MANTAN pebulutangkis asal Malaysia, James Selvaraj menyarankan Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) untuk mengubah format kompetisi dari Kejuaraan Dunia Bulutangkis. Pasalnya legenda bulutangkis Malaysia tersebut menilai Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis sudah kehilangan daya tariknya serta gengsinya karena digelar setiap tahun.
Ya, Kejuaraan Dunia Bulutangkis sudah digelar rutin setiap tahun sejak 2005. Padahal dulunya kompetisi tersebut berlangsung selama tiga tahun sekali semenjak diperkenalkan pada 1977 silam.
Lalu pada 1983, Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis digelar tiap dua tahun sekali. Baru pada 2005, formatnya diubah lagi dan digelar setiap tahun, kecuali ketika ada kompetisi Olimpiade.
1. Tak Bergengsi Lagi
Karena kini Kejuaraan Dunia Bulutangkis digelar setiap tahun, para pebulutangkis dinilai tak menganggap turnamen tersebut bergengsi lagi seperti dulu. Sebab Selvaraj menilai para pemain sudah menganggap Kejuaraan Dunia Bulutangkis seperti turnamen biasa saja.
James Selvarah, yang sudah lama menjadi advokat kesejahteraan pemain dan kualitas turnamen, menyarankan BWF untuk segera mengubah format kompetisi Kejuaraan Dunia Bulutangkis seperti dulu. Maksudnya digelar dua tahun lagi agar para pemain merasakan menantikan turnamen tersebut sehingga daya tariknya pun akan kembali.

“Kejuaraan Dunia sudah kehilangan gemerlapnya, dan BWF harus mempertimbangkan untuk menjadikannya ajang dua tahunan lagi,” ungkap Selvaraj, dilansir dari media Malaysia, New Straits Times, Selasa (24/6/2025).
“Tidak ada lagi kegembiraan. Semua pemain menganggapnya seperti turnamen biasa dalam kalender. Seharusnya, ajang ini memiliki kemewahan dan prestise yang sama seperti Olimpiade,” tambahnya.
2. Untungkan Atlet Bulu Tangkis

Dengan hanya dua edisi dalam siklus Olimpiade empat tahun, James Selvaraj yakin Kejuaraan Dunia Bulutangkis akan kembali fokus dan mengurangi beban fisik serta mental pada pebulu tangkis papan atas.
Para pemain menjalani proses kualifikasi yang ketat hampir setiap tahun, baik untuk Kejuaraan Dunia maupun Olimpiade.
“Mengurangi frekuensi akan membantu meredakan tekanan pada pemain yang terus-menerus berusaha untuk lolos kualifikasi,” sambung Selvaraj.
“Ini juga mengurangi risiko cedera. Saat ini, para pemain dipaksa untuk mengikuti terlalu banyak turnamen hanya untuk mengamankan tempat, dan itu merugikan olahraga ini,” tutupnya.(Sumber)