News  

UNESCO Tetapkan Hari Lahir 2 Pahlawan Indonesia Jadi Perayaan Internasional, Siapa Saja?

UNESCO menetapkan hari kelahiran dua pahlawan Indonesia jadi perayaan internasional. Penetapan ini diumumkan oleh Direktur Jenderal UNESCO pada hari penutupan Sidang Umum ke-42 UNESCO pada 22 November 2023 di Paris, Prancis.

Kedua tokoh tersebut adalah pejuang perempuan asal Aceh, Keumalahayati dan sastrawan AA Navis. Penetapan ini berlangsung di sesi sidang Plenary Report dari rangkaian Sidang Umum UNESCO ke-42, dikutip dari laman Kemdikbud.

Penetapan tokoh ternama ini secara garis besar merujuk tiga kriteria. Yang pertama yakni tahun kelahiran atau kematian toko terkait dengan cita-cita dan misi organisasi dalam bidang pendidikan, budaya, ilmu pengetahuan alam, ilmu sosial dan kemanusiaan.

 

Kriteria kedua yaitu komunikasi. Dalam kriteria ini, usulan mempertimbangkan keterwakilan gender. Hanya usulan anumerta yang dapat diajukan.

Keriteria ketiga yakni mengandung peristiwa universal. Usulan minimal didukung oleh dua negara, memiliki dampak besar bagi negara atau dunia, dan sebagainya.

Sosok Keumalahayati dan AA Navis
1. Keumalahayati
Keumalahayati merupakan salah satu tokoh heroik perempuan paling awal di Indonesia. Ia diakui sebagai pahlawan nasional atas keberanian, kepemimpinan, dan kontribusinya dalam membela tanah air.

Keumalahayati dibesarkan di wilayah yang terkenal dengan tradisi maritim kuat. Ia mengenal dunia peperangan laut sejak usia muda. Ayahnya, Laksamana Mahmud Syah, adalah seorang panglima angkatan laut armada Aceh yang terampil dan dihormati.

Ketika ayahnya meninggal dunia, Sultan Alauddin Riayat Syah dari Aceh mengangkat Keumalahayati sebagai laksamana baru. Jabatan Panglima Angkatan Laut Kesultanan Aceh menjadikan Keumalahayati sebagai laksamana perempuan pertama dalam sejarah Indonesia dan Asia Tenggara.

Pengusulan penetapan peringatan 475 tahun kelahiran Keumalahayati (1550-1615) mendapat dukungan dari Malaysia, Federasi Rusia, Thailand, dan Togo.

2. AA Navis
Ali Akbar Navis atau lebih dikenal dengan AA Navis, adalah seorang penulis dan budayawan terkemuka Indonesia. AA Navis menghasilkan sejumlah besar publikasi dan bekerja menjadi guru bagi penulis lain selama hidupnya.

Kelahiran Padangpanjang, Sumatera Barat, 17 November 1924 ini anak sulung dari 15 bersaudara. Membaca majalah Panji Islam dan Pedoman Masyarakat langganan orang tuanya, Navis tumbuh menggemari cerita pendek (cerpen) dan cerita bersambung (cerbung), dikutip dari laman Badan Bahasa Kemendikbud.

Tahu anaknya senang membaca, ayahnya, Sutan Marajo Sawiyah, membelikan Navis buku bacaan yang ia suka. Buku-buku bacaan menjadi bekal ia meniti karier kepenulisan dan sastra di usia 20-an tahun, hingga karyanya mulai diakui di usia 30-an.

Penulis Robohnya Surau Kami ini kelak dikenal dengan cerpen, naskah sandiwara kritik, dan esainya. Ia berupaya menyoroti kelemahan cerpen Indonesia dan mencari kekuatan cerpen asing. Kritikus sastra asal Belanda, Andries Teeuw, menilai Navis sebagai pengarang Angkatan Baru yang menyuarakan Sumatera di tengah pengarang Jawa.

Peraih Hadiah Sastra South East Asia Write Award dari Kerajaan Thailand (1992) ini menggeluti sastra sambil menghidupi keluarga sebagai pemimpin redaksi Semangat, harian angkatan bersenjata di Padang, dan lain-lain. Istrinya, Aksari Yasin, membantu Navis dengan mendampingi dan membaca tulisannya. Reaksi Aksari menjadi tolok ukur apakah tulisannya sudah sesuai dengan keinginannya atau belum.

Pengusulan penetapan peringatan 100 tahun kelahiran Ali Akbar Navis (1924-2003) mendapat dukungan dari Malaysia, Federasi Rusia, Thailand, dan Togo.

Prestasi Indonesia dalam Sidang Umum UNESCO ke-42

Dua tokoh ternama dari Indonesia ini menggenapkan prestasi Indonesia dalam UNESCO selama periode Sidang Umum UNESCO ke-42 di tahun 2023 ini. Melansir laman resmi Kemdikbud, Indonesia berhasil mendulang prestasi:

1. Terpilih sebagai anggota Dewan Eksekutif UNESCO
2. Terpilih sebagai anggota Dewan International Programme for the Development of Communication (IPDC)
3. Meresmikan Indonesian Corner di markas besar UNESCO
4. Penetapan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi sidang umum UNESCO

(Sumber)