News  

BPS Sebut Orang Dengan Pengeluaran Lebih Dari Rp.506 Ribu Per Bulan Bukan Warga Miskin

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, untuk mengukur kemiskinan, sebuah metode yang digunakan salah satunya yaitu menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach) yang mengacu pada Handbook on Poverty and Inequality.

Metode ini melihat kemiskinan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia.

Sehingga, penduduk bisa dikatakan masuk kategori miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

“Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rerata pengeluaran perkapita perbulan dibawah nominal garis kemiskinan,” tulis BPS.

“Garis kemiskinan (GK) mencerminkan nilai rupiah pengeluaran minimum yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya selama sebulan, baik kebutuhan makanan maupun non-makanan. GK terdiri dari garis kemiskinan Makanan (GKM) dan garis kemiskinan Non-Makanan (GKNM),” sambung keterangan terkait.

Sementara, berdasarkan data yang dirilis BPS, garis kemiskinan hingga Maret tahun ini adalah Rp505.496 per orang per bulan. Sehingga jika pengeluaran satu orang lebih dari nominal tersebut maka bukan termasuk orang miskin.

Hal ini mencuat usai Tenaga Ahli Utama Kantor Staff Presiden (KSP) Abraham Wirotomo pada Senin (5/9/2022) lalu muncul sebagai narasumber dalam acara televisi Sapa Indonesia Pagi di KOMPAS TV.

“Kita menggunakan data dari BPS, angka garis kemiskinan per 2022,” kata Abraham.

Sementara, data lain dari BPS juga mengatakan, rerata rumah tangga miskin dihuni 4 sampai 7 anggota keluarga sehingga kemungkinan besar melampaui nominal garis kemiskinan yang dimaksud sebelumnya.

Melalui aturan di atas, pemerintah membuatnya sebagai salah satu faktor dalam menentukan nominal bansos BLT BBM.(Sumber)