Gerindra: Mal Taman Anggrek Belum Setor Kewajiban Fasum/Fasos

Syarif, Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Gerindra

SEBANYAK 3 mal di Jakarta berencana menuntut ganti rugi kepada Pemprov DKI. Hal itu menyusul menyusul banjir jakarta yang melanda ibukota pada tahun baru 2020.

Banjir tersebut membuat sejumlah mal terpaksa tidak beroperasi demi keselamatan para pengunjungnya, dan berujung kerugian. Salah satunya adalah Mal Taman Anggrek yang terpaksa tutup karena kerusakan mesin pembangkit listrik akibat terendam banjir.

Menanggapi hal ini, Sekretaris Komisi D DPRD DKI Jakarta Syarif justru menduga Mal Taman Anggrek menjadi salah satu pengembang yang hingga kini belum menyerahkan kewajiban fasum/fasos ke Pemprov DKI Jakarta.

“Saya sudah menerima laporan bahwa Mal Taman Anggrek belum menyerahkan kewajiban fasum/fasos,” kata Syarif saat dihubungi, Rabu (15/1).

Selain Mal Taman Anggrek, Syarif mensinyalir masih banyak pengembang lain yang masih mengemplang fasum/fasos.

“Untuk memastikannya, besok kita akan melakukan pengecekan ke Citata (Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta),” ujar politisi Gerindra ini.

Secara terpisah, tokoh muda Betawi Muhidin Muchtar meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengecek kembali  kewajiban penyerahan fasum/ fasos

Mal Taman Anggrek.

“Sebelum era Anies banyak pengusaha nakal yang mengemplang pajak dan kewajiban fasum/ fasos. Makanya Pak Anies harus mengecek lagi, apakah Mal Taman Anggrek sudah memenuhi kewajiban fasum/ fasosnya,,” kata Muhidin, Rabu (15/1/2020).

Bukan cuma itu, Mal Taman Anggrek juga menempati lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Hutan Kota.

“Setelah mencuat kasus ini, publik baru tahu kalau ternyata Mal Taman Anggrek berdiri di jalur non komersil,” ujar Muhidin.

Berdasarkan master plan DKI Jakarta 1985 -2005, Mal Taman Anggrek berada di area urban forest (hutan kota).

Kata Muhidin, tentunya dengan berubah fungsinya menjadi mal, harus diikuti dengan sejumlah persyaratan-persyaratan yang khusus.

“Saya tegaskan, Pak Anies harus mengecek lagi. Bila diltemukan kejanggalan, segera proses sesuai hukum yang berlaku,” ucap Muhidin.

Muhidin menyarankan, sepatutnya pemilik Mal Taman Anggrek lebih mengedepankan aksi sosial kepada masyarakat yang terdampak banjir, bukan membuat kisruh suasana.

“Harusnya mereka duduk bareng dengan Pemprov DKI dalam penanggulangan banjir. Misalnya dengan penambahan rumah pompa di sekitar wilayah tersebut yang dananya diambil dari CSR.”

“Atau mereka berinisiatif membangun sistem drainase terpadu di seluruh kawasan niaga tersebut bekerjasama dengan Pemprov DKI,” tutup Muhidin.

Sebelumnya diberitakan, Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) berencana menuntut ganti rugi kepada Pemprov DKI Jakarta dalam hal ini Gubernur Anies Baswedan.

Ketua HIPPINDO, Budiharjo memprediksi satu pusat perbelanjaan bisa merugi sampai Rp 15 miliar selama operasional tutup setengah bulan ini. Itu dengan asumsi sewa toko per meter persegi mencapai Rp 1 juta hingga Rp 2 juta per bulan.

Class Action

Sementara itu, pimpinan DPRD DKI Jakarta tak mempersoalkan bila ada warga yang mengajukan gugatan perdata class action kepada Pemprov DKI Jakarta atas bencana banjir yang terjadi pada Rabu (1/1/2020) lalu.

Legislator memandang pemerintah memiliki kewajiban untuk melayani gugatan yang didaftarkan warganya.

“Yah laporkan saja kan, makanya ada wadah yang namanya class action. Nanti pihak yang berwenang akan mendalami apakah kesalahan pemerintah daerah atau warganya,” kata Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi di kantornya pada Selasa (14/1/2020).

Prasetyo lalu menyarankan kepada pihak yang menggugat untuk melengkapi berkas sebagai bahan pendukung laporannya.

Sebagai negara taat hukum, DKI mempersilakan gugatan itu. “Secara hukum dilengkapi saja dulu. Pengusaha dan masyarakat bayar pajak, pemerintah wajib melayani semaksimal mungkin kepentingan mereka,” ujarnya.

“DPRD mempersilakan warga untuk menggugat pemerintah. Itu hak mereka kok, saya enggak melarang. Kalau nanti (laporannya) ke DPRD saya akan minta penjelasan eksekutif,” tambahnya.

Sejumlah warga DKI mengajukan gugatan perdata class action di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pasa Senin (13/1/2020).

Gugatan itu diajukan oleh warga yang mengalami kerugian hingga Rp 40 miliar lebih kepada Pemprov DKI Jakarta. {tribun}