News  

Sosok Komjen Arief Sulistyanto, Berani Pecat 13 Taruna Akpol Anak Kombes Hingga Anak Jenderal

Profil Komisaris Jenderal Polisi purnawirawan Arief Sulistyanto sosok yang berani memecat 13 taruna Akademi Kepolisian pada tahun 2019 lalu.

13 Taruna Akpol itu adalah pelaku kasus penganiayaan Taruna Akpol Muhammad Adam.

Ketika itu Arief Sulistyanto menjabat Kepala Lembaga Pendidikan dan Latihan atau Kalemdiklat Polri.

Arief Sulistyanto lulusan Akpol 1987.

Ia satu angkatan dengan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.

Pada 2019 lalu, Arief memberikan kepastian hukum bagi 13 taruna Akademi Kepolisian (Akpol) yang terkatung-katung selama 2 tahun terakhir.

Ke-13 taruna itu diketahui terlibat dalam kasus tewasnya taruna tingkat II Muhammad Adam pada 18 Mei 2017 silam.

Kepastian hukum diberikan Arief dengan mendorong digelarnya sidang Dewan Akademik (Wanak) Akpol yang digelar tertutup pada Senin (11/2) dari pukul 13.00 hingga 23.30 WIB.

Sidang itu dipimpin oleh Gubernur Akpol Irjen Rycko Amelza Dahniel dan dihadiri Arief, serta sejumlah PJU Akpol sebagai anggota tetap termasuk anggota Kehormatan dari Itwasum, Divpropam, Lemdiklat, SSDM Polri, dan seluruh anggota tidak tetap Wanak.

Adapun sidang itu memutuskan ketigabelas taruna dikenakan sanksi terberat, yaitu Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) atau dikeluarkan.

Mereka antara lain adalah MB, GJN, GCM, RLW, JEDP, RAP, IZPR, PDS, AKU, CAEW, RK, EA, dan HA.

Sebenarnya ada 14 orang yang terjerat dalam kasus ini. Tetapi CAS, sang pelaku utama, telah dikeluarkan pada sidang Wanak yang digelar pada Juli 2018 silam.

“Sidang Wanak memang harus segera memutuskan dengan seadil-adilnya berdasarkan peraturan yang ada karena permasalahan ini sudah berjalan lama. Keputusan harus cepat diambil demi masa depan Akpol dan juga demi masa depan para taruna yang bermasalah tersebut agar mereka dapat melanjutkan jenjang karier lain saat keluar dari Akpol. Bersyukur akhirnya keputusan sudah dilakukan secepatnya untuk memberikan kepastian dan demi menjaga marwah Akpol sebagai pencetak Pemimpin Polri masa depan,” ujar Arief, dalam keterangan tertulis, Selasa (12/2/2019).

Sebelumnya 13 orang itu juga sudah di vonis pidana, namun saat itu sidang Wanak belum juga digelar.

Sidang Wanak baru digelar, usai keluarnya putusan Kasasi Mahkamah Agung yang menyatakan mereka dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan variasi hukuman yang berbeda sesuai dengan peran masing-masing.

Arief pun menyebut secara hukum ketigabelas orang ini tidak memenuhi syarat sebagai anggota Polri.

Karena, berdasarkan Pasal 21 ayat (1) huruf g Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia diketahui ‘untuk diangkat menjadi anggota Polri, seorang calon harus memenuhi syarat tidak pernah dipidana karena melakukan suatu kejahatan’.

Selain itu, ada sejumlah pertimbangan hukum lain seperti berdasarkan Pasal 268 ayat (1) KUHAP permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut.

Serta juga dalam Pasal 92 ayat (4) huruf b Peraturan Gubernur Akpol Nomor 4 Tahun 2016 tentang Kehidupan Taruna Akademi Kepolisian disebutkan bahwa ‘melakukan perbuatan pelanggaran berat dan/atau tindak pidana yang didukung dengan alat bukti yang cukup berdasarkan hasil keputusan Sidang Wanak tidak dapat dipertahankan untuk tetap mengikuti pendidikan’.

