News  

FPI: Lahan Sudah Dibeli dan Dikelola, PTPN VIII Tak Bisa Usir Paksa Markaz Syariah

Sempat beredar surat dari PT Perkebunan Nusantara VIII atau PTPN VIII yang meminta Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, supaya dikosongkan. Pesantren Alam Markaz Syariah diketahui dipimpin Habib Muhammad Rizieq Shihab.

PT Perkebunan Nusantara VIII, disingkat PTPN VIII, adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang perkebunan teh, karet, kina, kakao, kelapa sawit, dan getah perca.

Kantor pusat perusahaan berada di Bandung dengan wilayah operasi Jawa Barat. Sementara, Kantor pusatnya di Jalan Sindangsirna No. 4 Bandung, Jawa Barat.

Wakil Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), Azis Yanuar, meminta kepada PTPN VIII tidak berbuat semena-mena mengirimkan surat somasi kepada pihak Pondok Pesantren Markaz Syariah Megamendung, pimpinan Habib Muhammad Rizieq Shihab.

Karena menurut dia, lahan tersebut sudah dibeli dan dikelola oleh Habib Rizieq Shihab.

Ia mengatakan Habib Rizieq Shihab telah mengelola dan melakukan kegiatan yang bersifat produktif, baik penananaman kebun alpukat dan kebun sayur mayur dan peternakan serta digunakan untuk aktivitas syiar Agama Islam dan pengajian.

“Oleh karenanya, saudara (PTPN VIII) tidak bisa bertindak sewenang-wenang terhadap benda hak milik klien kami dan lahan yang sudah dibeli dan dikelola oleh klien kami,” kata Azis pada Senin, 28 Desember 2020.

Namun, Azis mengaku pihaknya bersedia untuk duduk bersama atau berdialog secara musyawarah untuk mencari solusi atau jalan keluar atas permasalahan ini dengan pihak PTPN VIII dan instansi terkait lainnya.

Sebab, informasi yang diperoleh di lapangan bahwa sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) PTPN VIII telah dibatalkan dengan adanya putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewisjde).

“Untuk menghindari tumpang tindih kepemilkan atas lahan tersebut, dan memastikan apakah betul sertifikat HGU PTPN VIII yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung benar berada di area lahan yang dikuasai klien kami.

Untuk itu, diperlukan adanya klarifikasi secara resmi dari pihak BPN (Badan Pertanahan Nasional) terkait peta batas atas lahan HGU yang saat ini diklaim oleh PTPN VIII, yang berupa peta digital dari pihak BPN yang merupakan instansi yang berwenang atas hal tersebut sehingga bersifat objektif dan independen,” ujarnya.

Menurut dia, PTPN VIII sudah lebih dari 25 tahun menelantarkan dan tidak mengelola langsung lahan tersebut. Bahkan, sudah ada sembilan SHGU PTPN VIII yang dibatalkan oleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (tingkat Kasasi Mahkamah Agung).

Sehingga, didalam sistem hukum agraria, lahan-lahan tersebut adalah merupakan lahan bebas.

“Karena HGU hapus dengan sendirinya apabila lahan ditelantarkan oleh pihak penerima HGU, dan otomatis menjadi objek land reform, yaitu memang dialokasikan untuk kepentingan rakyat,” jelas dia.

Hal tersebut berdasarkan UUD Pokok Agraria Bab IV tentang Hak Guna Usaha Pasal 34 huruf e Hak guna usaha hapus karena diterlantarkan; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha,

Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Presiden Republik Indonesia, Bagian Kelima Kewajiban dan Hak Pemegang Hak Guna Usaha Pasal 12 (1) Pemegang Hak Guna Usaha berkewajiban untuk mengusahakan sendiri tanah Hak Guna Usaha dengan baik sesuai kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis;

dan menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada Negara sesudah Hak Guna Usaha tersebut hapus.

“Bahwa berdasar ketentuan tersebut, Pasal 34 huruf e dan PP No. 40 tahun 1996 Pasal 12 (1) huruf c, dengan mengingat fakta PTPN VIII sudah lebih 25 tahun menelantarkan lahan a quo, tidak mengelola sendiri lahan a quo, maka SHGU No. 299 tersebut, hapus demi hukum,” tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, Pesantren Alam Agrokultural Markas Syariah di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menjadi sorotan netizen saat ini. Kini beredar surat dari PT Perkebunan Nusantara VIII yang meminta pesantren itu dikosongkan.

Surat perihal somasi pertama dan terakhir tersebut berkop PTPN VIII dengan nomor SB/11/6131/XII/2020 tertanggal 18 Desember 2020, diunggah akun @FKadrun pagi ini, Rabu, 23 Desember 2020. PTPN VIII Kebun Gunung Mas ditegaskan menjadi pengelola area pesantren itu berada.

Dijelaskan surat itu, Pesantren Agrokultural yang diketahui jadi salah satu Markas Front Pembela Islam, pendiriannya pada 2013 tanpa mengantongi izin dan persetujuan dari PTPN VIII.

Artinya, pendiriannya memiliki status ilegal. Karena disebut termasuk tindak pidana penggelapan hal atas barang tidak bergerak dan larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya.

Hal itu salah satunya diatur dalam pasal 385 KUHP, Perpu No 51 Tahun 2960 dan pasal 480 KUHP. {VIVA}