Putri mantan anggota Komisi VI DPR RI fraksi PDIP I Nyoman Dharmantra, Made Ayu Ratih disebut turut terlibat dalam perkara dugaan suap terkait pengurusan impor bawang putih 2019.
Keterlibatan itu diungkapkan oleh orang kepercayaan politikus PDIP, Mirawati Basri saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Mulanya, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Muhammad Takdir Suhan menanyakan hubungan Made Ayu Ratih dengan Mirawati Basri. Saat itu, Basri mengaku telah meminta Ayu untuk menjadi asiten ayahnya, I Nyoman serta dirinya.
“Saya minta Ayu untuk bisa dampingi ayahnya menjadi asisten, atau menjadi asisten saya. Karena bahasa Inggrisnya bagus,” kata Mirawati, Senin (25/11).
Menanggapi pernyataan tersebut, Takdir menanyakan adanya komunikasi Mirawati dengan putri I Nyoman Dharmantra terkait pengurusan impor bawang putih.
“Saya sampaikan (pengurusan suap bawang putih) ke Ayu. Ini ada pengurusan kuota bawang putih 20.000 ton di kali Rp 2 ribu. Dan nanti kalau ada sisa biayanya, kemudian nanti akan dibagi-bagi bersama-sama,” ungkap Mirawati.
Untuk meyakini kebenaran pernyataan Mirawati kepada majelis hakim, Takdir mengonfirmasi keterangan orang kepercayaan I Nyoman itu yang tertera dalam berkas acara pemeriksaan (BAP).
Dalam BAP itu, Mirawati mengatakan, peran Made Ayu Ratih itu ialah untuk menjembatani dan menyampaikan komunikasi dirinya kepada I Nyoman terkait pengurusan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementrian Perdagangan (Kemendag). Selain itu, Ayu juga merupakan asisten I Nyoman.
“Iya benar,” tandas Mirawati.
Mirawati merupakan tersangka dalam kasus ini. Dalam sidang itu, dia bersaksi untuk tiga terdakwa yakni pemilik PT Cahaya Sakti Argo (CSA) Chandry Suanda alias Afung, Doddy Wahyudi, dan Zulfikar.
Ketiganya didakwa telah memberikan uang sebesar Rp3,5 miliar kepada mantan anggota Komisi VI DPR RI fraksi PDIP I Nyoman Dharmantra. Uang tersebut diberikan guna mengupayakan pengurusan kuota impor bawang putih di Kementrian Perdagangan (Kemendag).
Sebagai pihak yang diduga penyuap, Afung, Dody dan Zulfikar didakwa melanggar Pasal 5 atau Pasal 13 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. {jawapos}