News  

Pemilik HGU Besar Justru Orang Dekat Jokowi

Ekonom senior Rizal Ramli merespons pidato politik capres nomor urut 01 yang juga petahana Joko Widodo, dilansir oleh CNBC Indonesia.

“Saya mohon maaf, pidato seperti itu menunjukkan Presiden (Joko) Widodo kerdil,” ujar Rizal dalam jumpa pers di Kawasan Tebet, Jakarta, Senin (25/2/2019).

Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman di era Jokowi itu juga menyatakan kekesalan akan pernyataan Jokowi. Ia menuding, orang-orang terdekat Jokowi juga menguasai lahan dengan luas yang tak kalah fantastis ketimbang Prabowo.

“Pemilik tanah paling besar ada di sekitarnya. Jangan kerdil jadi presiden. Saya mulai kesal,” kata Rizal tanpa mengelaborasi sosok yang dimaksud.

“Presiden itu seharusnya man of honour, kebijakannya berlaku untuk semua, bukan orang per orang. Tanah itu kebanyakan dimiliki pendukung Presiden Widodo. Bagikan ke rakyat, itu baru hebat. Ini menunjukkan kekerdilan seorang Presiden Widodo,” tandas Rizal Ramli.

Dalam pidatonya, Jokowi menagih pengembalian lahan dari para pemilik konsesi skala besar. Meski tidak menyebut nama, puluhan ribu pendukung Jokowi yang hadir meyakini sosok yang dimaksud adalah calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto.

Sebelumnya, dalam debat kedua pada 17 Februari 2019 lalu, Jokowi mengungkapkan luas lahan yang dikuasai Prabowo mencapai 220 ribu hektare di Kalimantan dan 120 ribu hektare di Aceh Tengah.

Mendengar hal tersebut, Prabowo membenarkan dan menekankan bahwa tanahnya hanya berstatus Hak Guna Usaha (HGU) dan pihaknya siap mengembalikan demi kepentingan rakyat.

Arief Poyuono Meragukan Pemahaman HGU Jokowi

Arief Puyuono, Wakil Ketua Umum Gerindra, mengaku heran ada sebagian kalangan yang membandingkan pembagian sertifikat tanah kepada masyarakat yang dilakukan Jokowi dengan para pengusaha yang memegang penguasaan lahan dengan status HGU.

“Kalau enggak ada HGU yang dikuasakan oleh pemerintah pada pengusaha-pengusaha yang berusaha di sektor perkebunan sawit, pertambangan memangnya akan ada pemasukan negara dalam bentuk devisa? Kangmas Joko Widodo paham enggak sih tentang apa itu lahan yang bestatus HGU, HGB dan Hak Milik,” ucap Arief, Jakarta, Selasa (19/2/2019) pada Nusantaranews.

“Semua lahan Prabowo yang dalam bentuk HGU diurus secara sah sesuai peraturan yang ada ya. Mulai dari izin lokasi, izin amdal dan kemudian keluar HGU,” jelasnya.

“Kangmas Joko Widodo bagi sertifikat tanah kepada masyarakat itu bagus, tapi apa benar kenyataannya kalau sertifikat yang dibagikan pada masyarakat langsung bankable?,” imbuhnya.

“Ayo Kangmas buka nama bohir-bohir Kangmas yang memiliki lahan HGU,” cetus Arief.

Ini Daftar Perusahaan HGU Terbesar di Indonesia

Mengutip Tempo, ini para taipan yang menguasai kelompok perusahaan sawit besar di Indonesia.

Mereka adalah Grup Wilmar (dimiliki Martua Sitorus dkk), Sinar Mas (Eka Tjipta Widjaja), Raja Garuda Mas (Sukanto Tanoto), Batu Kawan (Lee Oi Hian asal Malaysia), Salim (Anthoni Salim), Jardine Matheson (Henry Kaswick, Skotlandia), Genting (Lim Kok Thay, Malaysia), Sampoerna (Putera Sampoerna), Surya Dumai (Martias dan Ciliandra Fangiono), dan Provident Agro (Edwin Soeryadjaya dan Sandiaga Uno).

Lalu Grup Anglo-Eastern (Lim Siew Kim, Malaysia), Austindo (George Tahija), Bakrie (Aburizal Bakrie), BW Plantation-Rajawali (Peter Sondakh), Darmex Agro (Surya Darmadi), DSN (TP Rachmat dan Benny Subianto), Gozco (Tjandra Gozali), Harita (Lim Hariyanto Sarwono), IOI (Lee Shin Cheng, Malaysia), Kencana Agri (Henry Maknawi), Musim Mas (Bachtiar Karim), Sungai Budi (Widarto dan Santosa Winata), Tanjung Lingga (Abdul Rasyid), Tiga Pilar Sejahtera (Priyo Hadi, Stefanus Joko, dan Budhi Istanto), dan Triputra (TP Rachmat dan Benny Subianto).

Di antara mereka, kelompok perusahaan yang paling besar memiliki lahan sawit adalah Grup Sinar Mas, Grup Salim, Grup Jardine Matheson, Grup Wilmar, dan Grup Surya Dumai. Riset yang dilakukan TuK Indonesia dan Profundo menemukan bahwa ke-25 kelompok perusahaan ini menguasai 62 persen lahan sawit di Kalimantan (terluas di Kalimantan Barat, diikuti Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur). Kemudian 32 persen di Sumatera (terluas di Riau diikuti Sumatera Selatan), 4 persen di Sulawesi, dan 2 persen di Papua.