News  

Garuda Rugi Rp.754 Miliar Lebih Sebulan, Achsanul Qosasih: Akumulasi Kinerja Tak Efisien Sejak Dulu

Salah satu BUMN di bidang penerbangan, Garuda Indonesia, jadi sorotan, usai kabar terancam bangkrut mengemuka. Kini, seorang anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi, membongkar kerugian maskapai komersil tersebut.

Menurut dia, Garuda Indonesia saat ini, hanya mengoperasikan 36 dari 142 pesawat yang tersedia. Walaupun jumlah penumpang sudah meningkat, namun sisanya tetap harus terpaksa terparkir. Apa pasal?

Rupanya, lessor alias pihak yang menyewakan atau menyediakan jasa leasing, belum mengizinkan sisanya terbang lantaran kendala sewa. “Krn dr 142 pswt, mayoritas tak diijinkan Lessor utk terbang (sewa belum bayar).”

“Rata2 EBITDA s/d Sept minus USD 84 jt/bln. Saat Pemeriksaan 2019, Sewa pesawat yg boros tak sesuai FeetPlan,” kata Achsanul Qosasi, seperti Pikiran-rakyat.com kutip dari Twitter @AchsanulQosasi, Minggu, 31 Oktober 2021.

Dalam utas cuitannya, Minggu, Achsanul Qosasi lantas membeberkan kerugian dan utang Garuda Indonesia terkini, yang jika dikonversikan mencapai sekira Rp754.113.150.000 sebulan.

“GA akan sulit Beroperasi, dg revenue hanya berkisar USD 23,2juta, sdgkan Biaya USD 75 juta/bulan (Lease, Personel Cost dan Overhead). Artinya, Rugi ~USD 53 juta/bln,” ujar Achsanul Qosasi.

Ia seraya mengungkap ada penyakit yang sudah lama menjangkiti Garuda, sehingga berbuah masalah tak teratasi kala pandemi.

“Penyakit ini akumulasi dr kinerja yg tak effisien sjk dulu, shg tak mampu survive saat masalah tiba (Pandemi),” katanya lagi.

Total utang Garuda per 30 Sept 2021, kata dia, mencapai 4 miliar dolar AS, setara Rp70 triliunan, dengan total EBITDA Negatif 817 juta dolar.

Jumlah ini, ujar Achsanul Qosasi, disimpulkan sebelum PSAK 73 (terdiri atas penerapan prinsip penyajian, pengungkapan, pengukuran, dan pengakuan sewa, red.)

Total, terdapat 856 pemberi utang baik di dalam maupun luar negeri, dengan kepentingan berbeda. Sedangkan lagi, Garuda wajib mengakomodir kepentingan publik dan pemegang saham lainnya.

Pendapat pribadi Achsanul Qosasi, maka opsi penyelamatan Garuda, tidak bisa lepas dari peran pemerintah, setidaknya dalam beberapa hal.

Antara lain convertible bonds dijadikan modal, relaksasi pajak, restrukturisasi utang BUMN & Himbara, perbaikan struktur sewa pesawat, sampai pemberian rute yang bagus untuk Garuda.

“5. Garuda mengajukan PKPU (Penundaan Kwjbn Pembyrn Utang), BUKAN Pailit. Shg GA msh beroperasi. Jk PKPU ini disetujui Pengadilan, Garuda harus melakukan restrukturisasi dg mereformasi cara & system Kerja. PKPU butuh biaya dan komitmen Direksi & Pmgng Saham. GA hrs Sehat & Kuat.” katanya memungkas utas.

Dalam unggahan itu, ia menyatakan BPK tidak rutin memeriksa keuangan Garuda. BPK memang terakhir mengaudit 2017. Tetapi, pemeriksaan khusus pada 2019 lebih fokus terhadap dugaan rekayasa Laporan Keuangan (penerimaan fiktif) yang akhirnya dikoreksi oleh Garuda.

Penyakit lain diungkap dia, terkait pemborosan, saat seorang netizen di balik akun @FatihChabanto, mempertanyakan apakah ketika tak sesuai fleetplan itu termasuk penyimpangan? {PR}