Pemerhati Sosial dan Politik, Sholihin MS, mengeluarkan pernyataan keras yang mengguncang jagat media sosial. Dalam sebuah catatan reflektifnya, Sholihin menilai penyakit kulit langka yang diderita Joko Widodo—yang disebut sebagai Steven Johnson Syndrome (SJS)—bukan sekadar kondisi medis biasa. Menurutnya, penyakit tersebut bisa menjadi “tanda awal” dari hukuman Allah atas apa yang ia sebut sebagai kejahatan luar biasa selama Jokowi menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.
“Selama ini Jokowi tampak aman dari jerat hukum karena konspirasi kekuasaan yang melindunginya. Tapi tidak ada seorang pun bisa lolos dari hukum Allah,” tegas Sholihin kepada Radar Aktual, Rabu (18/7/2025).
Dalam pandangannya, penyakit bukan semata-mata gangguan biologis, melainkan juga bisa menjadi bagian dari ketetapan ilahi terhadap manusia yang zhalim dan fasik. Ia menegaskan bahwa kehidupan dunia hanyalah panggung sandiwara, dan kematian akan membuka babak baru yang penuh dengan keadilan sejati di akhirat.
“Manusia cuma wayang, yang berkuasa itu Sang Dalang,” ujar Sholihin, mengutip konsep keimanan bahwa kehidupan manusia tidak lepas dari kontrol dan keadilan Tuhan. “Kehidupan akhirat adalah pengontrol bagi orang-orang beriman. Tapi bagi mereka yang terus menerus berbuat kejahatan, tidak ada rasa takut kepada Allah, dan itu tanda orang kafir, zhalim, fasik, dan munafik.”
Lebih jauh, Sholihin membeberkan apa yang ia sebut sebagai 10 kejahatan besar Jokowi selama memimpin Indonesia. Dalam penilaiannya, kejahatan tersebut layak dihukum berat, bahkan hingga hukuman mati. Berikut daftar tuduhan yang ia paparkan:
-Memalsukan dokumen negara, termasuk ijazah.
-Menjadi dalang kriminalisasi dan pembunuhan terhadap tokoh Islam dan aktivis.
-Terus berbohong dan mengingkari janji.
-Menipu lembaga dan individu, baik nasional maupun internasional.
-Merusak lingkungan hidup dan hutan melalui kebijakan tambang.
-Menghancurkan tatanan negara yang telah mapan.
-Mengacak-acak hukum, konstitusi, dan Undang-undang.
-Menjual dan menggadaikan wilayah kepada Cina melalui utang dan investasi.
-Menyuburkan korupsi dan merusak moral pejabat.
-Menghancurkan fungsi lembaga hukum: kepolisian, kejaksaan, KPK, MA, MK, dan DPR.
“Jika mau digeneralisasi,” tulis Sholihin, “Jokowi telah sempurna melakukan kejahatan terhadap bangsa dan negara.”
Sholihin mengkritik keras para penegak hukum yang menurutnya “telah menjadi bajingan kekuasaan” karena gagal menindak Jokowi. Ia bahkan menyebut bahwa hukuman mati adalah bentuk keadilan yang layak, meskipun kecil kemungkinan terjadi di dunia ini karena Jokowi dinilai masih terlindung kekuatan oligarki.
Namun demikian, ia menutup pernyataannya dengan penegasan spiritual. “Jika hukum dunia tidak bisa menyentuhnya, maka hukuman Allah cepat atau lambat pasti akan datang. Baik sebelum mati, maupun sesudahnya.”
Pernyataan Sholihin MS ini tentu mengundang pro-kontra. Di satu sisi, kalangan yang kritis terhadap pemerintahan Jokowi akan melihat ini sebagai bentuk keberanian mengungkap sisi gelap kekuasaan. Di sisi lain, tak sedikit pula yang menilai tuduhan ini terlalu emosional, belum terbukti secara hukum, dan berpotensi menjadi ujaran kebencian.
Yang jelas, penyakit Jokowi menjadi titik diskusi baru di tengah gejolak politik pasca pemerintahan 10 tahun. Dalam budaya politik Indonesia yang cenderung mengkultuskan figur, kritik keras seperti ini ibarat menabuh genderang perlawanan terhadap status quo.