Didi Kempot Meninggal, Sobat Ambyar Patah Hati

Kabar duka kembali datang dari industri musik tanah air. Penyanyi campursari Didi Kempot dikabarkan telah meninggal dunia pada Selasa (5/5/2020) pukul 07.30 WIB di Solo, Jawa Tengah. Ia meninggal dalam usia 53 tahun.

Kabar kematiannya mula-mula disampaikan saudara dekatnya, Lilik, dalam wawancara dengan Kompas TV. Lilik mengatakan, saat ini jenazah almarhum masih berada di ruang jenazah.

“Tadi malam di Rumah Sakit Kasih Ibu di Solo,” katanya, mengutip Kompas.com. Manajer Didi Kempot, Divan Fernandez, membenarkan kabar kematiannya. “Betul (Didi Kempot meninggal dunia tadi pagi) di Rumah Sakit Kasih Ibu Solo,” tuturnya.

Lilik pun mengakui bahwa keluarnya belum memastikan penyakit apa yang menyebabkan sang maestro meninggal.

Sebab Didi Kempot tidak memiliki riwayat penyakit apapun selama ini. “Enggak ada (riwayat penyakit), mbak,” kata Lilik, mengutip Tribun Jabar.

Namun keluarga menduga, almarhum mengalami kelelahan karena Didi Kempot tidak pernah mengeluhkan sakit. “Kalau saya prediksi ya begitu mbak, kecapekan,” kata Lilik.

Sobat Ambyar Patah Hati
Didi Kempot diketahui merupakan idola para milenial. Namun tidak hanya generasi milenial, tapi juga telah meluas di segala usia.

Julukan penggemarnya disebut Sobat Ambyar. Julukan ini dilekatkan pada para fansnya karena lagu-lagu yang dipopulerkannya selalu bernuansa patah hati, kesedihan dan cinta.

Bahkan penyanyi kondang asal Solo itu mendapat gelar “The Godfather of Broken Heart” alias Bapak Patah Hati Nasional.

Julukan itu didaulat oleh kalangan muda kepadanya lantaran kepiawaiannya membawa pendengar larut dalam emosi ketika mendengarkan lantunan lagunya.

Kabar pergiaan musisi kelahiran Surakarta 31 Desember 1966 itu membuat para penggemar beratnya patah hati.

Didi Kempot belum lama ini terlibat dalam acara musik #dirumahaja yang disiarkan melalui kanal Youtube Narasi dan Najwa Shihab untuk menggalang dana membantu penanganan virus Corona.

Musisi bernama asli Dionisius Prasetyo itu juga sebenarnya sedang dalam persiapan menuju konser akbar perayaan 30 tahun karirnya.

Konser tersebut direncanakan digelar pada 10 Juli di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta. Konser ini diundur dari jadwal sebelumnya pada 3 April di Rooftop Revo Town Bekasi, Jawa Barat.

Darah seni Didi Kempot sebenarnya mengalir dari ayahnya, Ranto Edi Gudel atau lebih dikenal dengan Mbah Ranto.

Ayahnya adalah seniman tradisional terkenal. Didi Kempot juga merupakan adik kandung dari Mamiek Prakoso, pelawak senior Srimulat.

Publik mengenalnya dengan nama panggung Didi Kempot sebagai maestro campursari dan penulis lagu yang populer.

Nama panggung itu merupakan singkatan dari Kelompok Pengamen Trotoar, grup musik asal Surakarta yang membawanya ke Jakarta.

Perjalanan Karir
Mengutip Warta Kota, Didi Kempot memulai karir sebagai musisi jalanan di kota Surakarta selama tiga tahun, yaitu 1984-1986. Ia mengamen hanya bermodalkan ukulele dan kendhang.

Setelah itu, bersama Kelompok Pengamen Trotoar ia mengadu nasib ke Jakarta pada 1987-1989 dengan harapan para produser melirik lagu-lagunya.

Ia kerap berkumpul dan mengamen bersama teman-temannya di daerah Slipi, Palmerah, Cakung, maupun Senen.

Dalam lingkungan seperti itulah julukan Kempot muncul, yaitu kependekan dari Kelompok Pengamen Trotoar.

Didi Kempot tak kehilangan akal. Meski berstatus pengamen, ia mencoba membuat rekaman bersama temannya.

Setelah berhasil, mereka menitipkan kaset rekaman ke beberapa studio musik di Jakarta. Namun usaha mereka dari penjualan tidak selalu berhasil. Berkali-kali mereka gagal.

Namun pada akhirnya album mereka berhasil menarik perhatian label Musica Studio’s. Pada 1989, ia berhasil meluncurkan album pertamanya. Salah satu lagu andalan di album tersebut adalah Cidro.

Lagu itu terinspirasi dari kisah amaranya yang pernah gagal karena tidak disetujui oleh orang tua sang pujaan hati.

Lagu itu ternyata mampu menyentuh hati banyak peminat musik hingga membuat pendengar terbawa perasaan. Sejak saat itulah ia fokus menulis lagi bertema patah hati.

Pada tapak karir selanjutnya, Didi Kempot mulai tampil sebagai musisi terkenal pada masanya.

Pada 1993, ia mulai tampil di luar negeri, tepatnya di Suriname, Amerika Selatan. Lagu Cidro yang dibawakan sukses meningkatkan pamornya sebagai musisi terkenal di Suriname.

Sepulang dari Suriname, ia tampil membawakan lagu-lagunya di benua Eropa. Pada 1996, ia mulai menggarap dan merekam lagu berjudul Layang Kangen di Rotterdam, Belanda.

Pada 1998 ia kembali ke Indonesia untuk memulai kembali profesinya sebagai musisi.

Ketika bangsa Indonesia memasuki masa krisis di tahun 1999, Didi Kempot melahirkan lagu Stasiun Balapan.

Memasuki tahun 2000-an, karir profesionalnya semakin menanjak. Banyak lagu baru yang dirilis pada periode ini.

Tujuha tahun lalu, namanya kembali meroket setelah ia merilis lagu Kalung Emas. Tiga tahun kemdudian, ia merilis lagi lagu Suket Teki.

Pada 2019, lagunya berjudul Pamer Bojo yang telah dirilis tiga tahun sebelumnya meroket di dunia musik tanah air.

Hingga hari terakhirnya, ia telah diabadikan sebagai salah satu musisi paling berjasa di tanah air karena membangkitkan genre musik campursari yang memadukan bahasa Jawa dan Indonesia.

Genre tersebut kini mulai dirintis oleh generasi musisi yang lebih muda seperti Denny Caknan, ILUX, NDARBOY GENK, Guyon Waton dan Pendhoza, serta beberapa nama lain yang belum populer.