Harun Masiku; Kisahmu Mengalir Sampai Jauh, Akhirnya Ke Laut

Semoga publik Indonesia masih ingat nama satu ini, Harun Masiku. Namanya santer terdengar, menggantikan keberadaannya yang hilang ditelan bumi sejak kasus suap membelitnya pada OTT KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) 8 Januari 2020 silam.

Sejak saat itu hingga kini April 2022 atau sudah dua tahun kasus itu terbuka, Harun Masiku masih dianggap mengangkangi hukum Indonesia. Dia yang bukan siapa-siapa seakan menjadi lebih hebat dibanding M. Nazarudin yang ditangkap di Kolombia saat dalam pelariannya, atau lebih hebat dari buronan KPK lainnya Anggoro Widjojo yang ditangkap di China.

Kasus Harun Masiku seolah tersimpan rapat di dalam kotak pandora. Kotak itu tersegel kuncinya oleh banyak pihak sejak awal kasus ini bergulir. Kasus Harun Masiku disebut menyerempet petinggi PDIP sehingga sengaja dikubur, bisa jadi kasusnya atau mungkin orangnya.

Kasus ini bermula ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan terkait pemberian suap segelintir Kader PDIP pada Komisioner KPU Wahyu Setiawan pada Januari 2020.

Suap diberikan agar Wahyu Setiawan yang kala itu menjabat komisioner KPU RI bisa memudahkan langkah politikus PDIP Harun Masiku agar bisa melenggang ke Senayan sebagai anggota DPR jalur PAW. Padahal suara Harun Masiku merupakan yang terendah dibanding Caleg lainnya.

Dalam operasi senyap itu, Tim KPK menangkap delapan orang dan menetapkan empat sebagai tersangka. Para tersangka itu ialah Harun Masiku, eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, eks Anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina, dan kader PDIP Saeful Bahri.

Sayangnya, Harun Masiku yang sudah diintai tim KPK berhasil lolos. Menurut hasil pemberitaan Tempo pada 31 Juli 2021 yang berjudul Jadi Buron Internasional, Ini Perjalanan Harun Masiku, diberitakan bahwa ada indikasi sebagian pihak melindungi Harun Masiku.

Siapa yang Berkontribusi Menyamarkan Penyelidikan Sambil Menyembunyikan Harun Masiku?

Berdasarkan penelusuran Tempo pada berita yang sama, Kementerian Hukum dan HAM serta KPK sempat meyakini keberadaan Harun Masiku yang berada di Singapura sejak sehari sebelum operasi tangkap tangan digelar. Otoritas menyebut Harun belum kembali ke Indonesia.

Pernyataan ini sempat menjadi polemik di publik kala ditemukan sebuah foto dari CCTV bandara mengenai keberadaan Harun Masiku beberapa hari sebelum OTT KPK yang mengindikasikan Harun sudah berada di Indonesia ketika OTT KPK berlangsung.

Meskipun sudah disajikan fakta seperti ini Kemenkumham RI tetap bolak-balik membantah, sampai akhirnya Kementerian Hukum mengakui tersangka kasus suap ini sudah pulang ke Indonesia.

Imigrasi beralasan ada kesalahan sistem di bandara sehingga kepulangan Harun tak terlacak. Apakah ini sebuah kebetulan ataukah memang sengaja dilakukan oleh pihak-pihak tertentu? KPK lantas memasukkan Harun sebagai daftar buronan pada 29 Januari 2020.

Bukan hanya Kemenkumham yang dipimpin oleh Yasonna Laoly yang secara kebetulan juga merupakan Politisi PDIP. Ada keterlibatan orang besar lain yang mungkin mempengaruhi keberadaan Harun Masiku. Nama Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto juga sempat terseret.

Berdasar keterangan persidangan, pada 30 April 2020 di Pengadilan Tipikor, Jaksa Penuntut KPK menunjukkan bukti dari aplikasi Whatsapp mengenai percakapan antara tersangka Saeful Bahri dan Hasto Kristiyanto.

Percakapan itu mengenai laporan Saeful Bahri yang telah menerima uang pemulus dari Harun Masiku untuk keperluan menyuap komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan. Hasto membalas percakapan itu dengan kalimat, “Ok Sip.”

“Kemudian 23 Desember, melaporkan ‘izin lapor mas hari ini Pak Harun geser 850’ ini maksudnya apa?” tanya Jaksa kepada Saeful yang bersaksi dalam kasus suap Wahyu sebagai terdakwa, Kamis (30/4/2020) dikutip dari dari Kompas.com dengan judul berita Uang Suap Dari Harun Masiku Rupanya Sempat Dilaporkan ke Hasto.