Mantan Kabareskrim itu pun mengingatkan agar budaya kekerasan segera dihentikan oleh senior kepada juniornya.

Jenderal bintang tiga itu menegaskan akan mengambil tindakan tegas bagi mereka yang terbukti melanggar dan tak segan menindak mereka yang menjadi pelaku.

“Jangan memukul dan melakukan kekerasan sejak hari ini. Tradisi kekerasan senior terhadap yunior adalah perilaku yang harus dihilangkan. Senior harusnya mengayomi dan membimbing, tanamkan budaya asih – asah – asuh dalam hubungan senior yunior. Jadilah senior yang disegani bukan senior yang ditakuti,” kata dia.

“Negara akan rugi kalau Akpol meluluskan perwira yang berkarakter pro kekerasan karena tidak sesuai dengan pola Democratic Policing,” imbuh Arief.

Kronologi Penganiayaan Taruna Akpol

Setelah menunggu cukup lama dan dua kali tertunda, akhirnya para tersangka kasus penganiayaan taruna Akademi Kepolisian (Akpol) datang ke Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Selasa (19/9).

Dilansir TribunManado, mereka menjalani sidang perdana kasus penganiayaan mengakibatkan korban tewas, dengan agenda pembacaan dakwaan.

Diketahui, dalam dua kali masa sidang di PN Semarang yaitu tanggal 5 dan 12 September 2017 para tersangka mangkir. Akibatnya kasus penganiayaan hingga tewas ini terkatung-katung.

Tepat pukul 10.25, sebanyak 14 tersangka yang mengenakan baju batik turun dari mobil polisi Polda Jateng dengan penjagaan ketat petugas. Mereka langsung masuk ke ruang sidang Prof Oemar Seno Adji untuk menjalani proses pengadilan.

Awalnya tersangka yang datang berjumlah 10 orang, lima menit kemudian hadir empat tersangka lain. “Keluar dulu yang tidak bekepentingan, karena ada empat yang akan masuk ruang,” kata seorang petugas.

Beberapa saat kemudian, 14 tersangka dipisah dalam tiga ruang, 4 orang di tetap berada di ruang Prof Oemar Seno, sembilan lainnya dipindah ke ruang sidang Prof R Soebekti SH, dan satu orang di ruang sidang II.

Foto almarhum taruna Akpol tingkat II Brigadir Dua Taruna (Brigdatar) Mohammad Adam dipajang di rumah duka Kawasan Cipulir, Jakarta Selatan, Jumat (19/5/2017). (Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha)
Rinox Lewi Wattimena (22) terlihat duduk seorang diri di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Selasa (19/9).

Taruna tingkat III Akademi Kepolisian (Akpol) ini menjalani proses persidangan secara terpisah atau tidak bersama-sama 13 terdakwa lain.

Proses sidang yang dipimpin Abdul Halim Amran tersebut mengagendakan pembacaan surat dakwaan. Terlihat petugas kepolisan bersenjata berjaga-jaga di dalam dan luar ruangan.

Rinox merupakan taruna tingkat III dengan sebutan Brigadir Satu Taruna (Brigtutar). Sedangkan taruna tingkat II disebut Brigadir Dua Taruna (Brigdatar).

Setiap angkatan memiliki tiga orang pengurus dan untuk tingkat III, Ia dipercaya sebagai Komandan Suku (Dansuk). Serta Gibrail Chartens selaku Wakil Komandan Suku (Wadansuk) dan Aditia Khaimara sebagai Komandan Seksi Operasional (Kasi Ops).

Dalam surat dakwaan itu diceritakan bahwa pada saat diadakan kegiatan kumpul Korps HIT (Himpunan Indonesia Timur), angkatannya merencanakan untuk mengumpulkan junior Brigdatar.

Tujuannya untuk menyampaikan teguran karena mereka melakukan kesalahan, bersikap apatis dan tidak dapat mempertahankan turunan drumband dari seniornya.

Rencana tersebut disampaikan kepada Rinox selaku Komandan Suku agar mempersiapkan junior untuk diberikan tindakan fisik seperti melakukan sikap-sikap tertentu disertai dengan pemberian hukuman berupa pemukulan dengan tangan kosong atau pun menggunakan alat.

