Kabut Asap Makin Parah, Gerindra Tagih Janji Jokowi Copot Pangdam dan Kapolda

Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) melanda sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan sejak beberapa hari terakhir.

Wilayah yang paling parah terkena kabut asap adalah Riau khususnya Kota Pekanbaru, Palembang, dan Dumai.

Masyarakat diimbau untuk selalu waspada terhadap dampak yang ditimbulkan.

Untuk mengantisipasi dampak kabut asap tersebut, Pemerintah Provinsi Riau bersama jajaran lintas sektoral telah membuat kesepakatan tentang acuan sebagai pedoman bersama.

Hal itu disebutkan Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Riau dr Yohanes saat dihubungi Kompas.com melalui sambung telepon, Kamis (12/9/2019).

“Kita sudah membuat kesepakatan bersama tentang acuan penanganan dampak perubahan kualitas udara akibat kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau,” kata Yohanes.

Sementara itu diberitakan Banjarmasin Post, Jumat (13/9/2019), kabut masih menyelimuti Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Kondisi udara yang tercemar asap dampak kebakaran lahan sesuai dengan papan indeks standar pencemaran udara (ISPU) di Bundaran Besar Palangkaraya menunjukkan status tidak sehat.

Tagih janji Jokowi

Wakil Sekjen Partai Gerindra Andre Rosiade mengatakan kabut asap akibat Karhutla juga telah sampai ke kampung halamannya di Padang Sumatera Barat.

“Janjinya udah enggak ada kebakaran, janjinya akan pecat pejabat TNI dan Polri kalo masih ada kebakaran,” tulis Andre di akun twitter-nya @ andre_rosiade.

Kepada Tribunnews.com, politisi asal Sumatera Barat itu mengatakan cuitannya di twitter terkait kebakaran hutan merupakan wujud keresahan akan lingkungan hidup.

Ancaman Jokowi

Diketahui pada hari ini, Selasa (6/9/2019) lalu, Jokowi bahkan mengancam akan mencopot aparat di daerah yang tak mampu mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Jokowi mengancam mencopot jabatan Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) dan Kapolda yang tidak mampu mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Hal tersebut disampaikan Jokowi saat memberikan pengarahan kepada peserta rapat koordinasi nasional pengendalian karhutla tahun 2019 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (6/8/2019).

“Aturan main kita tetap masih sama, saya ingatkan kepada Pangdam, Danrem, Kapolda, Kapolres, aturan yang saya sampaikan 2015 masih berlaku (copot jabatan tak bisa atasi karhutla),” papar Jokowi.

“Saya kemarin sudah telepon Panglima TNI, saya minta copot yang tidak bisa mengatasi. Saya telepon lagi tiga atau empat hari yang lalu ke Kapolri, copot kalau enggak bisa mengatasi kebekaran hutan dan lahan,” sambung Jokowi.

Jokowi menjelaskan, kerhutla pada 2015 dan tahun sebelum-sebelumnya hampir terjadi di semua provinsi yang kerugiannya mencapai Rp 221 triliun atas lahan terbakar seluas 2,6 juta hektare.

Berdasarkan data yang diterima, kata Jokowi, jika dibandingkan dengan tahun ini dengan 2015 kejadian karhutla menurun 81 persen. Tetapi, dibanding 2018 dengan saat ini mengalami kenaikan dan ke depan tidak boleh terjadi kenaikan lagi.

“Saya minta gubernur, pangdam, kapolda kerja berkolaborasi, bekerja sama dibantu dengan pemerintah pusat, panglima TNI, kapolti, BNPB, BRG. Usahakan jangan sampai kejadian baru bergerak,” ujar Jokowi.

Menurutnya, menghilangkan karhutla memang sulit, tetapi harus ditekan setiap tahunnya dengan melakukan pencegahan dan jangan menunggu api membesar baru dipadamkan.

“Api sekecil apapun segera padamkan, kalau sudah gede apalagi di hutan gambut sangat sulit sekali padamnya. Jangan sampai ada yang namanya status siaga darurat, jangan sampai,” ucap Jokowi.

Penjelasan Menteri Kehutanan

Pekan lalu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya tak terima Indonesia dituding menjadi penyebab tunggal munculnya asap kebakaran hutan dan lahan ( karhutla) di Malaysia.

Untuk itu, dia berencana mengirimkan surat protes ke Duta Besar Malaysia.

“Saya akan menulis surat kepada Dubes (Malaysia) untuk diteruskan kepada Menterinya. Jadi saya kira supaya yang betul datanya,” ujar Siti di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (10/9/2019) seperti dikutip dari artikel Kompas.com berjudul “Bantah RI Penyebab Tunggal Kabut Asap, Menteri Siti Protes Malaysia”.