Mengenai barang bukti tersebut, Hasto menyangkal dugaan jaksa. Ia mengatakan tidak tahu menahu tentang uang yang diterima anak buahnya dari Harun Masiku.

“Ketika ada WA dari saudara Terdakwa, saya hanya menjawab ‘Ok, Sip’. Artinya saya membaca, tapi saya tidak menaruh atensi terkait hal tersebut,” kilah Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP saat menjadi saksi persidangan Terdakwa Saeful Bahri.

Benarkah jawaban Hasto ini? Apakah mampu dipertanggungjawabkan? Lantas mengapa kalau Hasto mengetahui ia tidak memarahi Saeful Bahri? Hasto dikatakan tidak menaruh atensi pada pesan yang dikirimkan Saeful Bahri padanya, lalu kenapa harus dijawabnya?

Tentu itu bukanlah pertama kali WA mengenai uang tersebut dilakukan. Andai pun Saeful Bahri melapor dengan WA kepada Hasto Kristiyanto seharusnya mengkoordinasikan hal ini terlebih dahulu? Apa mungkin Saeful Bahri bergerak tanpa ada perintah? Kalau tidak ada perintah, kenapa pula harus melapor kepada Hasto?

Seberapa Kuat Harun Masiku di PDIP

Harun Masiku adalah kader seumur jagung di PDIP, ia pindah dari Partai Demokrat dan mencalonkan diri sebagai Caleg PDIP dari Dapil Sumatera Selatan 1. Suaranya tidak signifikan, ia kalah dari kompetitor satu partai, Nazarudin Kiemas.

Tidak lama setelah Pileg berlangsung, Nazarudin Kiemas meninggal dunia. Momentum ini dimanfaatkan oleh Harun Masiku untuk menyodok masuk sebagai PAW Nazarudin Kiemas. Padahal ada Riezky Aprilia, peraih suara terbanyak setelah Nazarudin. Karena itulah Harun Masiku menyuap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan agar namanya yang menjadi PAW.

Persoalan PAW ini bukan hanya menjadi kehendak Harun Masiku seorang. Usut punya usut, PDIP secara kepartaian juga mendukung nama Harun Masiku yang menjadi anggota DPR RI dibanding Riezky Aprilia.

Terkait persoalan ini PDIP merahasiakan pertimbangan partainya menyodorkan nama Harun Masiku sebagai anggota DPR RI Pergantian Antar Waktu (PAW) menggantikan caleg PDIP, Nazarudin Kiemas.

“Rahasia dapur itu. Nah, rahasia dapurnya bagaimana yang mengatur konteks ini Sekjen Partai,” ujar Ketua DPP PDIP, Ahmad Basarah berdasar pemberitaan Tempo pada 13 Januari 2020 dengan judul, PDIP Ajukan Harun Masiku, Basarah: Rahasia Dapur yang Atur Sekjen.

Begitu luar biasanya kasus ini sampai partai sekelas PDIP saja harus tunduk dari dua arah kepada Harun Masiku. Pertama saat pengajuan nama PAW, kedua pada saat kasus terungkap dan PDIP seolah lempar batu sembunyi tangan.

Saat sudah menjadi tersangka dan menghilang dari bumi, Hasto bahkan sempat membela Harun Masiku dengan mengatakan PDIP memilih Harun karena caleg dari dapil Sumatera Selatan ini adalah kader terbaik dan punya latar belakang yang juga baik.

Salah satu contohnya, menurut Hasto, Harun menerima beasiswa dari ratu Inggris dan memiliki kompetensi dalam international economics law.

“Kami juga memberikan keterangan karena yang bersangkutan punya latar belakang yang baik, sedikit dari orang Indonesia yang menerima beasiswa dari ratu Inggris,” katanya.

Dari pernyataan dua petinggi PDIP itu sangat terindikasi jelas bahwa keberadaan Harun Masiku amatlah penting bagi keberlangsungan politik PDIP. Entah keberlangsungan seperti apa, karena itu masih menjadi rahasia dapur PDIP.

Barangkali jika sudah tertangkap dalam kondisi hidup, Harun Masiku dapat membuka tabir lebih luas lagi mengenai rahasia dapur yang ada dalam genggaman Hasto Kristiyanto.

Yang pasti, selama Harun Masiku belum tertangkap, rahasia dapur PDIP akan tetap terjaga dengan baik. Hasto Kristiyanto pun masih bisa tidur dengan nyenyak sampai saat itu tiba.

Semoga Harun Masiku masih hidup dan dapat mempertanggungjawabkan segala perbuatannya, termasuk menyeret leher orang-orang yang mengkomporinya untuk melakukan tindak pidana penyuapan.