Isu pemakzulan Presiden Jokowi kembali bergema. Desakan pemakzulan terhadap Presiden Jokowi kali ini datang dari sejumlah tokoh yang tergabung dalam Petisi 100 tokoh Penegak Daulat Rakyat “Makzulkan Jokowi”.
100 tokoh tersebut diantaranya Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto, Prof Sri Edi Swasono, Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat, Letjen MAR (Purn) Suharto, Letjen TNI (Purn) Syam Soemanegara, Abdullah Hehamahua, Amien Rais, Anthony Budiawan, Mayjen TNI (Purn) Soenarko, Marwan Batubara, H Hatta Taliwang, Habib Muchsin Alatas, Daniel M Rosyid, Syahganda Nainggolan, H Dindin S Maolani, dan Mudrick Malkan Sangidu.
Secara konstitusi menurut UUD 1945 hasil amandemen yang sering kita sebut UUD 2002, impeachment atau pemakzulan presiden atas usulan DPR hampir tak mungkin. Berbelit-belit ditambah lagi harus ada Fatwa MK agar MPR menggelar SI MPR untuk memberhentikan presiden.
Dalam perubahan UUD 1945 ketiga, ketentuan Pasal 7 A UUD 1945 menetapkan bahwa MPR atas usul DPR dapat mengajukan permohonan pemakzulan presiden dan wakil presiden.
Menurut Pasal 7B ayat (1) UUD 1945, usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden dapat diajukan oleh DPR kepada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa presiden dan/atau wakil presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.
Berdasarkan alasan konstitusi di atas sangat tidak mungkin Presiden Jokowi bisa dimakzulkan. Selain masa jabatannya akan berakhir juga lembaga tinggi negara termasuk Mahkamah Konstitusi (MK) dalam kontrol penuh Presiden Jokowi.
Ditambah belum ada tokoh penting di kabinet Jokowi-Ma’ruf yang membelot mendukung pemakzulan dan gelombang massa menuntut pemakzulan Presiden Jokowi. Baru letupan-letupan kecil yang belum berdampak secara signifikan.
Bilapun ada menteri Jokowi yang membelot akan langsung dicopot. Gelombang menteri mundur bersama-sama seperti era Presiden Soeharto tahun 1998 belum ada tanda-tandanya.
Contoh pejabat yang dicopot adalah Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo yang dimutasi dari Pangdam III Siliwangi menjadi wakil kepala sekolah, Wakil Kodiklat AD. Berhembus kabar Mayjen Kunto Arief Wibowo dimutasi gara-gara pernah mengikrarkan bahwa apabila terjadi pemilu curang maka TNI akan turun tangan.
Ada beberapa hal yang membuat Presiden Jokowi lengser dan peluang pemakzulan;
Satu, Alasan Konstitusi. Masa jabatan Presiden Jokowi efektif bila Pilpres berlangsung 1 putaran, yaitu 14 Februari 2024. Presiden Jokowi akan jadi macan ompong apalagi calon presiden terpilih bukan berasal dari poros politik Presiden Jokowi.
Bahaya bagi Jokowi dan kroni-kroninya bila presiden terpilih bukan calon presiden yang didukung Jokowi. Dari sinilah kita bisa memaknai mengapa Jokowi dan kroni-kroninya cawe-cawe dan berupaya melalui berbagai instrumen hukum dan politik menjegal Anies Rasyid Baswedan dan membegal partai politik yang mendukung Anies Rasyid Baswedan seperti Partai Demokrat dan Partai Golkar yang diterpa isu Munaslub dan pentersangkaan Airlangga Hartarto oleh Kejaksaan Agung.
Pasca calon presiden terpilih hasil Pilpres 2024, pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin memasuki masa transisi hingga dilantiknya presiden baru 20 Oktober 2024.
Dua, Keseleo lidah Presiden Jokowi. Misalnya Presiden Jokowi melakukan penistaan agama seperti yang dilakukan kolega Jokowi, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada tahun 2016.
Gelombang massa tentu akan lebih besar dan meluas jika Presiden Jokowi melakukan penistaan agama. Tokoh-tokoh agama akan turun gunung menuntut pemakzulan Presiden Jokowi.
Tiga, Bertemunya dua arus besar. Oposisi yang diwakili 100 tokoh Penegak Daulat Rakyat “Makzulkan Jokowi” dan pertarungan politik elit yang sedang berkuasa.
Ini dipicu oleh keseleo politik karena cawe-cawe Presiden Jokowi di Pilpres 2024 untuk menjegal dan membegal partai politik yang berbeda dukungan politik dengan Presiden Jokowi di Pilpres 2024.
Pasca Partai NasDem berseberangan pilihan politik di Pilpres 2024, membuat ketegangan politik antara maestro politik, Surya Paloh dengan Jokowi dan Megawati Soekarnoputri disatu pihak dan pertarungan politik antara Jokowi dengan Megawati Soekarnoputri terutama dalam kasus megaskandal korupsi BTS 4G yang konon melibatkan menantu Megawati Soekarnoputri, Happy Hapsoro, dilain pihak.
Ketegangan dan perseteruan politik ini bila Presiden Jokowi tak kelola dengan baik, bisa saja PDIP mempelopori pemakzulan Presiden Jokowi bila Happy Hapsoro dibiarkan dari jeratan hukum.
Wallahua’lam bish-shawab
Garut, 6 Muharram 1445/24 Juli 2023
Tarmidzi Yusuf, Kolumnis