Marwan Cik Tegaskan Dukungan Politik ke Prabowo Harus Solid

Marwan Cik (IST)

Dukungan politik terhadap Presiden Prabowo Subianto perlu satu suara dalam merespons ancaman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap negara-negara yang tergabung dalam BRICS (Brasil, Rusia, China, India dan South Africa).

Ancaman tersebut terkait dengan pengenaan tarif impor tambahan 10 persen oleh AS.

“Saya percaya bahwa dalam menghadapi tekanan global seperti ini, dukungan politik terhadap kebijakan presiden harus menjadi satu suara,” kata Marwan dalam keterangan resminya Senin, 7 Juli 2025.

Menurutnya, posisi AS sebagai mitra dagang strategis Indonesia merupakan hal yang tidak bisa dinafikkan.

Pasalnya, nilai ekspor Indonesia ke AS mencapai 23,6 miliar Dolar AS pada 2024, di mana lebih dari sepertiganya berasal dari sektor padat karya seperti tekstil dan alas kaki. Sektor ini menyerap lebih dari 3,5 juta tenaga kerja yang sebagian besar berada di daerah-daerah sentra industri.

Marwan menilai, potensi relokasi pesanan ke negara pesaing seperti Vietnam dan Bangladesh akan menjadi kenyataan, dan jutaan pekerja Indonesia bisa terdampak secara langsung jika Trump benar-benar menerapkan tarif tambahan itu.

Di sisi lain, ia menyatakan situasi ini juga menunjukkan bahwa struktur ekspor kita masih rapuh dan terlalu tergantung pada pasar tradisional. Marwan pun menegaskan dukungan terhadap Prabowo untuk memperluas kerja sama ekonomi strategis dengan negara-negara anggota BRICS sangat diperlukan.

“Dalam konteks ini, saya mendukung langkah Presiden Prabowo yang secara aktif memperluas kerja sama ekonomi strategis melalui keanggotaan Indonesia dalam BRICS,” ucap Sekretaris Dewan Pakar DPP Partai Demokrat itu.

Marwan berpandangan, memperluas kerja sama ekonomi strategis dengan negara-negara anggota BRICS sebagai upaya membangun keseimbangan baru dalam peta ekonomi global.

Menurutnya, pemerintah sudah melakukan langkah awal yang penting dengan mengajukan proposal negosiasi kepada AS. Namun, Indonesia harus menjalankan strategi mitigasi jangka pendek dan reformasi struktural jangka menengah-panjang secara paralel.

“Diversifikasi pasar ekspor ke negara-negara non-tradisional seperti India, Brasil, Mesir, dan Uni Emirat Arab menjadi keharusan. Pemerintah juga perlu memberikan perlindungan nyata kepada industri padat karya, dengan insentif fiskal, akses pembiayaan, dan dukungan pembukaan pasar baru,” jelasnya.

“Program pelatihan ulang tenaga kerja pun harus segera diperluas agar tekanan PHK tidak berubah menjadi krisis sosial,” imbuhnya.

Lebih jauh lagi, kata Marwan, krisis ini harus menjadi pemicu bagi percepatan hilirisasi industri. Lanjut dia, ekspor bahan mentah tidak akan membawa Indonesia keluar dari jebakan ekonomi komoditas. Produk bernilai tambah tinggi memiliki ketahanan tarif yang lebih baik dan memberi ruang bagi tumbuhnya teknologi dalam negeri.

Di sisi lain, pembenahan logistik ekspor juga menjadi syarat mutlak jika kita ingin tetap kompetitif. Marwan menambahkan, saatnya eksekutif, legislatif, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat sipil menyatukan kekuatan.

Ia menyebut, pemerintah telah menunjukkan langkah yang tegas dan terukur. Kini saatnya DPR dan ruang publik untuk menguatkan langkah tersebut dengan konsistensi dan keberanian mengambil keputusan.

“Tantangan hari ini justru menjadi kesempatan bagi kita untuk membangun ekonomi nasional yang lebih berdaulat, berdaya saing, dan berpijak pada kepentingan jangka panjang,” jelasnya lagi.

“Maka, bukan hanya bagaimana kita bertahan dari kebijakan tarif Trump, tetapi bagaimana kita meresponsnya dengan strategi yang akan membuat Indonesia lebih kuat dari sebelumnya,” demikian Marwan. (Sumber)