Masyarakat Tuban memiliki takjil favorit ketika bulan Ramadan tiba yaitu bubur suro. Bubur bercita rasa khas rempah ini dipercaya sudah ada sejak zaman Sunan Bonang menyiarkan Islam pada tahun 1500 an.
Dimuat dari Kompas, adanya tradisi khas ini masih dipertahankan oleh Yayasan Mabarrot Sunan Bonang. Bahkan pada era kolonial Belanda, bubur suro itu dibagikan gratis kepada masyarakat untuk mengatasi krisis pangan.
“Kala itu bubur ini untuk menyiasati krisis pangan berkepanjangan saat puasa pada masa penjajahan Belanda. Namun, saat ini bubur suro bisa dinikmati semua yang ikut antre untuk berbuka puasa saat Ramadan,” tutur Sekretaris Mabarot Kompleks Makam Sunan Bonang, Hidayatur Rohman.
Resep masih bertahan
Setiap hari panitia membutuhkan beras sekitar 15 hingga 20 kg untuk pembuatan bubur, daging dan balungan 10 kg, santan kelapa, hingga bumbu rempah. Warga sangat semangat bergantian mengolah dan mengaduk berbagai bumbu di atas wajan.
“Setiap masak bubur suro dibutuhkan beras 15 kilogram, daging campur balungan 10 kilogram, aneka rempah dan santan kelapa ya,” imbuhnya.
Moh Lazim, salah seorang pembuat bubur suro mengaku resep pembuatan kuliner ini telah diwarisi turun temurun. Cara memasak bubur suro ini pun masih tradisional, yakni dengan menggunakan kayu bakar.
“Proses masak membutuhkan waktu sekitar dua jam, setelah ashar, bubur di dua kuali bisa dibagikan ke 150 orang,” terangnya.
Diperebutkan masyarakat
Masyarakat atau peziarah yang kebetulan sedang berada di kompleks makam Sunan Bonang tak sedikit yang ikut antri. Dengan membawa ember, piring hingga timba mereka ikut berbaris untuk mendapatkan jatah bubur ini.
Bagi penikmat, bubur suro ini mempunyai rasa gurih. Aroma rempah-rempah dan daging sapinya sangat terasa. Banyaknya jumlah warga yang mengantri membuat bubur ini langsung habis dalam waktu kurang dari lima belas menit.
“Tadi berangkat dari rumah jam 1 siang. Sekalian sholat di sini. Karena ketagihan pengen makan bubur suro lagi,” ungkap Cholis, pengantri bubur.
Para peziarah yang ikut mengantri tidak hanya ingin merasakan kelezatan dari bubur itu. Tetapi ada juga yang berharap khasiat dan berkah dari bubur suro itu. Karena itu mereka rela jauh-jauh datang ke sana.
“Alhamdulilah tadi ikut antri bubur suro yang adanya hanya di bulan Ramadan, insya Allah seru juga enak pastinya, kayak gule, dan kebuli.” tutur Nadiya.