Aplikasi video TikTok kembali menjadi sorotan setelah dikenai denda oleh Uni Eropa sebesar 345 juta euro atau Rp 5,6 triliun karena pelanggaran privasi anak-anak.
Komisaris Perlindungan Data (DPC) Uni Eropa yang berbasis di Irlandia dalam sebuah pernyataan mengatakan, TikTok telah melanggar sejumlah undang-undang privasi UE antara 31 Juli hingga 31 Desember 2020.
“TikTok melanggar undang-undang privasi terkait pemrosesan data pribadi anak-anak di Uni Eropa, kata regulator utama,” bunyi pernyataan tersebut, seperti dikutip dari Al Arabiya pada Sabtu (16/9).
Dijelaskan bahwa pada 2020 TikTok membiarkan status pengguna di bawah usia 16 tahun menjadi publik.
Selain itu, TikTok juga tidak memverifikasi apakah pengguna tersebut benar-benar orang tua atau wali dari pengguna anak ketika ditautkan melalui fitur keluarga atau pendamping.
Ini adalah pertama kalinya TikTok milik ByteDance mendapat teguran dari DPC.
Juru bicara TikTok mengatakan pihaknya tidak setuju dengan keputusan tersebut.
Selain karena jumlah dendanya, sebagian tuntutan tersebut tidak lagi relevan karena tindakan pelanggaran dilakukan sebelum penyelidikan DPC dimulai pada September 2021.
Sedangkan, TikTok telah melakukan serangkaian perubahan, yakni menambahkan kontrol orang tua yang lebih ketat pada November 2020 dan mengubah pengaturan default untuk semua pengguna terdaftar di bawah usia 16 tahun menjadi “pribadi” pada Januari 2021.(Sumber)