Selanjutnya, pada Rabu (17/5), sekitar pukul 18.00 para taruna tingkat III memanggil taruna tingkat II bernama Ilham Gesta dan korban, Muhammad Adam untuk memberitahukan dan memerintahkan agar semua taruna tingkat II Korps HIT berkumpul di flat A tingkay III sebelum pukul 24.00.

Rinox yang mengetahui tentang kegiatan itu tidak memberitahukan kepada Petugas Piket Jaga diantaranya Dany Andhika Karya Gita maupun Andy Setiawan selaku Perwira Pengawas Detasemen.

Ia selanjutnya mengumumkan melalui speaker pengeras suara di ruang makan yang isinya memerintahkan agar setelah makan malam seluruh Korps HIT tingkat I, II dan III kumpul di lapangan Detasemen dekat tinag restock.

Kemudian sekitar pukul 19.30 seluruh anggota Korps HIT berkumpul di lapangan Detasemen termasuk Rinoxn Christian Atmadibrata, Martinus Bentanone, dan Gilbert Jordi berdiri di depan barisan untuk memberikan arahan secara bergantian sampai selesai.

Lalu Gibrail selaku Wadansuk memerintahkan taruna tingkat I membubarkan diri terlebih dahulu. Sedangkan taruna tingkat II diberi arahan khusus dan diperintahkan agar sebelum pukul 24.00 berkumpul di flat A tingkat III.

Selanjutnya, Kamis (18/9) sekira pukul 01.00 taruna tingkat II yang berjumlah 22 orang termasuk Muhammad Adam telah berada di dalam gudang lantai II flat A tingkat III dan secara bertahap 14 orang taruna tingkat III termasuk terdakwa, Christian, Gabrail, Charthens, Martinus, Gilbert, juga mulai berdatangan ke dalam gudang tersebut.

Dua di antaranya membawa peralatan, yaitu Gilbert Jordi membawa tongkat kayu, dan Gilbert memegang ring kunci sepeda warna merah. Saat taruna tingkat II Korps HIT hadir lengkap, mereka memerintahkan melakukan sikap tobat (posisi badan sujud ke lantai).

Lalu Christian, Martinus, Gilbert serta taruna tingkat III lain yang memegang alat mendatangi taruna tingkat II dan secara bergiliran masing-masing melakukan pemukulan.

Martinus Bentanone mendekati korban Muhammad Adam lalu menyuruhnya mengambil sikap marching (berdiri dengan tumpuan kedua lutut) dan pada saat berhadap-hadapan itulah Martinus dengan tangan mengepal sekuat tenaga mengarahkan pukulan ke arah dada Muhammad Adam sebanyak 1 kali dan juga bagian perut 3 kali hingga korban mengalami kesakitan.

Gilbert mendekati korban Muhammad Adam kemudian dengan menggunakan kedua tangan mengepal sengaja mengarahkan pukulan lebih dari satu kali ke arah dada korban yang mengakibatkan terpental ke belakang.

Namun, Gilbert menyuruh korban, Muhammad Adam maju lagi dan dengan sengaja memukul lagi lebih dari sekali hingga korban makin kesakitan.

Setelah kira-kira 20 menit, Taruna tingkat II dalam posisi tobat Gibrail memerintahkan mereka untuk mengambil sikap marching dan menyampaikan teguran bahwa Korps HIT tingkat II tidak respek, tidak bisa mendidik juniornya taruna tingkat I, dan masalah alat drumcorps yang tidak sesuai keinginan taruna tingkat III.

Lalu Gibrail menyuruh agar taruna tingkat II yang merasa sakit untuk maju ke depan terpisah dari yang lain sehingga taruna tingkat II bernama Ekhsel dan Chandra pun maju ke depan karena merasa sakit dan digabungkan dengan Reno yang sudah lebih dulu dipisahkan karena sakit.

Selanjutnya, Christian Atmadibrata, Gibrail, Martinus, Gilbert kembali mendatangi taruna tingkat II yang masih dalam posisi marching maupun posisi roket (berdiri posisi kepala di bawah dengan tumpuan kedua tangan dan kaki bersandar di dinding).

