Tekno  

Pengguna Nilai Facebook Ketinggalan Zaman, Meta Susah Payah Lawan Kejayaan TikTok

Jejaring sosial Facebook pernah berjaya sekitar tahun 2010-an. Kini, Facebook mendapat persaingan ketat dari media sosial lain, seperti TikTok dan “saudaranya” sendiri, Instagram.

Pertumbuhan pengguna Facebook juga cenderung melamban dan tertinggal dari pesaingnya. Salah satu penyebabnya, Facebook dinilai ketinggalan zaman.

Sejak 2022, Meta, induk perusahaan Facebook, telah bekerja keras mencari cara untuk mengembalikan posisi Facebook agar menjadi platform yang relevan dengan perkembangan zaman dan tren budaya saat ini.

Hal ini terungkap dalam email internal perusahaan yang ditampilkan oleh Komisi Perdagangan Federal (FTC) Amerika Serikat sebagai lampiran bukti saat Meta mengikuti persidangan antimonopoli, pekan ini.

Dalam e-mail tersebut, para petinggi Meta menyadari bahwa relevansi budaya Facebook terus memudar.

Mereka turut mempertimbangkan berbagai visi yang dibuat khusus untuk membuat Facebook bisa bersaing kembali dengan platform media sosial lain, yang lebih populer di kalangan pengguna muda.

Namun, hingga 2025, permasalahan ini pun ternyata masih terus menjadi fokus utama perusahaan.

Dalam laporan pendapatan Q4 perusahaan yang dirilis pada Januari lalu, CEO Meta, Mark Zuckerberg, secara terbuka mengakui bahwa perusahaan sedang berusaha keras untuk mengembalikan relevansi budaya Facebook.

Salah satunya yaitu dengan menghidupan kembali konsep “OG Facebook”. Konsep ini merujuk pada pengalaman interaksi sosial yang lebih terfokus pada hubungan antar teman.

Interaksi inilah yang menjadi salah satu daya tarik utama Facebook saat pertama kali aplikasi tersebut diluncurkan.

Untuk mewujudkan konsep tersebut, Meta berupaya untuk merilis ulang tampilan tab “Friends” yang telah diperbarui di timeline Facebook.

Langkah ini disebut sebagai bagian dari solusi perusahaan yang ingin mengembalikan nuansa Facebook seperti saat masa populernya dulu.

Dalam serangkaian e-mail tersebut, Zuckerberg juga bahkan sempat membahas kekhawatirannya soal struktur dan format “Friends” yang dianggapnya sudah ketinggalan zaman.

Sebab, platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter, telah lama menggunakan sistem “follow” sebagai basis interaksi sosial penggunanya.

Dirinya turut mempertimbangkan untuk menghapus format “Friends” di Facebook dan menyarankan agar para pengguna menghapus semua teman di akun Facebook mereka dan meminta seluruh penggunanya untuk memulai dari awal lagi.

Melalui e-mail yang dikirim pada 2022 itu, Zuckerberg menuliskan beberapa kekhawatirannya terkait masa depan Facebook.

Adapun dirinya membagi ke dalam tiga poin utama yang membahas soal turunnya relevansi budaya Facebook, struktur tab “Friends”, serta beberapa solusi, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari laporan Techcrunch, Rabu (23/4/2025).

1. Kekhawatiran soal menurunnya relevansi budaya
Salah satu kekhawatiran yang diungkap Zuckerberg yaitu soal menurunnya relevansi budaya Facebook dengan tren zaman sekarang.

Ia menyampaikan bahwa meskipun tingkat keterlibatan (engagement) Facebook masih stabil di banyak wilayah, relevansi budaya platform ini justru menurun secara drastis.

“Meskipun keterlibatan aplikasi FB stabil di banyak tempat, rasanya relevansi budayanya menurun dengan cepat dan saya khawatir ini mungkin menjadi indikator utama masalah kesehatan di masa mendatang,” tulisnya.

Ini artinya, jika Facebook tidak bisa mengikuti perkembangan zaman saat ini, maka bukan tidak mungkin performa platform ini akan menurun di masa depan.

Bahkan, menurutnya, meskipun aplikasi lain seperti Instagram dan WhatsApp masih menunjukkan kinerja yang baik, hal itu masih tetap tidak cukup.

Sebab, dalam hal ini Facebook diposisikan sebagai produk utama. Jika performanya terus mengalami penurunan signifikan, maka masa depan Meta secara keseluruhan bisa ikut terancam.

Oleh karena itu, Meta terus berupaya untuk memperbaiki situasi ini supaya Facebook bisa terus bertahan dan beradaptasi dengan perkembangan zaman saat ini.

2. Struktur “Friends” dianggap sudah ketinggalan zaman
Kekhawatiran yang kedua yaitu Zuckerberg merasa bahwa struktur “Friends” atau fitur pertemanan di aplikasi Facebook sudah ketinggalan zaman alias tidak banyak digunakan di era sosial media saat ini.

