News  

Akhiri Debat Tahunan Soal Hilal, Muhammadiyah Terapkan Kalender Hijriah Global

Muhammadiyah telah menerapkan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) dalam menentukan awal bulan Hijriah yang diluncurkan bertepatan dengan momen 1 Muharram 1446 Hijriah tahun ini. Penerapan KHGT ini menandai Muhammadiyah meninggalkan kriteria wujudul hilal yang telah digunakan sebelumnya.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menjelaskan bahwa KHGT dikembangkan sebagai respons terhadap isu strategis yang dirumuskan pada Muktamar ke-48 di Surakarta. Menurut Mu’ti, KHGT bertujuan untuk merespons tantangan dalam konteks keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal, tidak hanya untuk urusan-urusan ibadah khusus saja.

Mu’ti menambahkan bahwa kompleksitas isu dalam KHGT beririsan dengan isu politik, baik di level nasional maupun global. KHGT juga menjadi isu yang dinamis ditinjau dari manhaj dan konsekuensi dari penggunaannya.

“Kita selalu menghadapi kritik ketika mendekati Bulan Ramadan, Idulfitri, dan Iduladha, selalu ada debat tahunan yang masalahnya selalu berulang. Apakah hilalnya sudah muncul atau belum?” kata Mu’ti, dikutip dari laman resmi Muhammadiyah Senin (8/7/2024).

Mu’ti berharap dengan diterapkannya KHGT ini, tidak akan ada lagi perdebatan tahunan tersebut sehingga energi umat tidak terkuras karena masih ada urusan lain yang menunggu untuk segera diatasi.

Abdul Mu’ti memandang KHGT tidak hanya menjawab perdebatan tiga waktu penting umat Islam itu saja, tapi juga memberikan kepastian waktu-waktu penting lainnya termasuk jadwal salat sehari-hari, perjanjian, dan seterusnya.

Dalam pertemuan dengan perwakilan dari Islamic Society of North America (ISNA), Abdul Mu’ti menyatakan bahwa ISNA juga menggunakan penanggalan Hijriyah metode hisab. Hisab memberikan akurasi kalender yang berjangka panjang, sehingga ISNA dapat membuat kesepakatan dengan Sekjen PBB agar di awal Syawal PBB tidak menyelenggarakan sidang karena umat muslim merayakan Idulfitri.

“Sidang ditiadakan pada saat Idulfitri untuk menghormati orang Islam yang merayakannya. Karena itu, perhitungan kalender menggunakan hisab memiliki kepastian sehingga ISNA bisa memberikan informasi kepada Sekjen PBB mengenai kapan Idulfitri, dan bisa disinkronkan dengan jadwal persidangan,” ungkapnya.

Sebelumnya, Muhammadiyah menerapkan kriteria wujudul hilal untuk menentukan awal bulan Hijriah. Kriteria ini mensyaratkan awal bulan Hijriah berlaku jika konjungsi atau kesegarisan matahari, bulan, dan bumi yang menandai fase baru bulan terjadi sebelum maghrib dan ketinggian bulan saat itu sudah di atas ufuk. Kriteria ini hanya berlaku di Indonesia.

Dikutip dari laman resmi Muhammadiyah, KHGT memiliki beberapa prinsip yang saling terkait dan melengkapi. Pertama, prinsip keselarasan hari dan tanggal di seluruh dunia memastikan setiap hari memiliki satu tanggal yang sama di seluruh dunia.

KHGT bertujuan menghindari perbedaan dalam menetapkan momen-momen ibadah penting seperti Ramadan dan Syawal. Hal ini merespons perbedaan penentuan hari-hari ibadah yang dapat berlangsung hingga berhari-hari, yang tentunya tidak ideal mengingat pentingnya waktu dalam ajaran Islam.

Kedua, prinsip penggunaan hisab menjadi tak terhindarkan dalam merumuskan KHGT. Sebagai sebuah kalender global, KHGT haruslah direncanakan jauh ke depan dan merekonstruksi tanggal-tanggal masa lalu. Hisab memberikan kepastian yang diperlukan dalam perencanaan aktivitas manusia, berbeda dengan rukyat yang hanya memberikan hasil secara sesaat setelah pelaksanaannya.

Prinsip ketiga, kesatuan matlak global mengakui bahwa penentuan hari dan tanggal haruslah bersifat universal, tidak terikat pada kawasan tertentu. Ketika hilal telah terlihat secara definitif di suatu tempat, hal itu berlaku bagi seluruh penjuru bumi. Pandangan ini menegaskan kesatuan dalam penggunaan kalender, mengingat keterbatasan keterlihatan hilal saat pertama kali terlihat di suatu tempat.

Terakhir, prinsip permulaan hari dalam KHGT mengacu pada kesepakatan internasional tentang waktu, yakni dimulai dan berakhir pada saat tengah malam di garis bujur 180 derajat. Prinsip ini dipilih karena kestabilan dan kepastiannya, serta kemampuannya untuk mengatasi kendala yang timbul dari perubahan lokasi dan waktu terbenam matahari.

(Sumber)