Lalu Gibrail memerintahkan korban, Muhammad Adam yang sedang mengalami sakit untuk maju ke depan karena dianggap tidak bisa mempertahankan alat sesui dengan turunannya (stickmaster) sehingga dimarahi dengan kata-kata.

“Kenapa tidak mau mengambil stick master (pimpinan dalam semua elemen) justru mengambul kontra bas dan tidak mau menghadap Chikita (Tingkat III) yang memegang stick master?” katanya.

Sadar dimarahi, maka korban Muhammad Adam maju ke depan dan mengambil posisi sikap marching yang membuat Christian menjadi emosi serta melampiaskan amarahnya memukul korban dengan tangan kosong.

Namun, korban menghindar sehingga hanya mengenai leher kanan. Hal itu justru membuat Gibrail ikut terpancing marah dan mendekati Muhammad Adam untuk melakukan pemukulan dengan tangan kanan mengepal ke arah dada korban sebanyak dua kali hingga korban makin bertambah kesakitan dan berusaha melindungi diri dengan menyilangkan kedua tangan di depan dada.

Selanjutnya, Gibrail memerintahkan taruna tingkat II untuk membentuk posisi leter L dengan posisi sikap marching. Sedangkan korban Muhammad Adam juga masih tetap berada di depan dalam posisi marching sedang kesakitan.

Namun Christian merasa tidak senang melihatnya sehingga ia pun mendekati korban dan berkata “Eh, kami jangan pura-pura sakit!,” serta tiba-tiba Christian memukul korban dengan tangan kanannya ke bagian ulu hati hingga korban merintih kesakitan dan melindungi dada dengan kedua tangannya.

Namun, Christian justru menyuruh korban tetap dalam posisi marching dan pada saat itulah Christian memukul lagi ke bagian uluhati korban sebanyak dua kali dan ditambah lagi dengan pukulan ke tiga dengan sekuat tenaga ke bagian ulu hati yang mengakibatkan Muhammad Adam langsung jatuh tersungkur ke depan tak sadarkan diri.

Jaksa Penuntut Umum Efrita SH membacakan, bahwa Rinox sebagai Komandan Suku yang mengetahui perbuatan dilakukan Christian, Gibrail, Martinus, dan Gilbert terhadap korban tersebut seharusnya dapat menduga pukulan yang mengarah pada bagian uluhati atau dada merupakan bagian vital, namun terdakwa tidak berusaha menghentikan.

Justru membiarkan hingga mengakibatkan korban Muhammad Adam meninggal dunia. Berdasarkan hasil visum et Repertum dari RS Bhayangkara Semarang No B/06/V/2017/ Biddokkes Tanggal 19 Mei 2017 yang ditandatangani dr Ratna Relawati menyebut pada jenazah korban ditemukan luka akibat kekerasan tumpul.

Bentuknya berupa memar pada dahi, leher, tungkai atas dan dada. Selain itu terdapat pendarahan luas pada paru-paru kanan dan kiri. Sebab kematian korban adalah kekerasan tumpul pada dada yang mengakibatkan pendarahan luas pada paru-paru hingga menimbulkan gangguan pernafasan.

“Selain itu pendarahan luas paru-paru kanan dan kiri. Sebab kematian korban adalah kekerasan tumpul pada dada yang mengakibatkan pendarahan luas pada paru-paru kanan dan kiri sehingga menimbulkan gangguan pernafasan,” terangnya.

Ia mengatakan terdakwa Christian Atmadibrata Sermumes, Gibrail Chartens Manorek, Martinus Bentanone,dan Gilbert Jordi Nahumury diancam pidana pasal 338 KUHP jo 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan pasal 170 ayat 1 KUHP.

Mendengar pernyataan tersebut penasehat hukum terdakwa Christian Atmadibrata Sermumes, yakni Martinus Bentanone mengajukan eksepsi. Sedangkan Gibrail Chartens Manorek, dan Gilbert Jordi Nahumury melanjutkan ke pembuktian.

