Penulis ingat betul 7 November 2024 menjadi tonggak sejarah penting transformasi Gerakan Rakyat. Dari program calon presiden dan wakil presiden Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar yang dicetuskan pada 4 November 2023 di Bogor menjadi organisasi masyarakat (ormas).
Dalam kurun waktu 7 (tujuh) bulan Ormas Gerakan Rakyat bisa menggelar Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas). Tidak mudah bagi organisasi atau perkumpulan yang bisa menggelar rapat tingkat nasional dalam tempo sesingkat Itu.
Patut disyukuri dan berkat kerja keras Pengurus DPP Ormas Gerakan Rakyat yang dikomandoi duet KIB (Kuning Ijo Biru) dan Sekretariat Bersama (Sekber) Relawan Anies Baswedan. Dua komunitas besar Relawan Anies di Pilpres 2024, Sahrin Hamid dan Muhammad Ridwan telah berdiri di seluruh propinsi Indonesia yang berjumlah 38 propinsi.
Menurut rencana Ormas Gerakan Rakyat akan menggelar Rapimnas, 13 Juli 2025 di sebuah hotel di kawasan Tugu Tani, Menteng, Jakarta Pusat dengan mengusung tema besar, “Geopolitik Global dan Masa Depan Indonesia.”
Tema besar ini menunjukkan kepedulian Ormas Gerakan Rakyat terhadap masa depan Indonesia yang menurut banyak pihak sedang tidak baik-baik saja. Indonesia sedang sakit keras. Leukimia stadium 4. Ngeri!
Misalnya saja soal bertambahnya orang miskin di Indonesia bahkan menurut Bank Dunia, Indonesia negara termiskin keempat di dunia setelah Afrika Selatan, Namibia dan Botswana. Sedih dan prihatin mendengar fakta ini. Jadi ingat lagu Rhoma Irama tahun 1987, “yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin.”
38 tahun setelah Rhoma Irama merilis lagu tersebut dan hampir 80 tahun Indonesia Merdeka, jumlah orang miskin idealnya berkurang malah menempatkan Indonesia negara termiskin keempat di dunia. Reformasi tahun 1998 benar-benar membuat rakyat repotnasi.
Ada kesan kuat elit politik di Indonesia sengaja memelihara kemiskinan. Orang miskin paling rentan terhadap politik uang. Bayangkan, jumlah orang miskin di Indonesia amat fantastis. Berdasarkan standar garis kemiskinan yang ditetapkan oleh Bank Dunia. Persentasenya berkisar antara 34,6 persen hingga 63,4 persen. Jumlah potensial untuk dimanfaatkan menjadi suara di pemilihan umum. Wajar bila berkembang suara, DPR budeg, Presiden bengak.
Masalah krusial lainnya adalah penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia tidak jujur dan adil. Kita menyaksikan campur tangan negara dan pemodal untuk meloloskan pemimpin nasional yang bisa dikendalikan baik eksekutif maupun legislatif.
Mahalnya biaya politik di Indonesia membuat pemimpin nasional tersandera oleh pemodal. Tumbuh subur kemiskinan di Indonesia. Orang miskin dipelihara untuk tujuan elektoral. Maka tak heran suara yang kerap kita dengar di akar rumput, “wani piro’.
Orang baik dan idealis bila tidak punya uang akan sulit lolos baik sebagai wakil rakyat maupun sebagai presiden, gubernur, walikota dan bupati. Karena jargon “wani piro” sudah menjadi budaya baru di era repotnasi.
Soal kemiskinan dan penyelenggaraan pemilihan umum hendaknya menjadi agenda penting Ormas Gerakan Rakyat. Memberikan edukasi politik rakyat dengan menggandeng tokoh masyarakat dan tokoh agama bahwa “wani piro” tidak akan membuat rakyat dan Indonesia lebih baik. Wani piro kata orang Sunda hanya cukup saharitaeun (sebentar saja). Tidak cukup untuk hidup sepekan apalagi 5 tahun. Menderitanya sepanjang masa. 80 tahun merdeka kita tetap miskin.
Semoga Ormas Gerakan Rakyat bisa ambil bagian terhadap 2 isu ini untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Tetaplah menginspirasi. Sesuai tagline Ormas Gerakan Rakyat, Gotong royong untuk Indonesia. Kami menanti kiprahmu.
Bandung, 13 Muharram 1447/9 Juli 2025
Tarmidzi Yusuf, Kolumnis