News  

IAW Duga Operator Telekomunikasi Rampok Kuota Internet Milik Rakyat Rp. 623 Triliun

Iskandar Sitorus (IST)

Indonesian Audit Watch (IAW) kembali melontarkan kritik tajam terhadap praktik operator telekomunikasi di Indonesia yang dianggap merugikan publik. Salah satu isu yang disorot adalah hilangnya kuota internet (data) pelanggan karena masa aktif berakhir, padahal kuota tersebut belum digunakan. Menurut IAW, praktik ini adalah bentuk kejahatan ekonomi sistemik yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade dan didiamkan oleh negara.

“Ini bukan masalah teknis, tapi skema penghilangan nilai ekonomi rakyat secara sistemik,” tegas Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri IAW kepada Radar Aktual, Sabtu (13/6/2025).

Ia menambahkan bahwa masyarakat membeli kapasitas data, bukan menyewa waktu atau hari, sehingga seharusnya data yang telah dibayar tidak boleh hangus.

Dalam pernyataannya, IAW mengkritik keras Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) dan para operator yang berdalih bahwa spektrum frekuensi hanya bisa digunakan dalam masa tertentu. Menurut Iskandar, dalih itu tidak relevan karena token listrik dan e-toll yang juga berbasis frekuensi tidak mengalami penghangusan meskipun tidak digunakan dalam periode tertentu.

“Di negara seperti Australia dan Malaysia, sisa kuota yang belum terpakai bisa rollover atau dikonversi ke periode berikutnya. Tapi di Indonesia, dibiarkan musnah seolah-olah bukan hak milik rakyat,” ujar Iskandar, yang dikenal vokal dalam isu-isu pengawasan anggaran publik.

Secara hukum, menurut IAW, Peraturan Menteri Kominfo No. 5 Tahun 2021 Pasal 74 memang mengatur tentang masa aktif layanan, namun tidak ada satu pasal pun yang secara eksplisit membolehkan operator menghapus kuota yang sudah dibeli pelanggan.

Karena itu, IAW mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera melakukan audit investigatif terhadap laporan keuangan seluruh operator seluler di Indonesia sejak tahun 2010. IAW memperkirakan telah terjadi penghilangan nilai ekonomi publik sebesar Rp613 triliun dalam bentuk kuota hangus yang tidak pernah dikompensasi atau dilaporkan secara transparan.

“Kalau kuota hangus terus dibiarkan tanpa audit, tanpa restitusi, dan tanpa sanksi hukum, maka negara secara terang-terangan telah membiarkan operator mengambil uang rakyat dan memusnahkannya,” pungkas Iskandar.