News  

Waspada! Pemilu 2024 Sudah Ditentukan Hasilnya Sebelum Pemilu Berlangsung

Sebagai orang yang banyak bersentuhan langsung dengan akar rumput, aktivis dakwah dan berbagai tokoh nasional. Dari diskusi dalam berbagai kesempatan baik yang pro maupun kontra dapat ditarik kesimpulan bahwa lawan terberat rakyat dalam pemilihan umum tahun atau Pemilu 2024 adalah Kekuasaan.

Netralitas Kekuasaan seperti aparat negara seperti TNI, Polri, BIN dan ASN mutlak diperlukan. Termasuk penyelenggara dan pengadil pemilu tak partisan. Pileg dan Pilpres 2024 dalam bayang-bayang skenario yang telah ditentukan hasilnya sebelum pemilu itu sendiri berlangsung.

Tak sedikit bahkan mayoritas rakyat yang waras meragukan Pemilu tahun 2024 berlangsung secara langsung, umum, bebas dan rahasia alias luber plus jurdil, jujur dan adil. Cawe-cawe kekuasaan dalam mengendorse calon presiden dan partai politik tertentu menjadi indikasi kuat.

Gerak-gerik kekuasaan hari ini menimbulkan kesan bahwa Pemilu 2024 berpotensi besar penuh rekayasa dan tipu daya. Apalagi ketidaknetralan Kekuasaan dipertontonkan dengan sangat vulgar di depan publik.

Tengoklah rekam jejak dua Pilpres terakhir. Pilpres tahun 2014 dan 2019. Yang kalah bisa menang. Yang menang bisa kalah. Kata siapa? Bongkar kecurangan Pileg dan Pilpres 2014 dan 2019. Itu jawaban pastinya. Siapa yang berani membongkarnya? Nyawa taruhannya.

Banyak rumor yang menyebut, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik meninggal dunia secara misterius setelah berniat membongkar kecurangan Pilpres 2014.

Pilpres 2019 lebih gila lagi. Ketua KPU Arief Budiman, mengungkap jumlah petugas penyelenggara pemilu yang meninggal dunia pada Pemilu 2019 sebanyak 894 orang dan 5.175 petugas mengalami sakit.(Kompas.com, 22/1/20)

Sampai hari ini belum ada investigasi yang menyelidiki penyebab kematian Husni Kamil Manik dan 894 petugas Pemilu pada Pileg/Pilpres 2014 dan 2019. Dugaan keterlibatan satuan tugas khusus yang pernah dipimpin Polisi Sambo bentukan era Kapolri Tito Karnavian hanya menjadi gosip di masyarakat.

Spekulasi banyak berseliweran. Ada yang bilang meninggal karena diracun. Ada pula yang bilang kematian tidak wajar. Tidak sedikit yang bilang karena kelelahan. Yang jelas, Husni Kamil Manik dan 894 petugas KPPS telah menjadi ‘tumbal’ Pilpres dan Pileg yang diindikasikan curang secara terstruktur, sistematis, masif, brutal dan sadis.

Berapa banyak lagi petugas KPPS yang bakal meninggal saat Pemilu 2024 digelar secara serentak. Dimana Pilpres, Pileg dan Pilkada diselenggarakan secara serentak di tahun yang sama, 2024. Bisa ribuan petugas KPPS meninggal dunia secara misterius. Nyawa manusia menjadi tidak berharga demi kepentingan oligarki dan skenario global kapitalisme neo komunisme.

Belum lagi akhir-akhir ini berkembang rumor tak sedap terhadap Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kabarnya PPP tidak lolos parliamentary threshold yang 4 persen itu di Pileg 2019.

Berdasarkan hitungan kursi yang diperoleh PPP di DPR tahun 2019 hanya 19 kursi atau 3,3 persen. Rumor menyebut PPP lolos parliamentary threshold setelah mendapat limpahan suara dari partai tertentu yang kabarnya akan berkoalisi di Pilpres 2024 yang akan datang.

Berdasarkan perolehan suara PPP di Pileg 2019 sebanyak 6.323.147 atau 4,52 persen. Sementara kursi DPR yang berhasil direbut PPP cuma 19 kursi atau 3,3 persen. Menurut pasal 414 dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) berbunyi:

“Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4% (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk ikut dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.”

Benih-benih Pilpres 2024 bakal berlangsung lebih brutal dan curang mulai ditabur. Kita mencium aroma tak sedap dibalik penunjukkan 272 Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Daerah. 24 Plt gubernur, 248 Plt wali kota dan bupati. Apalagi kewenangan penjabat kepala daerah sama dengan kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Suatu keanehan diluar nalar sehat.

Para Plt. Kepala daerah tersebut disiapkan untuk menggantikan kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2022 hingga 2023 merupakan persoalan krusial. Wajar bila publik menilai bagian dari skenario mempertahankan status quo.

Selain itu, masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) menyimpan misteri. Mulai dari pemilih siluman hingga rumor yang menyebut sekian persen dari DPT sudah dialokasikan untuk suara calon presiden dan partai politik tertentu.

Demikian pula halnya dengan penyelenggara dan pengadil pemilu periode 2022-2027 menjadi sorotan tajam publik. Dari nama-nama komisioner yang sering menjadi perbincangan masyarakat. Kuat dugaan ada nama titipan oligarki dan skenario kecurangan Pileg dan Pilpres 2024. Memenangkan partai politik tertentu dan calon presiden yang didukung oligarki dan pro status quo.

Belum lagi Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) telah terkondisikan melalui amandemen UU No 7/2020 tentang Mahkamah Konstitusi. Masa jabatan Hakim MK selama 15 tahun dengan batas pensiun umur 70 tahun.

Dengan berlakunya UU No 7 tahun 2020, maka dipastikan 8 Hakim Pilpres 2024 yang akan datang diadili oleh hakim MK saat ini. Selain itu, ada juga hakim konstitusi saat ini yang bisa menjabat hingga tahun 2034.

Bagaimana dengan rakyat? Pasrah atau marah? Menerima skenario Pemilu ala oligarki yang telah dipasang ranjau-ranjau kecurangan untuk menjegal gelombang perubahan dan memenangkan calon presiden sesuai keinginan oligarki dan rezim saat ini.

Presiden pro status quo melalui sandiwara Pileg dan Pilpres 2024 menurut persepsi rakyat yang skeptis dengan pemilu luber dan jurdil. Penggiringan opini rakyat akan sosok tertentu yang dipersiapkan oleh oligarki untuk menjadi presiden. Hari ini dapat terbaca dengan jelas.

Orang-orang yang punya kendaraan partai, elektabilitasnya jeblok versi Pekerja Survei Komersial (PSK). Berkutat di angka satu koma. Sementara sosok yang dipersiapkan oligarki, sosok tanpa prestasi tapi penuh tebar pesona palsu, elektabilitasnya meroket.

Aneh bin ajaib dengan sosok yang selama 5 (lima) tahun terakhir telah menunaikan janji-janji politik dengan segudang prestasi justru elektabilitasnya dibawah sosok yang dipropagandakan oleh lembaga survei dan media pro oligarki dan status quo.

Mungkinkah rakyat mulai berpikiran lain. Marah karena tidak percaya Pemilu bakal berlangsung secara LUBER JURDIL? Sehingga mengambil caranya sendiri. Menyelamatkan NKRI, Pancasila dan Konstitusi UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945. Wallahua’lam

Bandung, 21 Syawal 1444/12 Mei 2023
Tarmidzi Yusuf, Kolumnis