah disepakati oleh Dinas Perkebunan sesuai Permentan 01/2018.

“Kalau larangan ekspor itu berlaku, pabrik kelapa sawit harus patuh. Kalau pabrik tidak patuh, petani sawit akan babak belur,” katanya.

Gulat berpendapat 100 persen CPO seharusnya diolah dalam negeri dan hasil olahannya baru diekspor. Kenyataannya, tidak ada satu perusahaan yang patuh dengan harga yang ditetapkan tersebut.

“Kami APKASINDO akan meningkatkan komunikasi lebih intensif dengan GAPKI dan asosiasi lain. Tanpa bergandengan tangan, maka persoalan ini akan berkelanjutan,” lanjutnya. {kumparan}