News  

Terungkap! 84 Perusahaan Ini Puluhan Tahun ‘Kadali’ Pemprov Riau

Puluhan perusahaan perkebunan di Provinsi Riau tidak mempunyai Hak Guna Usaha (HGU). Perusahaan tanpa HGU ini sudah berlangsung puluhan tahun dan terungkap dari paparan Gubernur Riau Syamsuar kepada sejumlah anggota Komisi II DPR.

Asisten Intelijen Kejati Riau Raharjo Budi Kisnanto yang mengikuti rapat kunjungan kerja spesifik itu tak menampiknya. Raharjo menyebut belum menentukan langkah apa yang akan dilakukan Kejati serta pemerintah daerah.

“Ini akan dilaporkan dulu ke Kepala Kejati Riau, apakah nantinya dibentuk tim terpadu,” kata Raharjo kepada wartawan, Senin siang, 28 November 2022.

Berdasarkan catatan Raharjo dari rapat itu, ada 224 perusahaan menggarap jutaan hektare sejak puluhan tahun lalu. Dari jumlah itu, ada 140 perusahaan tercatat memiliki HGU.

“Sisanya 84 perusahaan tidak ada HGU (perkebunan ilegal),” tegas Raharjo.

Sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja, tambah Raharjo, perusahaan tidak bisa dikenakan penegakan hukum. Penyelesaiannya dilakukan secara sanksi administratif.

Menurut Raharjo sesuai Pasal 110 huruf A dan B, negara memberlakukan pemutihan yang berlangsung dari tahun 2020 hingga 2023. Selain menyelesaikan semua persyaratan izin, perusahaan harus menyelesaikan pajak selama beroperasi.

“Misalnya satu hektare itu ada kewajiban membayar pajak bumi dan bangunan, sudah berapa lama dia beroperasi, misalnya 25 tahun, itu harus dibayar kepada negara,” ungkap Raharjo.

Jalur Pidana
Jika perusahaan tidak menyelesaikan sanksi administratif, tegas Raharjo, barulah diselesaikan melalui jalur pidana.

“Kalau sekarang ditempuh pidana dulu tidak bisa, UUCK tidak memperbolehkan, sanksi administratif dulu,” jelas Raharjo.

Menurut Raharjo, penyelesaian sanksi administratif perusahaan tanpa HGU yang sudah lama beroperasi merupakan permasalahan komplek. Harus dibentuk tim untuk menyelesaikan agar negara tidak merugi.

Raharjo menerangkan, permasalahan perusahaan perkebunan di Riau sangat banyak. Selain puluhan tanpa ada HGU, ada juga konflik dengan masyarakat dan ada juga yang menggarap di luar HGU yang diberikan pemerintah.

“Perusahaan yang berkonflik dengan masyarakat itu ada 24,” kata Raharjo.

Selain permasalahan itu, ada juga perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan. Secara aturan sudah jelas melanggar perundangan karena tidak boleh ada aktivitas perusahaan di kawasan hutan.

“Kemudian ada juga perusahaan punya HGU, tapi di dalamnya ada sertifikat hak milik,” jelas Raharjo.(Sumber)