Angka penularan Covid-19 di Indonesia terus mengalami lonjakan dalam beberapa hari terakhir. Dalam 10 hari di bulan September 2020 ini, angka rata-rata penularan kasus setiap harinya sudah mencapai lebih dari 3.000-an kasus.
Sejak awal pandemi, ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengaku sudah meminta agar pandemi ini direspons oleh sistem negara. Tapi pemerintah memilih untuk membentuk sejumlah satuan tugas dan komite.
“Saya bingung sekali, kenapa sejak awal kita gak kerja dalam sistem?” kata Pandu dalam acara Ngobrol @ Tempo pada Kamis, 10 September 2020.
Pandu membandingkan penanganan Covid-19 dengan Tuberkolosis (TBC). Saat membantu pemerintah mengakhiri TBC di Tanah Air, Pandu bekerja di dalam sistem di Kementerian Kesehatan. Kegiatannya mulai dari mengembangkan laboratorium hingga melakukan identifikasi.
Tapi dalam kasus Covid-19, pemerintah awalnya membentuk Satgas. Belakangan, dibentuk lagi komite khusus agar penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Komite ini sekarang dipimpin Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Pandu heran mengapa pemerintah malah membentuk lembaga ad hoc (sementara) semacam ini yang isinya juga para menteri. Seakan-akan, apapun masalah yang terjadi, komite adhoc solusinya. “Apapun makanannya, minumnya Teh Botol, dalam iklan tertentu,” kata dia.
Untuk itu, Pandu meminta lembaga-lembaga ini dibubarkan saja. Selanjutnya, penanganan diambil alih oleh sistem negara yang melibatkan semua kementerian.
Bagi Pandu, apa yang terjadi saat ini adalah akibat dari penanganan Covid-19 yang sedari awal, tidak direspons dengan sistem negara.
Meski demikian, pemerintah beralasan komite ini dibentuk untuk menyelaraskan penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Dalam cuitan di Twitter Senin, 7 September 2019, Presiden Joko Widodo atau Jokowi memastikan pemerintah tetap menjadikan kesehatan yang nomor satu.
“Jangan sampai urusan kesehatan ini belum tertangani dengan baik, kita sudah me-restrart ekonomi,” kata dia.
Adapun rincian penularan kasus Covid-19 selama 10 hari di September 2020 ini yaitu:
1. 2.775 kasus
2. 3.075 kasus
3. 2.622 kasus
4. 3.269 kasus
5. 3.128 kasus
6. 3.444 kasus
7. 2.880 kasus
8. 3.046 kasus
9. 3.307 kasus
10. 3.861 kasus (rekor tertinggi)
Kini di tengah kenaikan kasus ini, sejumlah daerah sudah bergerak. Salah satunya DKI Jakarta yang memutuskan untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kembali mulai Senin, 14 September 2020.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan, kebijakan rem darurat PSBB ini diambil berdasarkan tiga poin pertimbangan, salah satunya ketersediaan ruang isolasi di rumah sakit untuk pasien Covid-19 dalam fase krisis atau terancam kolaps.
Saat ini di Ibu Kota ada 4.053 tempat tidur isolasi di 63 rumah sakit rujukan dan sudah terisi 77 persen.
Berdasarkan kalkulasi Pemprov DKI, jika tidak ada pembatasan secara ketat dan kondisi saat ini terus berlangsung, seluruh tempat tidur isolasi akan terisi penuh pada 17 September 2020, atau seminggu lagi.
Tapi, Airlangga malah membantah pernyataan Anies. “Pemerintah menegaskan bahwa tidak ada kapasitas kesehatan yang terbatas,” kata Ketua Umum Partai Golkar ini, Kamis, 10 September 2020. {tempo}