News  

Perlawanan Terakhir DN Aidit Usai G30S PKI, Bagi-bagi Senjata Habisi Pemimpin Desa

Ketua CC Partai Komunis Indonesia (PKI), DN Aidit berusaha melawan saat hendak ditangkap.

Pada hari kedua peristiwa G30S PKI (2 Oktober 1965), yakni begitu tahu Dewan Revolusi terpojok oleh serbuan pasukan RPKAD, Aidit memutuskan kabur ke Yogyakarta.

Ia memperkuat pertahanan keamanan Yogyakarta, termasuk membagi-bagikan senjata kepada unit-unit tentara yang berafiliasi sebagai kader dan simpatisan PKI.

Aidit berhasil menguasai sejumlah kawasan pedesaan setelah sebelumnya menghabisi ratusan pemimpin desa. “Membunuh hampir 250 orang pemimpin desa,” demikian dikutip dari buku Pertamina Perusahaan Minyak Nasional (1986).

Yogyakarta merupakan wilayah basis PKI. Dilansir dari catatan Herbert Feith dalam Pemilihan Umum 1955 di Indonesia, perolehan suara PKI di Yogyakarta merupakan yang tertinggi, yakni 237.000 suara.

Pada 1 Oktober 1965 sehari peristiwa G30S PKI, muncul aksi unjuk rasa di Yogyakarta. Para demonstran menyatakan mendukung Gerakan 30 September 1965.

Di Surakarta (Solo), yakni tetangga Yogyakarta, juga muncul dukungan serupa. Bahkan keberpihakan terhadap G30 S PKI itu disampaikan langsung oleh Wali Kota Surakarta.

DN Aidit menjejakkan kaki di Yogyakarta pada 2 Oktober 1965 setelah pasukan RPKAD yang dipimpin Sarwo Edhie Wibowo mengepung Halim Perdanakusuma.

Pada 9 Oktober 1965, dua batalyon para komando (RPKAD) dikirim ke Yogyakarta untuk memburunya.

Pertempuran antara tentara PKI dengan para komando tak terelakkan. Dalam waktu singkat orang-orang PKI berhasil ditaklukkan. “Pada akhir November semua perlawanan mereka yang terorganisasi berakhir”.

Kendati demikian DN Aidit berhasil meloloskan diri. Selama tiga minggu ia bersembunyi di Surakarta, yakni berlari dari satu pos ke pos lain. Aidit sudah lama terkenal licin dan sulit ditangkap.

Pada peristiwa Madiun 18 September 1948, Aidit juga sempat tertangkap namun berhasil meloloskan. Agar tidak terus diburu, ia menyebarkan isu berhasil kabur ke RRC. Padahal posisinya bersembunyi di Jakarta.

Begitu juga saat dikejar-kejar selama tiga Minggu di Surakarta. Aidit masih bisa berkomunikasi secara klandestin dengan para pengikutnya. Pada 21 Oktober 1965 malam, Aidit tertangkap.

Pimpinan tertinggi yang berhasil membawa PKI menjadi partai empat besar dalam perolehan suara di Pemilu 1955 itu, kemudian dieksekusi di wilayah Boyolali, Jawa Tengah.

Sebagaimana peristiwa November 1926 dan 18 September 1948, nasib PKI kembali tamat. Seluruh pimpinan, kader dan simpatisan di Indonesia diburu dan ditangkap. Tidak sedikit orang-orang PKI dihabisi oleh massa yang marah.

Terutama di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah yang pada Pemilu 1955 menjadi basis terkuat PKI. Pada 12 Maret 1966 PKI secara resmi dibubarkan sekaligus dinyatakan sebagai partai politik terlarang.(Sumber)