Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut eks Direktur Operasi Ritel PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), Sahata Lumban Tobing (SHT) dengan pidana penjara 4 tahun 6 bulan.
Jaksa meyakini Sahata melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait pembayaran komisi agen dari PT Jasindo kepada PT Mitra Bina Selaras (MBS) periode 2017-2020. Potensi kerugian negara Rp38 miliar.
“Menyatakan terdakwa Sahata Lumban Tobing telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata Jaksa saat membacakan surat tuntutan dalam sidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (11/4/2025).
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sahata Lumban Tobing dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan,” sambung jaksa.
Selain pidana pokok, Sahata dituntut membayar denda Rp250 juta. Jika tidak dibayar, Sahata digantikan dengan pidana kurungan 6 bulan.
Jaksa juga menuntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp525,4 juta. Namun, tuntutan itu tidak dibebankan karena Sahata telah mengembalikan uang hasil korupsi tersebut kepada negara.
Dalam perkara ini, Sahata diduga melakukan korupsi bersama pemilik PT Mitra Bina Selaras, Toras Sotarduga Panggabean (TSP), yang juga dituntut 3 tahun 5 bulan penjara.
Toras turut dituntut membayar denda sebesar Rp250 juta, subsider 6 bulan kurungan jika tidak dibayar. Ia juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp7,6 miliar. Namun, kewajiban itu tidak dibebankan kembali karena uang tersebut telah dikembalikan kepada negara.
Menanggapi tuntutan jaksa, Sahata dan Toras akan mengajukan pleidoi atau nota pembelaan. Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh menjadwalkan sidang pleidoi pada Kamis (17/4/2025) pekan depan.
Sebelumnya, jaksa mendakwa Sahata dan Toras atas tindak pidana korupsi dalam pembayaran komisi agen dari PT Jasindo kepada PT MBS pada 2017–2020 yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp38 miliar.
Selain bersama Toras, Sahata juga diduga melakukan kejahatan ini bersama sejumlah Kepala Cabang Jasindo, yakni Ari Prabowo (Kacab S Parman 2017-2018), Heru Wibowo (Kacab S Parman 2018-2020), Jery Robert Hatu (Kacab Pemuda 2016-2018), M. Fauzi Ridwan (Kacab Pemuda 2018-2020), Yoki Triyuni Putra (Kacab Semarang 2016=2018 dan Kacab Makassar 2018–2019), serta Umam Taufik (Kacab Semarang 2018-2021).
Mereka diduga menunjuk PT MBS yang tidak terdaftar sebagai perusahaan agen resmi berdasarkan OJK, sebagai mitra PT Jasindo secara melawan hukum.
Jaksa menyebut Sahata telah merekayasa kegiatan keagenan PT MBS dan melakukan pembayaran komisi kepada perusahaan tersebut seolah-olah sebagai imbalan atas jasa penutupan asuransi di kantor-kantor cabang Jasindo, padahal kenyataannya tidak menggunakan jasa PT MBS.
Diketahui, Sahata dan Toras telah saling mengenal sejak duduk di bangku sekolah di Tarutung, Sumatra Utara. Pada 2016, keduanya bertemu kembali. Sahata kemudian mengajak Toras untuk memberikan dana talangan, dengan imbal hasil berupa komisi agen. Toras menyetujuinya.
Sahata kemudian mengenalkan Toras kepada sejumlah kepala cabang Jasindo, yakni Fauzi Ridwan, Jery Hatu, dan Ari Prabowo. Ia juga meminta Toras untuk bersedia menjadi penyedia dana talangan serta mendirikan perusahaan yang akan bertindak sebagai agen PT Jasindo.
Toras kemudian mendirikan PT MBS yang disahkan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM pada 2017. Perusahaan itu kemudian ditetapkan sebagai agen PT Jasindo dan digunakan untuk menyalurkan komisi agen pada beberapa cabang Jasindo seperti di S Parman Jakarta, Pemuda Jakarta, Semarang, dan Makassar.
Atas perbuatan itu, para terdakwa dianggap telah memperkaya diri sendiri, orang lain, maupun korporasi. Sahata disebut memperoleh keuntungan sebesar Rp525,4 juta dan Toras sebesar Rp7,6 miliar. Selain itu, Ari Prabowo disebut menerima Rp23,5 miliar, Fauzi Ridwan Rp1,9 miliar, Yoki Triyuni Rp1,7 miliar, Umam Taufik Rp1,4 miliar, dan salah satu bank BUMN Rp1,3 miliar. Angka tersebut berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait dugaan korupsi pembayaran komisi agen oleh PT Jasindo periode 2017-2020.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.(Sumber)