Adegan-adegannya mirip dengan film apokaliptik yang digarap dengan biaya minim. Pada Minggu sore, rekaman video menunjukkan sekelompok pria berpakaian balaclava, diselimuti kabut merah bom asap, menerobos pintu kaca di Johan Cryuff ArenA.
Kekacauan penonton sering kali terjadi ketika Ajax dan Feyenoord saling berhadapan, dengan Belanda mengalami kebangkitan hooliganisme yang tidak diinginkan belakangan ini. Namun, apa yang terjadi pada De Klassieker beberapa waktu lalu bukanlah kekerasan yang biasa terjadi dalam sepakbola. Hal inilah yang melampiaskan kekesalan suporter Ajax dengan menghancurkan properti klubnya sendiri.
Emosi telah tersulut ketika Feyenoord mencetak gol ketiga mereka, dengan suar yang menghujani lapangan setelah turun minum akhirnya memaksa mereka untuk menghentikan laga. Petugas keamanan dan gas air mata dikerahkan untuk membubarkan massa setelah jelas bahwa pertandingan tidak akan selesai. Tetapi, hal itu tidak menghalangi kelompok pendukung Ajax untuk mendesak dan memaksa masuk ke pintu utama stadion. Pada akhirnya, mereka bisa ditertibkan tetapi kerusakan – dalam arti sebenarnya – telah terjadi.
“Ini adalah hari yang gelap, ini membuatnya semakin buruk,” ucap manajer Ajax Maurice Steijn kepada NOS setelah pertandingan
Urusan Overmars
Penghinaan di lapangan terhadap rival terberat mereka terbukti menjadi pukulan terakhir, namun ketegangan antara dewan Ajax dan pendukung klub telah terjadi selama berbulan-bulan. Siklus kekacauan di balik layar yang melanda De Godenzonen baru-baru ini dimulai pada Februari 2022, ketika direktur sepakbola Marc Overmars meninggalkan perannya setelah mengirimkan “serangkaian pesan tidak pantas kepada beberapa rekan wanitanya”.
Saat itu Overmars berkata: “Pekan lalu saya dihadapkan dengan laporan tentang perilaku saya dan bagaimana hal ini diketahui orang lain. Sayangnya saya tidak menyadari bahwa saya telah melewati batas dengan hal ini, tetapi hal itu menjadi jelas bagi saya belakangan ini. Saya minta maaf. Tentu saja bagi seseorang di posisi saya, perilaku ini tidak dapat diterima. Saya sekarang melihatnya tetapi sudah terlambat. Saya tidak melihat pilihan lain selain meninggalkan Ajax.”
Sementara ketua dewan pengawas Lee Meijaard menegaskan bahwa Overmars melanjutkan perannya tidaklah benar, dia juga menggambarkannya sebagai “direktur sepakbola terbaik yang pernah dimiliki Ajax”, dan CEO saat itu Edwin van der Sar juga sependapat dengan hal tersebut.
Kepergian Overmars yang tiba-tiba membuat klub harus mengisi kekosongan tersebut, khususnya di departemen rekrutmen. Di sinilah asal mula sejumlah besar masalah mereka di masa depan terjadi.