Curi Start Kampanye, Bawaslu Minta Polisi Jerat Ketum PSI

Bawaslu Laporkan Ketua Umum PSI

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Abhan menyatakan kepolisian bisa turut menjerat Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie dalam dugaan kasus pelanggaran kampanye di luar jadwal.

Meski tak turut dilaporkan, namun Grace dinilai bertanggung jawab dalam kapasitasnya sebagai ketua umum.

Bawaslu saat ini baru melaporkan Sekretaris Jenderal DPP PSI Raja Juli Antoni dan Wakil Sekjen DPP PSI Chandra Wiguna ke Bareskrim Mabes Polri.

Keduanya diniali bertanggung jawab atas dugaan curi start kampanye PSI dengan memasang iklan di salah satu media cetak.

Karena itu, nantinya dalam polisi pengembangannya diharapkan bisa turut menjerat Grace yang tak dilaporkan Bawaslu karena selalu mangkir dari panggilan.

“Harapan kami, dalam penyidikan kepolisian melakukan pengembangan,” ucap Abhan di kantor Bawaslu, Jakarta, Kamis (17/5).

Abhan menjelaskan Grace tidak termasuk sebagai terlapor lantaran tidak pernah memenuhi panggilan Bawaslu. Grace selalu diwakili oleh Raja Juli dan Chandra.

Di sisi lain, kata Abhan, Bawaslu memiliki keterbatasan waktu dalam menangani dugaan pelanggaran. Abhan mengaku tidak ingin kasus dugaan pelanggaran ini menjadi kedaluwarsa hanya karena menunggu Grace memenuhi panggilan Bawaslu.

“Kalau kita menunggu, jadi kedaluwarsa. Maka kami serahkan ke kepolisian,” katanya.

Karena itu, sejauh ini Bawaslu hanya bisa melaporkan Raja Juli dan Chandra ke Bareskrim karena sudah terklarifikasi. Abhan berharap kepolisian dapat meminta keterangan Grace selaku Ketua Umum PSI dalam tahap penyidikan.

“Kalau kami menunggu bisa jadi kedaluwarsa. Saya kira kepolisian bisa memanggil paksa. Bawaslu kan tidak punya kewenangan itu,” ucap Abhan.

Sebelumnya, Bawaslu resmi melaporkan Sekjen PSI Raja Juli Antoni dan wasekjen PSI Chandra Wiguna ke Bareskrim Mabes Polri.

Dalam laporan itu, Bawaslu menyatakan kedua petinggi PSI tersebut melakukan pelanggaran pemilu, yakni mengampanyekan partainya di luar jadwal dalam iklan di media cetak.

Kedua petinggi PSI tersebut dijerat pasal 492 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam pasal 492 Disebutkan bahwa pihak yang melanggar kampanye di luar jadwal dapat dikenakan hukuman penjara maksimal 1 tahun dan denda Rp12 juta.

Laporan yang diajukan Abhan diterima Bareskrim dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/646/V/2018/BARESKRIM dan diperoleh Surat Tanda Terima Laporan Nomor:STTL/569/V/2018/BARESKRIM Tertanggal 17 Mei 2018.

Abhan mengatakan bahwa pengajuan laporan ke Bareskrim merupakan hasil keputusan sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang terdiri dari Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan Agung.

Selanjutnya, Bareskrim yang akan memproses lebih lanjut dugaan pelanggaran yang dilakukan dua petinggi PSI. “Selanjutnya, penyidik yang akan mengembangkan hingga proses persidangan di pengadilan,” kata Abhan.

Abhan mengatakan Bawaslu akan menjadi saksi di persidangan bilamana kepolisian sudah melimpahkan dugaan kasus PSI ke pengadilan. Menurut Abhan, mekanisme tersebut sudah diatur dalam peraturan Gakkumdu.

Dia berharap majelis hakim nanti juga memiliki pandangan yang sama dengan Bawaslu terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan dua petinggi PSI.

“Harapan kami majelis hakim juga berpandangan sama dengan kami,” ucap Abhan.