Beathor Suryadi, seorang politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), kembali membuat pernyataan terkait dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam pandangannya, Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai lembaga pendidikan ternama di Indonesia telah menceburkan diri dalam permainan politik yang ia anggap tidak sehat dan penuh intrik.
Beathor secara tegas menuding UGM tidak bersikap netral dalam polemik dugaan ijazah palsu Jokowi. Menurutnya, sebagai institusi pendidikan tinggi yang memiliki reputasi, UGM seharusnya menjaga integritas dan tidak terlibat dalam kepentingan politik tertentu.
“UGM sebagai lembaga pendidikan ikut menceburkan diri dalam permainan politik kotor ini terkait dugaan ijazah palsu Jokowi. Harusnya UGM jujur dan bebas dari permainan ini,” ujar Beathor dalam pernyataan kepada Radar Aktual, Selasa (13/5/2025)
Lebih lanjut, Beathor menilai, Jokowi merupakan sosok yang polos dan cenderung apa adanya. Ia mengingat momen ketika Jokowi maju dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta (Pilgub DKI) sebagai bukti kejujuran dan kesederhanaan Jokowi.
“Jokowi itu sosok yang polos, lihat saat dia tampil di Pilgub DKI, apa adanya. Maka dia akan tunjukkan ijazah aslinya ketika ditanya, siapapun,” tambah Beathor.
Beathor juga mengungkapkan fenomena maraknya pembuatan ijazah palsu yang muncul seiring dengan momentum Pilkada dan Pemilu. Ia menggambarkan situasi di kawasan Simpang Pramuka yang pernah ramai dengan UMKM jasa pengetikan dokumen, di mana pembuatan ijazah palsu dengan legalisir bisa dilakukan dengan mudah.
“Sewaktu Simpang Pramuka masih ramai UMKM pengetikan surat dokumen, apa saja bisa mereka kerjakan. Ijazah palsu lengkap dengan legalisirnya. Bisnis pengetikan ini bomnya saat musim Pilkada dan Pemilu,” ungkapnya.
Selain itu, Beathor juga mengkritik fenomena perolehan gelar S2 dari kampus yang berlokasi di ruko-ruko. Menurutnya, tren ini semakin mengaburkan makna pendidikan yang sesungguhnya.
Beathor tidak menutup mata terhadap kenyataan bahwa sejumlah kader PDIP juga terlibat dalam penggunaan ijazah palsu. Ia bahkan menyebut beberapa dari mereka sudah menduduki kursi DPRD sebelum akhirnya dipecat. Hal ini, menurut Beathor, mencerminkan lemahnya pengawasan dalam dunia pendidikan.
Beathor juga mempertanyakan apakah UGM pernah menandatangani surat berita acara terkait kedatangan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan KPU Pusat dalam proses verifikasi ijazah Jokowi. Ia menilai, jika UGM pernah terlibat dalam hal ini, maka akan muncul persoalan baru yang lebih kompleks.
“Jika UGM diminta jawab apakah pernah tanda tangan surat berita acara kedatangan KPUD dan KPU Pusat, pasti akan repot,” pungkas Beathor.