News  

Dedi Mulyadi Keblinger! Kebelet Maju di Pilpres 2029

Sah-sah saja bila Dedi Mulyadi ingin maju di Pilpres 2029. Dedi Mulyadi punya hak konstitusional untuk bertanding di Pilpres 2029. Mau maju sebagai calon RI-1 atau RI-2 terserah Dedi Mulyadi.

Majalah Tempo sudah menyebut habis Mulyono terbitlah Mulyadi. Gaya pencitraan Dedi Mulyadi copy paste gaya Mulyono alias Jokowi. Saat menjabat Gubernur Jakarta, Jokowi masuk gorong-gorong. Gaya Jokowi masuk gorong-gorong diikuti oleh Dedi Mulyadi dengan nyemplung ke sungai penuh sampah.

Tahun 2013 yang lalu, Jokowi melakukan hal tak biasa. Pelantikan pejabat Pemprov DKI Jakarta di pinggir Pantai Pasir Perawan, Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Biasanya pelantikan pejabat Pemprov DKI Jakarta di Balai Agung Balaikota DKI.

Lagi-lagi Dedi Mulyadi meniru gaya Jokowi yang diberi gelar oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) sebagai “The king of lip service” alias raja basa-basi. Baru-baru ini Dedi Mulyadi melantik pejabat Pemprov Jawa Barat di kolong tol Cileunyi – Sumedang.

Sebelumnya Dedi Mulyadi menyebut dirinya akan dibunuh. Sekira April 2025 yang lalu Dedi Mulyadi menyebut dirinya akan dibunuh. Patut diduga Dedi Mulyadi melakukan playing victim (berlagak seperti korban) untuk mencari simpati publik.

Pasalnya, siapa dan dari kelompok mana yang akan membunuh Dedi Mulyadi tidak ia ungkap. Sebegitu bahayanya seorang Dedi Mulyadi sehingga ada orang atau kelompok yang akan membunuhnya? Anehnya bila bukan playing victim tentu Dedi Mulyadi akan melaporkan ancaman pembunuhan ke polisi jika ancaman itu benar-benar ada.

Gaya pencitraan Jokowi memang berhasil. Dua kali Jokowi menang Pilpres. Terlepas Pilpres curang atau tidak. Dedi Mulyadi ingin mengikuti gaya pencitraan Jokowi. Menang mutlak di Pilkada Jawa Barat modal bagi Dedi Mulyadi untuk mengundi nasib di Pilpres 2029.

Gaya pencitraan Jokowi dan Dedi Mulyadi diakui disenangi banyak orang. Publik bersimpati. Citra Jokowi dan Dedi Mulyadi dimata publik sebagai pemimpin merakyat. Jokowi dengan blusukannya. Dedi Mulyadi dengan ngontennya.

Padahal itu hanya pencitraan. Jokowi dengan wajah ndesonya terbukti meninggalkan warisan utang dan rusaknya sistem ketatanegaraan. Sedangkan Dedi Mulyadi yang sibuk ngonten belum menghasilkan prestasi monumental sebagai Gubernur Jawa Barat.

Alih-alih Dedi Mulyadi memenuhi janji-janji politiknya di Pilkada Jawa Barat. Salahsatunya penyediaan listrik untuk warga. Saat ini, sekitar 140.000 warga Jawa Barat belum memiliki akses listrik. Dedi Mulyadi menargetkan untuk segera menyelesaikan persoalan ini dengan menyediakan layanan listrik bagi seluruh warga. Hasilnya? _Wallahua’lam_

Dedi Mulyadi malah sibuk ngonten. Gubernur rasa YouTuber. Pencitraan. Padahal Pilkada telah usai. Sembako tetap mahal. Cari kerja susah. Orang miskin bertambah. Dedi Mulyadi bisanya cuma bagi-bagi uang. Persis yang dilakukan seniornya, Mulyono. Pembodohan rakyat.

Dedi Mulyadi 11-12 dengan Jokowi. Melakukan pembodohan terhadap rakyat melalui citra diri yang menipu. Memoles kepalsuan dengan citra agar rakyat simpati dan mendukung.

Tak heran bila ada media menyebutnya, habis Mulyono terbitlah Mulyadi. Sementara 7 prioritas janji Dedi Mulyadi di Pilkada Jawa Barat belum satupun ia tunaikan.

Mungkin pula nanti ada mahasiswa menggelari Dedi Mulyadi dengan “raja daerah basa-basi” seperti BEM UI menggelari Jokowi dengan “The king of lip service”.

Semoga rakyat tidak tertipu untuk kedua kalinya. Cukuplah Jokowi yang merusak negara ini. Jangan sampai rakyat masuk lubang yang sama. Tertipu oleh pesona yang sesungguhnya tidak mempesona. Pesona yang menyengserakan.

Bandung, 9 Muharram 1447/5 Juli 2025
Tarmidzi Yusuf, Kolumnis