Guru Besar Sosiolog Universitas Syiah Kuala ( USK), Prof Ahmad Humam Hamid menyampaikan, ada sejumlah pihak yang terus menyuarakan kalau Anies Baswedan gagal memimpin DKI Jakarta.
Meski demikian, menurutnya jika Anies saja disebut gagal, berarti Jokowi lebih gagal lagi.
Sebab menurutnya, data menunjukkan 80,9 persen warga Jakarta puas terhadap kinerja Anies memimpin Jakarta sebagaimana hasil survei survei Lembaga Survei Indonesia (LSI).
Sementara Jokowi yang dianggap antitesa Anies menunjukkan, kepuasaan kinerjanya di angka 69 persen sebagaimana hasil survei Indonesia Political Opinion (IPO).
“Adil dong kalau seperti itu. Jadi kalau mereka mengatakan Anies gagal, pak Jokowi lebih gagal lagi,” kata Prof Humam dalam program 30 Menit Bersama Tokoh di Studio Serambinews, Senin (19/12/2022).
Sebagai sosiolog, menurutnya ada semacam kondisi yang melampaui dalam perjalanan politik Anies di mata lawan politiknya.
Hal itu dimulai sejak memenangkan pertarungan politik di Jakarta hingga dijadikan Capres 2024 pilihan Partai NasDem.
Rentetan kondisi yang tidak diharapkan oleh lawan politik Anies itu mulai dari mengalahkan Ahok saat naik menjadi Gubernur Jakarta.
Kala itu Ahok yang notabenenya disiapkan kekuasaan dan merupakan mantan pasangan Jokowi sebelum naik menjadi presiden.
“Itu kontroversial untuk ukuran Indonesia. Dan itu dikalahkan di depan presiden,” kata Prof Humam.
Kemudian Anies dianggap segera menjadi tolak ukur ke mana tempat melihat pemimpin yang tidak berasosiasi dengan kekuasaan.
“Dia tampil kemudian dimulai dengan sebuah perkara besar, membatalkan reklamasi,” jelas Prof Humam.
Lalu ketika tampil menjadi gubernur, Anies diduga bakal gagal memimpin ibu kota negara, namun menurut Guru Besar USK itu justru yang terjadi sebaliknya.
“Kemudian dia dianggap setelah selesai gubernur akan hilang dari ingatan publik, justru yang terjadi pelipatgandaan,” ungkap Prof Humam.
Penolakan Anies Wajar dan Demokrasi
“(Penolakan) itu wajar, itu demokrasi,” ucap Prof Humam.
Menurutnya, hal itu adalah hak semua orang untuk menolak atau menerima, dan itu fair saja.
Hanya saja pola yang dilakukan patut diwaspadai dan dicermati.
Ia mencontohkan saat Anies ke Aceh beberapa waktu, adanya pelarangan izin tempat, pelemparan telur di Kantor NasDem Aceh hingga aksi demo penolakan mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
“Ya gak salah juga suruh orangnya kemari untuk impor itu, tapi kita bisa melihat itu bukan genuine Aceh,” ucap Prof Humam.
Termasuk dalam hal ini ada pamflet di Aceh bertulis Anies politik identitas, menurutnya itu bukan pekerjaan orang Aceh.
“Bukan barang Aceh itu, kalau orang Aceh bilang bukan asam keueng itu, barang luar itu. Kalau di Aceh gak laku yang seperti itu,” tambah Guru Besar USK itu.
Meski demikian, ia menilai pelarangan hingga pencabutan izin untuk Anies berkunjung ke sejumlah tempat membuatnya malah semakin populer.
“Ini gak sadar bahwa ini akan semakin kuat membuat Anies lebih naik, membuat dia lebih populer,” kata Prof Humam.
“Kalau saya mengatakan itu adalah hak orang untuk tidak suka, biar. Itu alamia,” tambahnya.
Penolakan Anies, NasDem Sebut Bau Politiknya Menyengat
Sebelumnya terkait dugaan menjegal safari politik Anies Baswedan ke sejumlah daerah, Partai NasDem tak mengambil pusing karena rakyat kini semakin cerdas.
Hal itu disampaikan Politisi NasDem, Effendy Choirie menanggapi sikap sejumlah Pemda mencabut izin tempat safari politik Anies sebagaimana dilihat Serambinews.com dari YouTube tvOneNews, Minggu (4/12/2022).
Menurutnya, rakyat saat ini semakin cerdas menyaksikan fenomena yang dipertontonkan berkaitan dengan dugaan menjegal aktivitas politik Anies.
“Rakyat makin cerdas, rakyat makin tahu bau teknisnya itu mungkin ada, tapi bau politiknya mungkin menyengat,” kata Effendy Choirie.
“Rakyat sudah tahu itu, tapi yang penting semuanya berjalan sebagaimana yang kami harapkan dan rakyat memperoleh sesuatu,” tambah pria yang akrab disapa Gus Choi itu.
Meski demikian, politisi NasDem itu menyampaikan silaturahmi Anies di Aceh berjalan lancar meski ada sedikit gangguan.
Pihaknya mengimbau kepada seluruh pemerintahan pusat maupun daerah, pertama yang harus dipahami adalah partai ini sedang melakukan pendidikan politik.
“Partai ini sedang melakukan semacam cek sound, menawarkan ke publik bahwa NasDem, ini lho punya calon presiden, bagaimana respon masyarakat,” ungkap Gus Choi.
Oleh karena itu, lanjutnya, ketika sedang silaturahmi ke daerah untuk menyapa dan berkomunikasi dengan rakyat, pemerintah daerah seharusnya memfasilitasi.
“Karena ini bagian dari pendidikan politik yang penting. Membuat rakyat tahu sejak dini siapa pilihan-pilihan presiden, pemimpinnya supaya rakyat tidak salah,” kata Gus Choi.
“Dan safari ini, silaturahim ini kami lakukan dalam rangka pendidikan politik. Seluruh komponen bangsa, seluruh instrumen negara, seluruh kelompok-kelompok masyarakat seharusnya menyambut ini karena bagian dari pendidikan politik,” tambahnya.
Sementara Analis Politik, Adi Prayitno mengatakan, dalam safari politik Anies ke daerah diakuinya bahwa gangguan itu ada.
Seharusnya Pemda paham ini bagian dari safari politik, silaturahmi dan edukasi politik, hanya sebatas calon untuk maju 2024.
“Tapi yang paling penting adalah, kalau memang ada kelompok atau pihak-pihak tertentu memang punya impresi untuk menghalang-halangi, tentu ini gak produktif, ini bukan zamannya lagi,” kata Adi.
“Karena sekarang adalah satu rezim one man one vote di mana upaya-upaya semacam ini sudah bukan gak berlaku lagi, memang tidak kemakan,” tambahnya.
Meski demikian, analis politik itu menyampaikan tidak tahu persis apakah pencabutan sejumlah izin tempat safari Anies di daerah bersifat politis.
Sebab menurutnya Pemda merupakan aparatur sipil negara yang tidak bersentuhan dengan politis.
“Faktor politisnya kita gak tahu, karena kita bukan pemain,” ungkap Adi.
“Karena yang ngomong Pemda, gak ada politisnya. Pemda itu PNS, ingin melihat segala sesuatu dengan clear dan damai, tidak ada persoalan apapun,” tambahnya.
Walau begitu, menurutnya yang terpenting adalah acara silaturahmi NasDem di Aceh berjalan lancar.
“Kecuali ya, tidak boleh di satu tempat, di tempat yang lain juga tidak boleh, itu akan menjadi persoalan. Itu sangat anti terhadap demokrasi,” pungkasnya.(Sumber)