Ganesport Institute Rilis Kriteria Ideal Ketua Umum PSSI

Lembaga survei Ganesport Institute membeberkan sejumlah kriteria ideal sosok ketua umum PSSI periode 2020-2024. Mantan pemain Ponaryo Astaman menyetujuinya.

Kursi ketua umum PSSI kosong saat ini. PSSI bahkan belum memulai proses pemilihan untuk menggantikan ketua umum yang mundur, Edy Rahmayadi, pada 20 Januari.

Rangkaian proses mencari ketua umum itu dimulai pada Kongres Luar Biasa (KLB) pada 27 Juli. Dalam acara itu akan dibahas tiga agenda pokok, yakni revisi statuta PSSI, revisi Kode Pemilihan PSS, dan memilih anggota baru untuk Komite Pemilihan (KP) dan Komite Banding Pemilihan (KBP).

Menjelang KLB itu, Ganesport merilis hasil survei kualitatif tentang kriteria ideal ketua PSSI. Mereka melakukan survei terhadap 50 ahli dan praktisi tata kelola olahraga di seluruh dunia sejak Mei hingga Juni 2019 dengan 23 di antaranya memberikan respons.

“Dari hasil riset, kami dapatkan kriteria calon ketua umum PSSI hendaknya berintegrasi, jauh dari politik, sukses dalam kepemimpinan dan manajerial, sangat senior, memahami sepakbola, independen, dan jago diplomasi,” kata pendiri Ganesport, Amal Ganesha, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (17/7/2019).

Menariknya, responden tidak mengorelasikan sukses dalam karier dan sangat senior itu dengan kaya raya. Meskipun, seorang ketua umum PSSI sejatinya bekerja secara sukarela, tidak menerima gaji.

Sementara itu, kriteria jauh dari politik juga diartikan sedang tidak menjadi pejabat publik atau pemerintahan.

“Kami memang berkonsentrasi kepada kriteria ketua umum, belum menyentuh kepada pemilik suara karena kami ingin menjawab pertanyaan publik soal siapa pengganti pak Edy yang memilih untuk mundur sehingga saat ini ada kekosongan di kepemimpinan PSSI,” ujar Amal.

General Manager APPI, Ponaryo Astaman, yang hadir dalam acara itu menilai tujuh kriteria itu memang harus dimiliki oleh calon ketua umum PSSI. Utamanya pada dua poin.

“Dari tujuh kriteria hasil survei itu sebenarnya sudah pas, tapi yang paling penting independen dan integritas,” ujar Ponaryo.

“Independen itu yang paling banyak disebut orang politik. Itu juga referensi kriteria umum. Sementara itu, independen dalam hal hubungan federasi dengan pemerintah, sponsor dan pihak AFC, FIFA dan lainnya. Independen ini maksudnya tidak bisa dipengaruhi, punya kecerdasan berpikir untuk federasi dan kepentingan sepakbola Indonesia,” Ponaryo menjelaskan.

“Jangan sampai motif politik merusak sepakbolanya. Itulah fungsi independen dan integritas. Jangan sampai hubungan yang seharusnya dijalankan sewajarnya, menjadi manfaat, tapi justru malah diakomodasi oleh kepentingan itu,” Ponaryo menegaskan. [detik]