Meskipun tab tersebut telah menjadi ciri khas Facebook, namun kehadirannya sudah tidak lagi relevan dengan tren zaman sekarang.

Dirinya bahkan merinci beberapa alasan mengapa di zaman sekarang pengguna sudah meninggalkan konsep pertemanan di Facebook dan beralih ke aplikasi media sosial lain.

Selain karena dianggap sudah basi dan ketinggalan zaman, pengguna saat ini lebih familiar dengan fitur follow atau “mengikuti” orang terlebih dahulu tanpa harus saling terhubung atau diikuti kembali (follow back).

Sebagai gambaran, budaya di Facebook, terutama saat masa kejayaannya beberapa tahun lalu, agak sedikit berbeda. Pengguna umumnya menambahkan teman (Add Friends) dan meminta agar teman tersebut menambahkannya kembali agar bisa saling terhubung.

Nah, budaya ini dianggap sudah tidak relevan dengan media sosial saat ini.

“Meminta seseorang yang baru sebagai teman terasa berat, yang membuat sulit untuk memperbaiki masalah pertama. Sering kali ketika saya bertemu seseorang atau mulai tertarik pada seseorang, saya hanya ingin mengikuti mereka terlebih dahulu tetapi tidak meminta apa pun dari mereka,” jelasnya.

Ini jelas menggambarkan perbedaan antara aplikasi Facebook yang mengusung sistem pertemanan, dengan platform lain seperti Instagram yang lebih fleksibel dengan sistem follow.

“Aplikasi FB memiliki konsep pertemanan, jadi jika ada cara untuk menyegarkannya dan menjadikannya bagian yang lebih relevan dalam kehidupan di tahun 2020-an, maka ini bisa menjadi jalan yang baik,” tulis Zuckerberg.

3. Solusi untuk masa depan Facebook
Tidak hanya menulis soal kekhawatiran dirinya terkait masa depan Meta, Zuckerberg juga memberikan beberapa solusi alias upaya yang bisa dilakukan Meta untuk mengembalikan daya tarik Facebook agar kembali digunakan oleh banyak pengguna.

Salah satunya yaitu dengan menghapus fitur “Friends” dan menggantinya dengan “Following”, mirip dengan yang ada di platform media sosial Instagram.

Jadi, alih-alih mempertahankan fitur “Friends” yang sudah menjadi ciri khas Facebook, kemungkinan, platform tersebut akan beralih menggunakan sistem “follow”.

“Setiap jejaring sosial modern lainnya dibangun berdasarkan (konsep) mengikuti dan bukan berteman, jadi tampaknya mungkin aplikasi FB sudah ketinggalan zaman karena tidak pernah mengadopsi inovasi mendasar ini,” jelasnya.

Bahkan, Zuckerberg juga memberikan solusi agar nantinya, fitur following di Facebook tidak hanya diterapkan untuk akun publik saja, tetapi juga ke akun pribadi masing-masing pengguna.

Selain itu, Bos Meta juga ingin konsep “Like Pages” atau menyukai halaman dihapus. Fitur ini dulunya digunakan untuk berinteraksi antar pengguna dan brand, komunitas maupun tokoh publik.

Namun, dengan alasan yang sama, Zuckerberg merasa bahwa fitur ini sudah tidak lagi relevan dengan tren sosial media saat ini.

Solusi terakhir, yang menurut Zuckerberg merupakan ide tergila yaitu menghapus seluruh jaringan pertemanan pengguna dan meminta mereka untuk memulai semuanya dari nol.

Artinya, jika upaya ini benar diterapkan, maka pengguna akan kehilangan semua koneksi pertemanannya yang ada di akun Facebook mereka saat ini.

“Salah satu ide yang mungkin gila adalah mempertimbangkan untuk menghapus grafik semua orang dan meminta mereka memulai lagi,” tulis Zuckerberg.

Meski begitu, Ia juga sadar bahwa ide tersebut mengandung risiko besar karena bisa jadi akan banyak pengguna yang enggan membangun ulang koneksi pertemanan mereka.

Bahkan yang lebih parah, yaitu memilih untuk tidak aktif lagi dalam menggunakan platform Facebook.

Oleh karena itu, Zuckerberg menyarankan, sebelum menerapkan kebijakan ini, Meta akan melakukan eksperimen terlebih dahulu dengan menguji penghapusan tersebut di negara yang lebih kecil.

Hal ini bertujuan untuk melihat bagaimana respons pengguna jika kebijakan tersebut benar-benar dilakukan.

Namun, terlepas dari apapun solusi yang diberikan Zuckerberg tersebut, kesaksiannya dalam persidangan antimonopoli ini menggambarkan bagaimana susah payah Meta dalam mempertahankan Facebook di tengah dominasi platform media sosial lain yang lebih relevan dengan perkembangan zaman.(Sumber)