PEBULU tangkis Indonesia masih tanpa gelar di BWF World Tour Super 500 ke atas. Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi (Kabid Binpres) PBSI, Eng Hian, pun beri peringatan kepada pelatih.
Menurut Eng Hian, pencapaian Indonesia di turnamen BWF World Tour Super 500 ke atas bukan hal yang menggembirakan. Evaluasi besar-besaran pun dilakukan.
1. Masih 0 Gelar
Hingga Juni 2025, Indonesia tercatat masih 0 gelar di BWF World Tour Super 500 hingga Super 1000. Eng Hian pun mengakui bahwa hasil tersebut masih sangat jauh dari apa yang diharapkan di periode setengah semester awal.
“Seperti yang kita ketahui bersama mengenai hasil pencapaian turnamen terutama di level 500 ke atas, memang masih sangat jauh dari harapan. Masih nirgelar. Itu memang yang harus kita akui,” ungkap Eng Hian saat ditemui di Pelatnas PBSI Cipayung, Rabu (18/6/2025).
2. Evaluasi Besar-besaran
Situasi ini membuat Eng Hian selaku Kabid Binpres melakukan evaluasi besar-besaran terhadap pemain hingga para pelatih. Eng Hian pun memberikan catatan khusus bahwa saat ini belum ada sinkronisasi yang baik antara pelatih dan pemain.
“Ini adalah hasil yang kurang, bukan kurang tapi memang belum sesuai harapan. Untuk evaluasinya tentunya ini masih menjadi pekerjaan rumah buat saya pribadi sebagai Binpres untuk bisa segera mensinkronisasikan antara pelatih dan atlet,” sambungnya.
Terkait hal tidak sinkron itu, Eng Hian menyebut salah satu yang menjadi masalah adalah kemauan pelatih baru yang belum bisa diterima dengan baik oleh atlet. Contohnya program yang sudah disiapkan pelatih ternyata tidak sejalan dengan keinginan atlet.
“Masih banyak yang belum sinkron antara kemauan pelatih dan kebutuhan atlet, itu masih belum sinkron. Itu yang terjadi di lapangan. Tentunya usaha saya untuk terus mengajak diskusi ke atlet maupun pelatih itu terus berjalan,” tambah Eng Hian.
“Minggu kemarin juga telah kita lakukan evaluasi bersama kepada pelatih teknik, pelatih fisik, maupun tim pendukung, apa yang menjadi kendala catatan. Tapi intinya adalah masih belum sinkron ya karena ini rata-rata kan pelatih baru. Jadi kekurangan, kebutuhan atlet yang harusnya ditingkatkan, ini masih belum bisa keseluruhan diterima oleh atletnya,” lanjutnya.
3. Pemilihan Turnamen
Salah satu contoh dari situasi ini adalah pemilihan turnamen. Sang pemain menginginkan untuk turun di turnamen tertentu, sementara pelatih menilai sang pemain masih belum siap secara 100 persen. Kondisi ini kemudian membuat pemain tersebut belum bisa meraih hasil maksimal di satu turnamen.
“Contohnya atlet menginginkan berangkat turnamen A, padahal menurut pelatih itu kondisi atletnya belum siap. Tapi karena ada tuntutan dari sponsor, ini yang harus digarisbawahi, itu harus berangkat. Ini yang sekarang saya sedang diskusikan terus dengan pimpinan supaya kondisi atlet ini siap dulu menurut pelatih, dari standarisasi pelatih, by data, itu baru akan dikirimkan,” sambungnya.
Dengan masalah ini, Eng Hian pun menyoroti peran pelatih yang seharusnya bertindak tegas terhadap para pemainnya. Sebab, jika kondisi ini tidak mengalami perubahan berarti hingga akhir tahun, para pelatih harus bisa menerima konsekuensi.
“Tapi sudah kita berikan special note untuk bagaimana pencapaian di enam bulan ini, target apa yang harus dicapai, itu nantinya akan menjadi catatan atau evaluasi perpanjangan kontrak pelatih di tahun selanjutnya. Jadi ya kita agak sedikit menekankan di situ, bagaimanapun pelatih itu adalah komandonya. Jadi bukan selalu mengikuti keinginan atlet,” tutup Eng Hian.(Sumber)