Selanjutnya JPU meminta sidang diadakan dua kali dalam seminggu yakni hari Selasa dan Kamis. Lalu hakim mengabulkan sidang diadakan pada hari Selasa (26/9) dan Kamis (28/9). “Mengingat Kamis depan libur. Sidang ditunda pada hari Selasa (26/9),” ujar majelis hakim.

Nama 14 Pelaku Penganiayaan

Sebanyak 14 Taruna Akademi Kepolisian yang tersangkut masalah penganiayaan terhadap Taruna tingkat II dihadirkan di pengadilan Negeri Semarang, Selasa (19/9).

Humas Pengadilan Negeri Semarang Moh Saenal, mengatakan sidang dipecah menjadi tiga tempat bukan merupakan permintaan Pengadilan Negeri Semarang.

Hal ini dikarenakan ada tiga berkas dakwaan yang diserahkan Jaksa Penuntut Umum kepada Pengadilan Negeri Semarang.

“Karena dari jaksa berkasnya tiga dan kebijakan pimpinan akhirnya dipecah menjadi tiga majelis hakim. Dipecah menjadi tiga sidang agar sidang berjalan lancar,” ujarnya.

Menurutnya, tiga majelis hakim yakni Abdul Halim Arman didampingi hakim Anggota Manungku, dan Puji Widodo menangani satu taruna. Selanjutnya Majelis hakim Casmaya didampingi hakim anggota Suparno, dan Edi Suwanto menangani sembilan taruna akpol.

“Majelis hakim Casmaya, didampingi Suparno, Edy Suwanto menangani empat taruna Akpol,” katanya.

Menurut dia, terkait alasan 14 Taruna Akpol tidak ditempatkan di ruangan tahanan Pengadilan Negeri, karena sidang akan segera dimulai dan jaksa serta hakim telah siap untuk menyidangkan. “Tidak ada maksud membedakan 14 terdakwa tersebut,” ujarnya.

Ia menilai sidang berjalan lancar. Seusai sidang ke-14 Taruna Akpol langsung dikembalikan Jaksa Penuntut Umum dimana terdakwa ditahan.

“Setelah sidang merupakan tanggung jawab kejaksaan. Kalau di Polda dikembalikan ke Polda,” tuturnya.

Penasehat hukum terdakwa, Junaedi menambahkan alasan terdakwa tidak dapat dihadirkan pada sidang sebelumnya karena merupakan kewenangan jaksa untuk menghadirkan. “Yang berhak menghadirkan terdakwaadalah jaksa,”ujarnya.

Junaedi mengatakan persidangan ada tiga berkas yakni sembilan terdakwa dikenakan pasal 170 KUHP (penganiayaan). Empat terdakwa dikenakan pasal 338 (pembunuhan), 170 KUHP Pasal 55 Jo 56 J0 170 (turut melakukan penganiayaan) KUHP. Pada sidang saat ini dirinya tidak mengajukan eksepsi. “Tidak mengajukan eksepsi karena surat dakwaan telah sesuai,” ujarnya. (*)

Nama-nama Terdakwa

1. Rinox Lewi Wattimena bin Jehosua Wattimena.

2. Christian Atmadibrata Sermumes bin Yohanes Murdiyanto.

3. Gibrail Charthens Manorek bin Arfi Manorek.

4. Martinus Bentanone bin Jondarius Bentanone.

5. Gilbert Jordi Nahumury al Jordi bin Jhon Dominggus Nahumury.

6. Josua Evan Dwitya Pabisa bin Yosman Pabisa.

7. Reza Ananta Pribadi Bin Yongki Pribadi.

8. Indra Zulkifli Pratama Ruray bin Idham Ruray.

9. Praja Dwi Sutrisno bin Agus Sutrisno.

10. Aditia Khaimara Urfan bin Khairul Anwar.

11. Chikitha Alviano Eka Wardoyo bin Wandoyo.

12. Rion Kurnianto bin Tukijan.

13. Erik Aprilyanto bin Supeno.

14. Hery Avianto bin Bambang Priyambadha.

(Sumber)