Beathor Suryadi, tokoh senior PDIP dan mantan tenaga ahli di Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan Republik Indonesia (BP Taskin RI), kembali mengguncang jagat politik nasional. Dalam pernyataan terbaru yang disampaikannya kepada media, Beathor secara terbuka meminta Prof. Dr. Paiman Raharjo mengakui keterlibatannya dalam dugaan pembuatan ijazah Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) yang selama ini disebut-sebut berasal dari “Pasar Pojok Pramuka”.
“Pak Paiman, akui saja. Bilang kepada publik bahwa Anda yang membuat ijazah itu, rakyat Indonesia itu pemaaf. Mereka akan menghargai kejujuran,” ujar Beathor dalam pernyataan kepada Radar Aktual, Jumat (5/7/2025)
Pernyataan Beathor menjadi sorotan publik karena menyentuh isu lama yang sempat meredup: keabsahan ijazah Jokowi. Tuduhan ini sempat menjadi isu liar pada masa kampanye pemilihan presiden 2019 dan kembali muncul menjelang akhir masa jabatan Jokowi. Namun, kali ini yang melontarkannya adalah seorang figur internal PDIP sendiri — partai yang selama ini menjadi kendaraan politik Jokowi.
Nama Paiman Raharjo bukan sosok asing dalam lingkungan kekuasaan. Ia dikenal sebagai akademisi dan juga figur yang belakangan dekat dengan lingkaran elite nasional. Namun tudingan dari Beathor bukan sekadar tuduhan personal, melainkan tudingan dengan konteks politis dan historis yang lebih dalam.
Beathor mengklaim bahwa ijazah Jokowi yang digunakan untuk mendaftar sebagai calon presiden tidak dikeluarkan oleh lembaga pendidikan resmi, melainkan merupakan hasil “kreasi” Paiman yang disebut-sebut kala itu aktif di kalangan lembaga pendidikan nonformal yang berlokasi di kawasan Pasar Pojok Pramuka.
“Sudah waktunya bangsa ini bersih dari manipulasi sejarah personal. Kalau memang ada kekeliruan di masa lalu, lebih baik diakui daripada terus-menerus disembunyikan,” tegas Beathor.
Pernyataan Beathor sontak menuai reaksi beragam. Sebagian publik yang sejak lama mencurigai latar belakang pendidikan Jokowi melihat ini sebagai momen penting untuk membuka tabir kebenaran.
Beberapa tokoh PDIP sendiri tampak berhati-hati dalam menanggapi. Beberapa memilih diam, sementara lainnya menilai Beathor sedang dalam tekanan politik tertentu. Seorang pengurus DPP PDIP yang enggan disebutkan namanya menyatakan bahwa “isu ijazah sudah selesai secara hukum, dan tidak semestinya diungkit kembali oleh kader partai sendiri.”
Namun demikian, publik tak bisa mengabaikan fakta bahwa Beathor sebelumnya pernah menjadi bagian dari Kantor Staf Presiden (KSP) dan mengenal lingkar dalam kekuasaan. Hal ini membuat pernyataannya kali ini tidak bisa dianggap sebagai “angin lalu.”
Hingga berita ini diturunkan, Paiman Raharjo belum memberikan tanggapan resmi. Dihubungi beberapa kali oleh awak media, telepon dan pesan singkat yang dikirimkan belum dibalas. Sikap diam ini justru semakin menambah spekulasi liar dan dorongan publik agar ada kejelasan.
Lembaga-lembaga advokasi transparansi publik mulai mendorong agar Paiman dan juga instansi pemerintah memberikan penjelasan terbuka untuk menegaskan bahwa tidak ada penyimpangan dalam proses legalitas administrasi Jokowi.
Isu ini bukan hanya menyangkut soal legalitas dokumen pribadi, tetapi menyentuh langsung kredibilitas institusi negara. Bila benar ada manipulasi pada level administratif pendidikan kepala negara, maka ini merupakan preseden buruk bagi demokrasi.
Namun bagi Beathor, yang kini telah diberhentikan dari posisinya di BP Taskin RI setelah beberapa pernyataan kontroversial, ini tampaknya menjadi misi moral.
“Saya tidak punya niat menjatuhkan siapa-siapa. Saya hanya ingin bangsa ini bangkit dengan landasan kejujuran. Kalau kita mulai dari pemimpin tertinggi yang mau mengakui kekeliruan masa lalu, maka itu teladan yang sesungguhnya,” katanya.