IPW Prediksi Jagoan PDIP di Pilkada Kota Medan dan Surabaya Bakal Kalah

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai, pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 pada 9 Desember pekan depan akan berjalan aman dan lancar.

Sebab, pengamanan yang dilakukan Polri dan TNI cukup maksimal dan efektif.

“Potensi konflik dikhawatirkan hanya akan terjadi di beberapa wilayah di Papua. Sementara jumlah golput dalam Pilkada 2020 ini diperkirakan mencapai 30 hingga 40 persen,” kata Neta kepada Wartakotalive, Selasa (1/12/2020).

Dari pemantauan IPW, sebagian besar petahana, katanya, diprediksi akan memenangkan Pilkada 2020, dengan perolehan suara di atas 55 persen.

“Sementara jagonya PDIP di Kota Medan dan Surabaya diprediksi akan menderita kekalahan, dengan perolehan suara hanya 30 hingga 40 persen,” ulasnya.

Neta menjelaskan, pihaknya melihat tidak ada alasan untuk menunda Pilkada 2020, sekalipun saat ini masih dalam masa pandemi Covid-19. “Ada lima alasan kenapa Pilkada 2020 tidak perlu ditunda,” tambah Neta.

Pertama, katanya, tidak ada jaminan kapan pandemi Covid 19 berakhir.

“Kedua, situasi keamanan di berbagai daerah, terutama yang melaksanakan pilkada sangat kondusif. Ketiga, tidak akan terjadi kerumunan massa yang mengkhawatirkan karena pengaturan jam kedatangan para pencoblos sangat ketat,” ujarnya.

Keempat, tambah Neta, kekhawatiran munculnya klaster baru diperkirakan tidak akan terjadi. Mengingat, para pencoblos adalah warga sekitar, dengan tingkat partisipasi 60 hingga 70 persen.

Sementara, para saksi yang hadir akan mengikuti protokol kesehatan secara ketat. Kelima, lanjut Neta, pilkada serentak juga akan membuat perekonomian di daerah menggeliat.

“Sebab sedikitnya ada sekitar Rp 20 triliun dana berputar, mulai dari dana politik para calon kepala daerah hingga dana APBD dan APBN yang dikucurkan pemerintah,” tuturnya.

Menurutnya, anggaran Pilkada 2020 yang semula disiapkan pemerintah sebanyak Rp 15,23 triliun, sudah mendapat tambahan anggaran APBN sebanyak Rp 4,77 triliun, sehingga totalnya menjadi Rp 20,4 triliun.

“Penambahan itu untuk membiayai sarana dan prasarana untuk penerapan protokol kesehatan pada saat pilkada dilakukan,” paparnya.

Jumlah itu, kata dia, masih ditambah lagi dengan dana dari biaya politik para seluruh calon yang diperkirakan lebih dari Rp 5 triliun. “Sebab itulah IPW menilai tidak ada alasan untuk menunda Pilkada 2020,” jelas Neta.

Libur Nasional

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan Rabu 9 Desember 2020 sebagai hari libur nasional. Hal itu terkait hari pencoblosan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2020. Keputusan itu tertuang dalam surat Keputusan Presiden (Keppres).

Penetapan 9 Desember 2020 sebagai hari libur nasional tertuang dalam Keppres Nomor 22 Tahun 2020 tentang ‘Hari Pemungutan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020 sebagai Hari Libur Nasional’.

“Menetapkan hari Rabu tanggal 9 Desember 2020 sebagai hari libur nasional. Dalam rangka pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota secara serentak,” demikian bunyi keputusan Jokowi pada Keppres tersebut seperti dilihat, Sabtu (28/11/2020).

Keppres Nomor 22 Tahun 2020 ini berlaku sejak tanggal penetapan, yaitu 27 November 2020. “Kedua: Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.”

Presiden Jokowi meneken langsung keppres tersebut. Sebelumnya, Komisioner KPU I Dewa Raka Sandi mengatakan, pihaknya berharap tanggal 9 Desember 2020 saat Pilkada Serentak digelar, dapat dijadikan hari libur nasional.

“Harapan kami KPU, karena ini adalah momentum yang penting dan strategis. Tentu harapannya bisa dijadikan sebagai hari libur nasional pada saat itu (9 Desember),” ujar I Dewa Raka Sandi ketika dihubungi Tribunnews, Kamis (19/11/2020).

Dia menjelaskan pentingnya mengapa tanggal 9 Desember dijadikan hari libur nasional.

Menurutnya, hal itu akan memberikan perlindungan dan jaminan kepada masyarakat untuk bisa menggunakan hak pilihnya tanpa ada gangguan apapun.

“Karena bisa saja seseorang pemilih di suatu kabupaten atau kota yang ada pilkada, tapi yang bersangkutan bekerja di instansi.”

“Kantor atau perusahaan yang ada di kabupaten lainnya yang tidak ada pilkada.”

“Jadi untuk memberikan perlindungan dan jaminan yang bersangkutan bisa menggunakan hak pilihnya, maka tentu libur ini menjadi penting agar dia bisa datang ke TPS,” jelasnya.

Namun, I Dewa Raka Sandi mengatakan sampai sejauh ini pihaknya belum menerima salinan surat atau keputusan apakah 9 Desember 2020 akan dijadikan hari libur nasional atau tidak oleh pemerintah.

Dia mengatakan, biasanya akan ada surat dari pemerintah yang menyatakan keputusan tersebut. Namun, jika mengacu kepada ketentuan UU Pilkada, memang disebutkan pemilihan itu diselenggarakan pada hari libur atau hari yang diliburkan.

“Cuma nanti ini kan pilkada diselenggarakan di 270 daerah ya.”

