News  

Fakta Seputar Pembentukan Negara Israel Yang Bawa Malapetaka Hingga Kini

Inggris mengabil alih kawasan Palestina setelah Kesultanan Utsmaniyah kalah dalam Perang Dunia Pertama. Pada 1948 penguasa Inggris ‘membuka jalan’ bagi para pemuka Yahudi mendeklarasikan pembentukan negara Israel.

Banyak warga Palestina menolaknya dan kemudian pecah perang. Tentara dari negara-negara Arab yang bertetangga melakukan penyerbuan.

Tentara Arab menembak ke arah petempur Yahudi dari Haganah, pasukan bela diri Yahudi pada Maret 1948.

Ratusan ribu warga Palestina dipaksa meninggalkan rumah dalam peristiwa yang mereka sebut sebagai Al Nakba atau “Malapetaka”.

Menjelang akhir pertempuran satu tahun kemudian melalui gencatan senjata, Israel sudah berhasil menguasai sebagian besar wilayah.

Yordania menduduki wilayah yang kemudian menjadi Tepi Barat, dan Mesir menguasai Gaza. Yerusalem dibagi antara pasukan Israel di bagian Barat, dan pasukan Yordania di bagian Timur.

Karena tidak pernah ada perjanjian perdamaian – kedua belah pihak saling menyalahka – terjadi lah perang dan pertempuran selama puluhan tahun berikutnya.

Dalam perang berikutnya pada tahun 1967, Israel menduduki Yerusalem Timur dan Tepi Barat, dan juga sebagian besar wilayah Dataran Tinggi Golan yang dikuasai Suriah, Gaza dan Semenanjung Sinai yang dikuasai Mesir.

Mayoritas pengungsi Palestina dan keturunan mereka tinggal di Gaza dan Tepi Barat. Mereka juga tinggal di negara tetangga Suriah, Yordania dan Lebanon.

Israel tidak mengizinkan para pengungsi itu dan keturunan mereka pulang ke rumah mereka sendiri. Israel beralasan kepulangan pengungsi akan membebani negara itu dan mengancam keberadaan negara iti sebagai negara Yahudi.

Komandan militer Israel tiba di Yerusalem Timur, setelah pasukannya merebut wilayah itu dalam Perang Enam Hari pada tahun 1967.

Israel masih menduduki Tepi Barat, dan meskipun sudah mundur dari Gaza, PBB masih menganggap wilayah itu sebagai bagian dari wilayah yang diduduki Israel.

Israel mengakui seluruh Yerusalem sebagai ibu kotanya, sedangkan Palestina menyatakan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya di masa depan.

Amerika Serikat adalah salah satu dari segelintir negara yang mengakui klaim Israel atas seluruh wilayah kota tersebut.

Selama 50 tahun terakhir, Israel telah membangun permukiman di daerah-daerah itu yang kini ditempati oleh lebih dari 600.000 warga Yahudi.

Palestina menegaskan pembangunan itu melanggarar hukum internasional dan menjadi batu sandungan dalam perundingan perdamaian, tetapi Israel menepisnya.

Apa saja masalah utamanya?

Israel dan Palestina gagal mencapai titik temu dalam sejumlah masalah. Di antaranya adalah apa yang dilakukan terhadap pengungsi Palestina, apakah permukiman Yahudi di Tepi Barat yang diduduki Israel dibiarkan atau dibongkar.

Masalah lain terkait dengan Yerusalem, apakah kedua pihak seharusnya berbagi kota itu. Dan yang mungkin paling pelik adalah apakah negara Palestina semestinya didirikan berdampingan dengan Israel.

Pasukan keamanan Israel menembakkan gas air mata dalam bentrokan dengan pengunjuk rasa dari warga Palestina di perbatasan Jalur Gaza dengan Israel

Selama 25 tahun terakhir, perundingan perdamaian kadang kala digelar, namun hingga kini belum berhasil menyelesaikan konflik.

Bagaimana prospek masa depannya?

Singkat kata, konflik Palestina-Israel belum akan terselesaikan dalam waktu dekat.

Rencana paling baru, yang ditawarkan Amerika Serikat ketika Donald Trump menjabat presiden, ditolak oleh Palestina karena dianggap condong ke Israel dan pada akhirnya tidak pernah diterapkan.

Perjanjian damai apa pun di masa depan akan memerlukan kesepakatan kedua pihak untuk menuntaskan masalah-masalah yang rumit. Sampai ada penyelesaian, maka konflik Palestina-Israel akan terus berlanjut. {zamane}