Siti menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia terus memantau pergerakan asap karthutla.

Menurut dia, berdasarkan hasil rapat dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kabut asap sempat melintasi batas Indonesia hanya satu jam yakni pada Minggu (8/9/2019).

Siti menilai ada informasi yang ditutupi oleh Malaysia soal persoalan asap karhutla. Dia menyebut bahwa asap karhutla juga berasal dari wilayah Malaysia sendiri, seperti Serawak dan Semenanjung Malaya.

“Asap yang masuk ke Malaysia, ke Kuala Lumpur, itu dari Serawak kemudian dari Semenanjung Malaya, dan juga mungkin sebagian dari Kalimantan Barat. Oleh karena itu seharusnya obyektif menjelaskannya,” kata dia.

Dia pun meminta agar Malaysia menyajikan data yang tepat soal kabut asap yang menyelimuti wilayahnya.

Ia meminta Malaysia tak hanya menyalahkan Indonesia sebagai penyebab tunggal kabut asap.

“Karena pemerintah Indonesia betul-betul secara sistematis mencoba menyelesaikan ini dengan sebaik-baiknya. Tetapi memang harus jelas sumber dari mana, data dari mana. Polanya seperti apa,” jelasnya.

Malaysia gusar

Malaysia tengah mempersiapkan untuk membuat hujan buatan setelah kualitas udara di sejumlah negara bagian mencapai level yang tidak sehat.

Hal tersebut akibat adanya kabut asap yang datang dari kebakaran hutan yang terjadi di negara tetangganya, Indonesia.

Kabut asap akibat kebakaran hutan telah rutin menyelimuti sebagian negara di Asia Tenggara setiap musim kemarau, baik lantaran aksi pembukaan lahan, maupun karena faktor alami.

Namun yang pasti, kiriman asap yang sampai melewati batas negara telah memicu kritik dan kecaman dari negara-negara tetangga yang terdampak.

Dalam musibah kabut asap terkini, sebagian wilayah negara bagian Sarawak di timur Pulau Kalimantan telah diselimuti asal selama beberapa hari terakhir.

“Indeks polutan di beberapa titik telah mencapai level yang sangat tidak sehat,” kata Gary Theseira, petugas khusus di Kementerian Lingkungan Malaysia.

“Kondisinya sangat parah di Kuching,” tambah Theseira, kepada AFP, yang merujuk pada kota berpenduduk setengah juta orang di Sarawak, Malaysia.

Dia mengatakan, Malaysia siap untuk menyemai awan untuk mendorong terjadinya hujan, dengan harapan bakal meredakan kabut asap.

“Saat kondisi awan tepat, bahan kimia akan dimuat ke dalam pesawat yang akan lepas landas dan dilanjutkan dengan penyemaian,” ujarnya.

Kondisi asap di Kuching telah dikeluhkan oleh warga, salah satunya Boo Siang Voon (47), seorang insinyur, yang menggambarkan langit di atas kota tampak kabur, panas, dan bau asap.

“Kabut asap tahun ini semakin memburuk. Warga menggunakan masker. Kita seharusnya tidak menerima dampak kesehatan untuk aksi pembakaran terbuka. Kita butuh solusi,” ujarnya kepada AFP.

Tak hanya di kota Kuching, bau asap juga dapat dirasakan di Kuala Lumpur dan Singapura, pada Senin (9/9/2019), meski dari segi indeks polutan masih berada pada level sedang.

Sejumlah warga Kuala Lumpur telah mengeluhkan iritasi pada mata dan juga tenggorokan.

Sementara Departemen Meteorologi Malaysia, pada Minggu (8/9/2019) memperingatkan bahwa cuaca panas akan berlangsung selama sepekan ke depan dan musim hujan baru akan datang pada akhir September atau awal Oktober.

Kementerian Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Inovasi Malaysia, pada Jumat (6/9/2019), mengatakan akan mengajukan keluhan resmi kepada Indonesia atas kabut asap yang menyelimuti negaranya dan menyerukan tindakan cepat untuk memadamkan api.

Otoritas Indonesia telah mengerahkan ribuan personel tambahan sejak bulan lalu untuk mencegah terulangnya kebakaran 2015, yang tercatat sebagai yang paling buruk selama dua dekade.

Asap akibat kebakaran hutan itu juga mencekik wilayah itu dalam kabut selama berminggu-minggu. [tribunnews]