Tak banyak yang tahu, di balik keindahan ukiran dan pesona pantai, Jepara juga menyimpan kuliner khas yang patut dicoba, yakni horog-horog.
Bagi masyarakat Jepara, makanan tradisional ini bisa menjadi pilihan sumber karbohidrat alternatif yang tak kalah dengan nasi.
Dibuat dari pati pohon aren, kuliner ini menyajikan sensasi unik yang berbeda dari kebanyakan hidangan lain. Ingin tahu lebih dalam soal horog-horog? Temukan semua jawabannya di sini
Awal Mula Horog-Horog jadi Makanan Pilihan Pengganti Nasi
Dilansir dari Suara Baru, Horog-Horog mulai dikonsumsi oleh masyarakat Jepara sebagai makanan pengganti nasipada masa penjajahan Jepang.
Pada masa itu, pemerintah Jepang melarang masyarakat Jepara mengonsumsi nasi dan menjual beras hasil panen kepada warga. Jika melanggar, maka akan mendapatkan hukuman berat.
Sebagai gantinya, mereka terpaksa mengonsumsi ketela, jagung, umbi-umbian, dan sagu.
Melihat melimpahnya pohon aren yang tumbuh di Jepara saat itu, masyarakat berinisiatif mengolah batang pohon aren menjadi tepung. Tepung ini kemudian dimasak menjadi horog-horog.
Makanan ini terbukti kaya protein dan karbohidrat. Hal ini menjadikannya alternatif pengganti nasi yang mudah didapatkan.
Dari Mana Nama Horog-Horog Ini Berasal?
IDN Times Jateng melaporkan bahwa asal mula nama horog-horog diambil dari istilah ‘mengkorok’, yang berarti bentuk butiran menggumpal hasil penggorengan.
Penamaan tersebut merupakan kebiasaan orang-orang zaman dahulu yang sering menamai sebuah makanan berdasarkan bentuk fisik atau tampilannya.
Seperti Apa Wujud dari Kuliner Horog-Horog Ini?
Horog-horog memiliki ciri-ciri yang mudah dikenali, di antaranya berbentuk butiran-butiran kecil tidak beraturan mirip busa styrofoam dengan tekstur yang kenyal dan padat.
Kemudian, warna panganan kenyal khas Jepara ini cenderung abu-abu, tetapi sedikit transparan. Sementara itu, sajian bertekstur unik ini memiliki rasa hambar, sehingga sangat cocok dipadukan dengan aneka lauk pauk atau bumbu pendamping.
Bagaimana Cara Membuatnya?
Mengutip laporan Suara Baru, horog-horog dibuat dari pati aren murni yang dicampur air dengan melalui proses pembuatan yang terbilang cukup panjang, rumit, dan memakan waktu lama.
Proses ini dimulai dengan pengerukan sagu dari batang aren yang telah ditebang, lalu diolah menjadi tepung aren.
Tepung ini lantas dijemur hingga benar-benar kering. Setelah itu, tepung tersebut disangrai dengan api kecil atau diletakkan di atas bara panas.
Tepung yang sudah kering kemudian didinginkan, lalu diaduk dengan air. Setelah itu, adonan dikukus hingga matang.
Selanjutnya, adonan yang sudah dikukus diaduk lagi tanpa penambahan air. Kemudian, adonan dikukus kembali sambil terus diaduk hingga membentuk gumpalan-gumpalan kecil berbentuk kristal dengan tekstur kenyal.
Terakhir, adonan yang sudah matang dimasukkan ke wadah beralas daun pisang dan dipadatkan. Setelah dingin, adonan tersebut dipotong menjadi butiran-butiran kecil yang siap saji.
Konon berdasarkan mitos yang beredar, cita rasa horog-horog ini sangat bergantung pada suasana hati pembuatnya, menurut informasi dari Kulinear.
Jika pembuatnya Ikhlas, maka hasilnya bagus. Namun, apabila pembuatnya merasa kesal, kemungkinan besar tidak akan berhasil.
Merujuk pada IDN Times Jateng, awalnya horog-horog dikonsumsi masyarakat di zaman penjajahan Jepang bersama lauk atau sayur seadanya, seperti ikan bakar dan sayur lompong.
Namun, kini kuliner khas Jepara ini bisa dinikmati dengan beragam lauk modern, seperti pecel, sate kikil, soto, bakso, dan masih banyak lagi. Meski begitu, makanan ini tetap lezat disantap tanpa tambahan lauk apa pun.
Selain itu, hidangan ini juga bisa disajikan bersama minuman segar, seperti rujak degan, es teler, dan es campur. Kombinasi ini menjadikannya suguhan yang pas untuk menjamu tamu.
Berapa Kisaran Harga Untuk Seporsi Horog-Horog?
Secara umum, horog-horog belum banyak diketahui oleh masyarakat luas. Keberadaan kuliner ini cenderung terbatas di wilayah Jepara saja, sehingga sangat sulit mencarinya di luar daerah asalnya.
Makanan unik dari tepung aren ini dapat dengan mudah ditemukan di pasar-pasar tradisional Jepara. Biasanya, makanan ini disajikan secara tradisional, yakni dibungkus menggunakan daun pisang atau daun jati.
Harga perbungkusnya pun cukup terjangkau, yakni antara Rp1.000 hingga Rp5.000 untuk porsi kecil, untuk porsi seperempat seharga Rp8.000, dan untuk porsi satu wadah penuh sekitar Rp30.000.
Beberapa desa bahkan dikenal sebagai sentra penghasil utama makanan pokok dari aren ini, seperti Desa Menganti, Bugel, Karanggondang, dan Plajan.
Menariknya, sajian unik ini juga sering kali muncul dalam acara-acara tertentu, seperti perayaan adat atau festival kuliner.
Nah, itulah sekilas informasi tentang horog-horog, makanan tradisional khas Jepara yang terbuat dari tepung aren. Saat berkunjung ke Jepara, jangan lewatkan kesempatan mencicipi kuliner tradisional ini, ya Kawan GNFI!