Idris Laena: Amandemen Konstitusi Saat Pandemi Ibarat Mengail di Air Keruh

Sudah hampir dua tahun pandemi Covid 19 masuk ke Indonesia dan memporakporandakan nampir seluruh sektor kehidupan. Dari mulai kesehatan, ekonomi, bahkan hingga sosial.

Ketua Fraksi Golkar MPR Idris Laena mengatakan, di tengah pandemi saat ini, setidaknya ada tiga hal yang harus menjadi prioritas.

Pertama yakni soal kesehatan. Pandemi harus dikendalikan. Dengan berbagai upaya seperti protokol kesehatan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun.

“Sementara pemerintah menggencarkan testing, tracing, dan treatment (3T). Kemudian menerapkan berbagai kebijakan pembatasan seperti yang kini berlangsung yakni Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM),” kata Idris dalam keterangannya, Kamis (14/10).

Idris pun mengapresiasi upaya pemerintah yang telah berhasil melindungi masyarakat dengan menekan penularan Covid-19.

Kedua yakni pemulihan ekonomi nasional. Ini harus menjadi fokus berikutnya dan menjadi program utama. Sebab, perbaikan ekonomi adalah syarat utama kesejahtraan masyarakat terutama bagi ekonomi lemah.

“Ini yang penting, lindungi masyarakat lemah, pelaku UKM dan koperasi yang yang merasakan betul dampak Pandemi Covid-19,” tuturnya.

Pengusaha menengah dan besar, lanjutnya, juga tak kurang menderita. arena berbagai kewajiban tetap harus dipenuhi sementara kegiatan usaha terhenti akibat pandemi.

Berbagai stimulus dan bantuan yang diberikan pemerintah patut untuk dihargai. Namun untuk memulihkan ekonomi secara utuh dengan pertumbuhan ekonomi positif berkisar 5 hingga 6 persen tentu, membutuhkan waktu.

“Namun kita optimistis, jika persoalan ekonomi ini bisa diatasi, maka dengan sendirinya akan diikuti normalnya sektor yang lain, seperti pariwisata dan lainnya,” ungkapnya.

Yang ketiga adalah sektor pendidikan. Kata Idris, ini perlu perhatian serius. Karena sudah hampir dua tahun anak didik tidak mendapat pengajaran secara wajar. Ini jelas kan berdampak buruk bagi upaya mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Memang pembelajaran secara virtual tetap bisa dilaksanakan. Namun tidak maksimal karena berbagai kendala termasuk kendala akses internet,” sebutnya.

Dari tiga prioritas itu, sambung Idris, sebetulnya tergambar bahwa negara harus hadir yang berarti para pemangku kepentingan baik eksekutif, legislatif dan yudikatif harus terlibat di dalamnya. Karena ini merupakan cita-cita nangsa ini yang dituangkan pada alinea keempat pembukaan UUD NRI 1945.

Karena itu, tegas Idris, sangat disayangkan jika MPR sebagai lembaga negara yang nembuat dan mengawal konstitusi, justru sibuk mewacanakan amandemen UUD NRI 1945. Padahal sesungguhnya tidak mendesak.

Karenanya, dapat dipahami jika berdasarkan survey Lembaga Survey Indikator Politik Indonesia, bahwa mayoritas masyarakat menolak amandemen UUD NRI 1945.

“Upaya amandemen UUD NRI 1945 sebelum berakhirnya masa Jabatan MPR prriode 2019-2024 dan masih di dalam masa pandemi Covid-19 ini, seperti mengail di air keruh,” pungkasnya. {rm}