Uang Hasil Penjualan Chelsea Rp. 51,7 Triliun Dibekukan, Miliarder Roman Abramovich Digugat

Dana penjualan Chelsea sebesar 2,35 miliar pounds atau setara Rp51,7 triliun (kurs Rp22.019 per pounds) yang dibekukan disadari kemungkinan tidak akan pernah sampai ke Ukraina. Hal ini disampaikan seorang pejabat yang terlibat dalam kesepakatan yang dibuat dengan Roman Abramovich .

Empat perdana menteri dan lima kanselir menghadapi pertanyaan tentang mengapa butuh lebih dari tiga tahun bagi Abramovich untuk diancam dengan tindakan hukum untuk memecahkan kebuntuan terkait pelepasan uang untuk membantu korban invasi Rusia ke tetangganya, Ukraina.

Hal ini menjadi sorotan setelah terungkap bahwa Menteri Keuangan Inggris, Rachel Reeves dan Menteri Luar Negeri, David Lammy sedang bersiap membawa Abramovich ke pengadilan di tengah perselisihan tentang cara menggunakan dana yang didapatkan dari menjual Chelsea yang saat dibekukan karena sanksi seiring dugaan keterkaitannya dengan Putin.

Apa yang menjadi perhatian yakni interpretasi dari “akta perjanjian” antara Pemerintah dan Abramovich di mana Ia setuju agar uang tersebut dialokasikan untuk amal “dengan tujuan membantu korban perang di Ukraina.”

Ketika menjual Chelsea, Abramovich secara publik menyatakan, bahwa dia ingin hasilnya digunakan “untuk kepentingan semua korban” – yang pada saat itu, tampaknya termasuk mereka dari Rusia. Pemerintah Inggris menolak untuk mempertimbangkan hal ini, atau uang yang dibelanjakan untuk krisis kemanusiaan lain, seperti perang di Gaza atau kelaparan di Afrika.

Seorang pejabat yang terlibat dalam negosiasi pada tahun 2022, yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan kepada Telegraph Sport: “Hari pertama, kami khawatir. Kami pergi dengan mata terbuka dengan fakta bahwa ini adalah kemungkinan. Tetapi memang tidak ada alternatif lain”.

Pejabat tersebut mengatakan bahwa ada dampak Abramovich memblokir pelepasan dana Ukraina menjadi tidak penting dibandingkan dengan ketakutan bahwa dia “akan membiarkan Chelsea bangkrut” jika kesepakatan untuk menjual klub tidak tercapai sebelum akhir musim saat itu, atau bahwa dia akan mencoba “mengambil kembali uang tersebut secara hukum” jika sanksi terhadapnya dicabut.

“Keputusan itu adalah menaruhnya di tempat yang kami tahu dia tidak bisa menjangkaunya, dan kemudian ada prinsip bahwa amal ini akan dibentuk dan bahwa ia akan menghabiskan uang itu dengan bijak,” tambah pejabat tersebut.

“Bahwa ini telah berlangsung hingga titik ini adalah bukti bahwa Pemerintah belum menginvestasikan tekanan finansial, sumber daya, atau politik dalam menangani apa yang, sejak hari pertama, sudah sangat jelas akan menjadi sebuah masalah,” bebernya.

Ancaman Inggris GugatAbramovich
Ada ancaman dari pemerintah Inggris, bahwa mereka bakal menuntut miliarder Rusia, Roman Abramovich untuk mencairkan 2,34 miliar euro atau sekitar USD3,2 miliar dari hasil penjualan klub sepak bola Chelsea. Menjadikan hasil penjualan tersebut sebagai bantuan kemanusian untuk Ukraina.

Dilansir dari Bloomberg, Abramovich menjual Chelsea kepada konsorsium yang dipimpin oleh investor Amerika Todd Boehly pada Mei 2022, setelah dia mendapatkan sanksi dari Inggris dan Uni Eropa atas dugaan hubungannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Tiga tahun sejak itu, hasil penjualan Chelsea dibekukan di rekening bank Inggris dan tidak dapat dipindahkan atau digunakan tanpa izin Kantor Pelaksanaan Sanksi Keuangan, bagian dari Kementerian Keuangan Inggris.

Pemerintah Inggris telah berkali-kali mengatakan bahwa Abramovich harus menggunakan uang hasil penjualan Chelsea itu untuk donasi atau bantuan kemanusiaan bagi Ukraina. Inggris berupaya mencapai kesepakatan dengan Abramovich soal penggunaan uang itu, tetapi belum ada kesepakatan.

Terbaru pada awal Juni 2025, pemerintah Inggris mengeluarkan pernyataan resmi bahwa tidak dapat mencapai kesepakatan tersebut dengan Abramovich sehingga mempertimbangkan untuk menyeretnya ke meja hijau.

Pemerintah bertekad untuk melihat hasil penjualan klub sepak bola Chelsea disalurkan untuk tujuan kemanusiaan di Ukraina, menyusul invasi ilegal skala penuh Rusia. Kami sangat frustrasi karena sejauh ini belum mungkin mencapai kesepakatan tentang hal ini dengan Tuan Abramovich,” ujar Menteri Keuangan Inggris Rachel Reeves dan Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy dalam sebuah pernyataan bersama, dilansir dari Bloomberg pada Rabu (4/6/2025).

Pemerintah Inggris menyatakan pintu negosiasi dengan Abramovich akan tetap terbuka, bahkan siap mengupayakannya melalui pengadilan, jika dibutuhkan. Pihak Inggris ingin memastikan masyarakat Ukraina dapat memperoleh manfaat dari upaya tersebut sesegera mungkin.

Inggris telah bekerja sama dengan Komisi Eropa dan pemerintah Portugal -tempat Abramovich memegang kewarganegaraan- untuk memastikan kepatuhan terhadap sanksi dan menentukan tujuan dari hasil tersebut, tetapi prosesnya terbukti rumit.(Sumber)