Terdakwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto terisak saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Kamis (10/7/2025).
Momen itu terjadi dua kali dalam sidang pembacaan pleidoi pada kasus suap dan perintangan penyidikan yang saat ini sedang mengadilinya.
Tetesan pertama jatuh saat ia mengutip Presiden Pertama Soekarno dan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri tentang semangat perjuangan.
“Bung Karno mengatakan bahwa revolusi belum selesai dan Ibu Megawati Soekarnoputri telah berseru lantang pada 1993, bendera sudah saya kibarkan pantang untuk diturunkan,” ujar Hasto di PN Jakpus pada Kamis (10/7/2025).
Tak lama kemudian, air mata Hasto kembali jatuh saat menceritakan peristiwa penyerangan kantor PDI atau kerusuhan 27 Juli 1996 (Kudatuli).
“Apa pun risikonya, partai terus memimpin pergerakan rakyat. Partai digerakkan oleh ide dan cita-cita bagi kemerdekaan agar keadilan dan kemakmuran rakyat dapat diwujudkan,” tuturnya.
Hasto mengatakan PDIP saat itu menjadi harapan masyarakat yang tertindas dan suara kritis rakyat di atas rezim orde baru yang memimpin tanah air.
“PDIP selalu menyala dengan jiwa perjuangan. Dalam sejarahnya pula ketika rezim otoriter berkuasa selama 32 tahun lamanya, PDI berperan penting sebagai suluh demokrasi,” kata dia.
Dia mengatakan PDI hendak dihancurkan melalui dualisme kekuasaan dengan campur tangan negara secara langsung yang berujung pada peristiwa kelam bagi partainya tersebut.
“Sejarah penindasan akhirnya melahirkan PDI Perjuangan. Partai ini selalu setia pada jalan demokrasi meskipun periode 2004-2014, pragmatisme politik semakin menguat,” ucapnya.
Dalam perkara ini, Hasto dituntut 7 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 600 juta subsider serta pidana kurungan pengganti selama 6 bulan.
Jaksa menyatakan Hasto telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan perbuatan pidana mencegah atau merintangi penyidikan serta suap.
Terkait perintangan penyidikan, jaksa mendakwa Hasto melanggar Pasal 21 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Kemudian jaksa juga menilai Hasto secara bersama-sama melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang suap. (Sumber)