Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukamta menilai, program kartu prakerja berbasis digital yang diluncurkan pemerintah dengan menggandeng vendor swasta seperti Ruang Guru milik stafsus milenial bernama Adamas Belva Syah Devara terkesan hanya bagi-bagi proyek belaka.
“Kartu prakerja ini kan janji Pak Jokowi dalam kampanye kemarin. Mestinya bisa dikelola dengan kemanfaatan yang maksimal dan bisa dirasakan bagi anak-anak bangsa yang baru lulus dan akan mencari kerja.”
“Tetapi kenapa sekarang dibelokkan sehingga sulit menghindari kesan bahwa ini menjadi bagi-bagi uang 5.6 Trilliun,” tandas Anggota Komisi I DPR RI itu kepada wartawan, Minggu (19/04/2020).
Tak hanya itu, menurut hitung-hitungan matematikanya, beban biaya dalam aplikasi tersebut juga sangat tidak masuk akal.
“Kalau dilihat dari isi pelatihan yang Rp1 juta per orang, itu bukan pelatihan. Pilihannya hanya download bahan saja. Masa harga bahan sampai sejuta perorang. Kalau diakses 2 juta orang kan sudah 1 trilliun itu harga mendownload materi itu,” sindirnya.
Mestinya, saran Sukamta, kalau mau niat membantu, hargailah sesuai dengan harga yang wajar. “Toh bahan-bahan itu sudah bisa ditemukan di internet secara gratis. Tidak ada yang istimewa sama sekali,” sindirnya lagi.
Apalagi, menurutnya, kalau sudah download tidak ada jaminan bisa diterima kerja atau membuat pekerjaan.
“Kemungkinan akan kembali nganggur lagi. Jadi, tidak bisa dibantah bahwa ada kesan kuat ini seperti bagi-bagi uang kepada vendor perusahaan digital yang sebenarnya juga sudah untung dengan kebijakan semua serba dilakukan dari rumah ini,” tandasnya.
Yang jelas, kata dia, gelontoran dana Triliunan untuk menopang program tersebut menggunakan paltform digital terlalu berlebihan. “Sangat disayangkan cara-cara ini seperti tidak sensitif terhadap kesulitan rakyat di tengah pandemi,” tutup dia. {teropongsenayan}