Mantan Direktur Utama PT Indofarma (Persero), Arief Pramuhanto, didakwa terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) pada periode 2020-2023. Perbuatannya disebut merugikan negara hingga Rp 377 miliar.
Arief didakwa melakukan korupsi bersama-sama dengan: Gigik Sugiyo Raharjo selaku Direktur PT Indofarma Global Medika; Cecep Setiana Yusuf selaku Head Of Finance PT Indofarma Global Medika; dan Bayu Pratama Erdiansyah selaku Manager Akuntansi dan Keuangan PT Indofarma. Keempatnya disidang dalam berkas terpisah dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (17/3).
“Bahwa akibat dari perbuatan terdakwa Arief Pramuhanto selaku Direktur Utama PT. Indofarma dan Komisaris Utama PT. IGM bersama-sama dengan Gigik Sugiyo Raharjo, Cecep Setiana Yusuf, dan Bayu Pratama Erdhiansyah telah merugikan keuangan negara pada PT Indofarma dan anak perusahaan atas Pengelolaan Keuangan pada PT Indofarma, Anak Perusahaan dan Instansi Terkait Lainnya yaitu sebesar Rp 377.491.463.411,23,” ujar jaksa membacakan dakwaan.
Pembelian Bahan Baku Masker
Jaksa memaparkan, ada sejumlah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Arief dkk. Salah satunya, pada 2020, Arief melakukan kerja sama operasi dengan produsen alkes dari Hongkong, SWS (HK) Ltd, dalam pembuatan masker, pembelian bahan baku masker, dan pembelian masker jadi.
Dalam kerja sama tersebut, Indofarma diduga telah merugikan negara hingga Rp 18,8 miliar. Kerugian itu disebabkan adanya kelebihan pembayaran, pengadaan tanpa kontrak, hingga tersisanya bahan baku pembuatan masker yang tak terpakai.
Kemudian, masih di tahun yang sama, para terdakwa juga melakukan pembelian dan penjualan produk rapid test panbio.
PT Indofarma Global Medika (IGM) membeli sebanyak 51.202 box atau 1.280.050 pcs rapid tes panbio itu ke PT Itama Ranoraya. Total uang yang dibayarkan mencapai Rp 135,8 miliar.
PT IGM lalu menjual kembali rapid test tersebut ke PT Promedik seharga Rp 149,9 miliar. Namun, proses penjualan diduga tidak sesuai ketentuan. Sehingga, Promedik kekurangan bayar hingga Rp 124 miliar.
Karena hal tersebut, para terdakwa akhirnya sepakat untuk seolah-olah membuat PT Promedik telah melakukan pelunasan pembayaran. Caranya, dengan mengajukan pinjaman ke sejumlah bank. (Sumber)