Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sepanjang 5 tahun kepemimpinan Erick Thohir telah melakukan penutupan atau suntik mati bagi perusahaan pelat merah yang bukan hanya memiliki kinerja buruk namun membebani negara.
“Karena memang ada BUMN juga yang tidak perform, dan tidak punya bisnis model ke depan, dan tidak ada fungsi lagi untuk negara, kita tutup juga,” kara Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo dalam Economic Update, CNBC Indonesia, dikutip (2/8).
Dalam perjalanan Kementerian BUMN selama lima tahun terakhir, pihaknya juga membentuk perusahaan yang ditugaskan untuk merawat dan memperbaiki perusahaan sakit, yaitu Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
“Jadi apalah PPA. Itu proses cukup lebar dan memakan waktu untuk melakukan konsolidasi, dan kalau saya kembali secara sedikit, BUMN ini memang macam-macam, ada yang berdiri di zaman Belanda, ada yang berdiri di zaman Orde Baru, ada yang berdiri di zaman Reformasi, nah memang ini seluruhnya kita lakukan transformasi secara menyeluruh,” jelasnya.
Harapannya, perusahaan tersebut dapat memberikan fondasi yang baik untuk pemerintahan berikutnya. “Dalam konteks clustering ini menjadi clustering yang sudah solid, dan siap untuk dibawa maju ke depan,” ucapnya.
Sebagai informasi, saat ini PPA telah mengkaji nasib ke-14 perusahaan. Jika perusahan-perusahaan tersebut tidak dapat diselamatkan maka Kementerian BUMN akan kembali melakukan penutupan. Hal itu seiring dengan rencana perampingan perusahaan BUMN hingga jumlahnya kurang dari 40 perusahaan.
Pembubaran ini seiring dengan target Kementerian BUMN yang akan merampingkan jumlah BUMN hingga kurang dari 40 BUMN dengan 12 klaster di masa mendatang.
“Tadi saya bilang, kalau misalnya tidak bisa diperbaiki, tidak bisa ditransformasi, kita akan nambah penutupan lagi,” ujarnya dikutip Selasa (25/6).
Perusahaan-perusahaan sakit sedang dikaji oleh Perusahaan Pengelola Aset (PPA) dan akan ditentukan apakah dapat dilakukan atau terpaksa di suntik mati. “Kan banyak di PPA, ada 14 perusahaan lagi yang kita kaji,” pungkasnya.
Direktur Utama PT Danareksa (Persero) Yadi Jaya Ruchandi mengatakan, dari total 14 BUMN sakit, 6 di antaranya terancam dibubarkan. Mereka adalah PT Indah Karya (Persero), PT Dok Dan Perkapalan Surabaya (Persero), PT Amarta Karya (Persero), PT Barata Indonesia (Persero), PT Varuna Tirta Prakasya (Persero), dan PT Semen Kupang.
“Yang potensi minimum operasi itu sebenarnya more than likely akan kita setop, apakah nanti lewat likuidasi atau pembubaran BUMN, sepertinya ke sana ujungnya,” kata dalam rapat panja dengan Komisi VI DPR, Senin (24/6).
Selanjutnya, 4 BUMN berpeluang terselamatkan atau dilakukan penyehatan dan restrukturisasi. Empat BUMN tersebut di antaranya, PT Pengusahaan Daerah Industri Pulau Batam (Persero) atau Persero Batam, PT Industri Kapal Indonesia (Persero), PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero), dan PT Boma Bisma Indra (Persero) untuk dialihkan (inbreng) kepada PT Danareksa (Persero).
“Memang kalau mau secara gamblang (bagaimana BUMN yang sakit ke depan) dari 21+1, yang berpeluang (terselamatkan) itu cuma 4,” ujarnya di gedung DPR RI Jakarta, Senin (24/6).
Sementara, sisanya, 4 BUMN lainnya perlu penanganan lebih lanjut yakni PT Industri Telekomunikasi Indonesia, PT Primissima (Persero), Perum Percetakan Negara RI, dan PT Djakarta Lioyd (Persero).
Adapun 14 BUMN yang jadi pasien PPA di antaranya:
PT Barata Indonesia (Persero)
PT Boma Bisma Indra (Persero)
PT Industri Kapal Indonesia (Persero)
PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero)
PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero)
PT Djakarta Lloyd (Persero)
PT Varuna Tirta Prakasya (Persero)
PT Persero Batam
PT Inti (Persero)
Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI)
PT Indah Karya (Persero)
PT Amarta Karya (Persero)
PT Semen Kupang (Persero)
PT Primissima (Persero)
(Sumber)