“Nah, apakah nanti liburnya di seluruh wilayah Indonesia sebagai libur nasional, atau liburnya hanya di daerah yang pilkada saja.”

“Tapi sampai sejauh ini kami memang belum menerima salinan surat atau keputusan soal itu.”

“Jadi ini hal yang sangat penting ya, jika memang sudah (ada keputusan dari pemerintah) mohon dapat segera kami terima.”

“Jika belum, tentu kami harap ini segera bisa diambil keputusannya.”

“Sehingga kami KPU ada ruang dan waktu yang cukup juga untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat pemilih,” paparnya.

Sebelumnya, Komisi II DPR bersama pemerintah yang diwakili Menteri Dalam Negeri dan penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu, dan DKPP), sepakat tetap menggelar Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020.

Pilkada Serentak 2020 bakal digelar dengan penerapan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 secara ketat.

Hal itu diputuskan berdasarkan kesimpulan rapat kerja Komisi II DPR dengan Mendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/9/2020).

“Mencermati seluruh tahapan yang sudah dan sedang berlangsung masih sesuai sebagaimana yang telah direncanakan dan situasi yang masih terkendali.”

“Maka Komisi II DPR RI bersama Mendagri, Ketua KPU RI, Ketua Bawaslu RI dan Ketua DKPP RI menyepakati bahwa pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tetap dilangsungkan pada 9 Desember 2020.”

“Dengan penegakan disiplin dan sanksi hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan Covid-19,” kata Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung.

Doli mengatakan, Komisi II DPR meminta KPU merevisi PKPU 10/2020 tentang Perubahan atas PKPU 6/2020 tentang Pelaksanaan Pilkada dalam Kondisi Bencana Nonalam, untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19.

Komisi II DPR juga meminta agar kelompok kerja yang telah dibentuk bersama antara Bawaslu, KPU, DKPP, Kemendagri, TNI, Satuan Tugas Covid-19, Kejaksaan, dan Polri, diintensifkan.

“Terutama dalam tahapan yang berpotensi terjadinya pelanggaran, seperti tahapan penetapan pasangan calon.”

“Tahapan penyelesaian sengketa calon, tahapan pengundian nomor urut, tahapan kampanye, tahapan pemungutan dan penghitungan suara, dan tahapan penyelesaian sengketa hasil,” tutur Doli.

Selanjutnya, Komisi II meminta penyelenggara pilkada berkoordinasi dengan Satgas Covid-19 tentang status zona di 270 daerah yang menggelar pilkada.

Berikut ini kesimpulan lengkap rapat kerja Komisi II dengan Mendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP.

1. Mencermati seluruh tahapan yang sudah dan sedang berlangsung masih sesuai sebagaimana yang telah direncanakan dan situasi yang masih trekendali.

Maka Komisi II DPR bersama Mendagri, Ketua KPU, Ketua Bawaslu, dan Ketua DKPP, menyepakati pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tetap dilangsungkan pada 9 Desember 2020, dengan penegakan disiplin dan sanksi hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan Covid-19.

2. Dalam rangka mengantisipasi penyebaran pandemi Covid-19 dan terjadinya pelanggaran Protokol Kesehatan Covid-19.

Komisi II DPR meminta KPU untuk segera merevisi PKPU 10/2020 tentang Perubahan atas PKPU 6/2020tentang Pelaksanaan Pilkada dalam Kondisi Bencana Nonalam, khususnya ditekankan pada pengaturan, di antaranya untuk:

a. Melarang pertemuan yang melibatkan massa banyak dan/atau kerumunan, seperti rapat umum, konser, arak-arakan dan lain-lain.

b. Mendorong terjadinya kampanye melalui daring.

c. Mewajibkan penggunaan makser, handsanitizer, sabun dan alat pelindung kesehatan lainnya sebagai media kampanye.

d. Penegakan disiplin dan sanksi hukum yang tegas sesuai UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil BUpati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Khususnya Pasal 69 huruf e dan j dan 187 ayat 2 dan 3; UU Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

Khususnya Pasal 14 ayat (1); UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, khususnya Pasal 93; dan penerapan KUHP bagi yang melanggar, khususnya Pasal 212, 214, 216 ayat (1), dan 218.

e. Pengaturan tata cara pemungutan suara, khususnya untuk pemilih yang berusia rentan terhadap Covid-19.

f. Pengaturan rekapitulasi pemungutan suara melalui e-rekap.

3. Berdasarkan penjelasan Mendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP tentang rumusan dan langkah-langkah penegakan disiplin dan sanksi hukum terhadap pelanggaran Protokol Kesehatan Covid-19 selama tahapan penyelenggaraan Pilkada 2020.

Komisi II DPR meminta agar kelompok kerja yang telah dibentuk bersama antara Bawaslu, KPU, DKPP, Kemendagri, TNI, Satuan Tugas Covid-19, Kejaksaan, dan Polri, diintensifkan, terutama dalam tahapan yang berpotensi terjadinya pelanggaran, seperti:

a. Tahapan Penetapan Pasangan Calon;

b. Tahapan Penyelesaian Sengketa Calon;

c. Tahapan Pengundian Nomor Urut;

d. Tahapan Kampanye;

e. Tahapan Pemungutan dan Penghitungan Suara;

f. Tahapan Penyelesaian Sengketa Hasil.

4. Melalui Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Komisi II DPR, Mendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP bersepakat untuk meminta penjelasan secara rinci, terukur dan berkelanjutan kepada Satgas Penanganan Covid-19.

Tentang status zona dan risiko Covid-19 pada setiap daerah yang menyelenggarakan pilkada, untuk mengantisipasi munculnya klaster baru Covid-19. {tribun}