Sebanyak lebih 100 kontainer durian Thailand ditolak China karena terdeteksi mengandung pewarna kimia. Alhasil kerugian ditafsir mencapai Rp 240 miliar.
Beberapa negara di Asia Tenggara tengah memasuki musim durian. Thailand, sebagai salah satu penghasil durian kerap mengekspor durian ke negara lain, termasuk ke China.
Namun, baru-baru ini durian yang diekspor dari Thailand tersebut ditolak oleh pasar China. Hal tersebut lantaran durian dari Thailand terdeteksi bahan kimia.
Dikutip dari Khaosod English (16/01/25) The General Administration of Customs of China (GACC) mendeteksi adanya jejak Basic Yellow 2 (BY2) pada buah durian dari Thailand.
BY2 sendiri adalah pewarna karsinogenik yang diklasifikasikan sebagai karsinogen Grup 2B oleh World Health Organization (WHO). Alhasil lebih dari 100 kontainer durian ditolak masuk ke China.
Penolakan tersebut terjadi tepat sebelum puncak permintaan pada Tahun Baru Imlek. Selain itu, penolakan ini juga menyebabkan kerugian sebesar Rp 240 miliar.
Para eksportir menjadi panik, karena mereka telah membayar petani durian premium dengan harga tinggi, tapi investasi mereka hancur.
Karenanya, mulai 10 Januari 2025 kemarin, semua pengiriman durian ke China harus disertai dengan laporan pengujian yang menyatakan tidak adanya BY2 dan kadmium.
Jika terdapat pelanggaran, maka akan mengakibatkan penolakan pengiriman, penundaan, atau bahkan harus dimusnahkan. Penundaan menambah kekacauan pada semua pengiriman durian.
Pemeriksaan mendadak yang dilakukan China terhadap durian dari Thailand, Vietnam, dan Malaysia yang menunda pengiriman hingga 9 hari, sehingga menyebabkan kemacetan di pelabuhan dan pos pemeriksaan.
Yang menambah kekacauan adalah dengan lebih dari 50% pengiriman kini menjalani pengujian, simpanan tersebut mengancam kelangsungan ekspor di masa depan.
Jelas, peraturan ini menjadi perhatian pemerintah Thailand. Pasalnya, insiden ini turut mempengaruhi harga durian Thailand di pasaran.
Di pasar domestik harganya anjlok, dari yang semula sekitar Rp 115.000 per kg menjadi Rp 52.000 per kg.
Menanggapi krisis ini, Thailand’s Fruit Board telah mengamanatkan 100% terhadap seluruh ekspor durian. Laboratorium terakreditasi, seperti AMARC, telah mulai menawarkan pengujian BY2 dengan biaya Rp 1,4 juta per sampel.
Hasilnya dapat diperoleh dalam tiga hari. Kementerian Pertanian juga telah mengirimkan pejabat untuk memeriksa fasilitas pengepakan untuk memenuhi standar kualitas.
Menteri Pertanian Narumon Pinyosinwat mengumumkan pedoman yang lebih ketat, termasuk mencabut izin ekspor untuk fasilitas yang menggunakan zat terlarang.
Hal tersebut dilakukan pemerintah setempat guna membangun kembali kepercayaan konsumen terhadap durian Thailand. Karenanya pemerintah menjalani langkah-langkah jaminan kualitas.
Pemerintah Thailand dijadwalkan untuk bekerja sama dengan otoritas China pada tanggal 5-7 Februari 2025, untuk mengatasi krisis ini dan menegosiasikan protokol perdagangan yang lebih lancar.(Sumber)