Aparat kepolisian mengawal ketat persidangan yang mengadili Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).
Dalam sidang kasus dugaan suap proses pergantian antarwaktu (PAW) ini, eks anggota DPR RI Riezky Aprilia menjadi saksi untuk Hasto.
Berdasarkan pantauan Beritanasional.com, sejumlah lokasi dan jalan ditutup, khususnya di Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, yang merupakan PN Jakpus.
Barikade polisi setinggi 1,5 meter terlihat berjajar menutup jalan. Sementara itu, motor patroli memenuhi lobi pengadilan dengan penjagaan ketat.
Dalam sidang ini, sejatinya kader PDIP Saeful Bahri diminta menjadi saksi. Meski demikian, ia kembali mangkir dari panggilan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu terungkap saat Hakim Ketua Rios Rahmanto menanyakan siapa saja saksi yang dihadirkan jaksa KPK dalam sidang kasus suap proses pergantian antarwaktu (PAW).
“Sekarang masih mendengar keterangan saksi dari Penuntut Umum, bagaimana penuntut umum apakah hari ini ada saksinya?” tanya Rios di PN Jakpus.
Jaksa KPK lantas menjawab bahwa sejatinya lembaga antirasuah meminta dua saksi dihadirkan, yakni Saeful Bahri dan eks Anggota DPR RI Rizky Aprilia.
“Sedianya ada dua orang saksi atas nama Riezky Aprilia dan atas nama Saeful Bahri. Namun yang terkonfirmasi hadir sampai dengan saat ini adalah Riezky Aprilia,” ujar Jaksa KPK Budhi S.
Jaksa mengatakan Saeful sudah bersurat soal ketidakhadirannya. Karena itu, saat ini, Riezky Aprilia menjadi satu-satunya saksi yang hadir dalam sidang itu.
“Sedangkan untuk saksi Saeful Bahri kami ada terima surat dari yang bersangkutan tidak bisa hadir, izin kami sampaikan kepada Yang Mulia suratnya,” tuturnya.
Sebagai informasi, ketidakhadiran Saeful Bahri hari ini menjadi yang ketiga kalinya dalam sidang Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Saeful Bahri juga tidak hadir pada dua agenda sidang sebelumnya yang digelar pada 24 dan 25 April 2025.
Dalam perkara ini, Hasto telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP terkait suap. (Sumber)