Mengenal Sosok Meutya Hafid, Anggota DPR RI Fraksi Golkar Asal Sumatera Utara

Mengawali karir sebagai seorang jurnalis, Meutya Hafid kini dikenal sebagai salah satu politisi perempuan terbaik di Indonesia. Kecerdasan dan kemampuan dasar dalam melakukan tugas jurnalisme membuat Meutya Hafid tidak terlalu sulit menjalani karir sebagai seorang politisi.

Awal ketertarikannya pada dunia jurnalisme pun terbilang tidak biasa. Perempuan yang lahir di Bandung, Jawa Barat, 3 Mèi 1978 ini mengaku pada awalnya, jurnalistik bukanlah tujuan hidupnya, bukan keinginannya. Namun, panggilan hati melihat kondisi negara yang kacau balau di tahun saat terjadi reformasi 1998 membuatnya ingin berbuat sesuatu untuk negara.

“Saya syok melihat Indonesia collapse. Saya gemas dan pengin melakukan sesuatu untuk Indonesia. Teman-teman mahasiswa saya di Jakarta bisa ikut demo. Saya ikut apa, ya?” akunya.

Meutya yang masih terbayang kejadian 1998 pun tergerak menjadi wartawan dan melamar ke Metro TV yang sedang buka lowongan besar-besaran. Apalagi setelah reformasi, keberadaan media informasi semakin terbuka lebar. Mulailah Meutya Hafid memulai petualangannya. Ia menikmati dunia yang dijalaninya, terlebih ketika meliput konflik sosial. Ada tantangan tersendiri bagi Meutya Hafid untuk bisa memberikan informasi kepada publik.

18 Februari 2005 menjadi titik balik dari kehidupan seorang Meutya Hafid. Ia mengalami penyanderaan di Irak saat sedang bertugas menjadi reporter di daerah yang sedang berperang tersebut. Beruntung negara sigap bersikap dan Meutya bersama seorang rekannya, juru kamera Budiyanto berhasil diselamatkan tanpa kurang satu apapun.

Meski tidak mengenakkan, peristiwa itu menjadi titik balik dari seorang Meutya Hafid. Setelah pemerintah Indonesia berhasil menyelamatkan dirinya dan seorang juru kamera Budiyanto.

Sebagai seorang jurnalistik, karir seorang Meutya Hafid terbilang mentereng. Ia pernah diganjar berbagai prestasi kategori jurnalistik atas dedikasi dan loyalitasnya pada tugas-tugas jurnalistik.

Pada tahun 2007, Meutya Hafid mendapatkan penghargaan Elizabeth O’Neill. Penghargaan ini dianugerahkan setiap tahun dalam rangka mengenang mantan Atase Pers Kedutaan Australia Elizabeth O’Neill, yang palastra dalam tugasnya pada 7 Maret 2007. Ia meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat di Yogyakarta.

Penghargaan diberikan kepada satu orang jurnalis Australia dan satu orang jurnalis Indonésia, diserahkan langsung olèh Duta Besar Australia untuk Indonésia Bill Farmer.

Pada 19 Fèbruari 2008, Meutya meraih penghargaan alumni Australia 2008 untuk kategori Jurnalisme dan Media, bersamaan dengan pemilik grup Lippo Dr. James Tjahaja Riady (alumni University of Melbourne) yang menerima penghargaan serupa untuk kategori kewiraswastaan.

Meutya sempat mengenyam pendidikan tinggi di University of New South Wales, sebelum kemudian mengabdikan diri sebagai jurnalis Metro TV.

Pada 9 Fèbruari 2012, Meutya menjadi satu di antara lima Tokoh Pers Inspiratif Indonésia versi Mizan, karena dianggap sebagai tokoh besar di balik perkembangan pers nasional.

Hal yang membanggakan adalah, Meutya Hafid menjadi satu-satunya perempuan yang duduk di antara tokoh pers inspiratif tersebut, dan juga yang termuda meraih penghargaan tersebut. Dia terpilih bersama Tirto Adhi Soerjo. Tirto Adhi Soerjo, merupakan perintis pertama ariwarta di Indonésia melalui “Medan Prijaji” pada 1 Januari 1907 di Bandung.

Setelah malang melintang di dunia jurnalistik, Meutya Hafid kemudian banting setir menjadi seorang politisi. Partai Golkar menjadi pelabuhan hatinya. Sedikit alasan subjektif mempengaruhi Meutya Hafid mengapa ia memilih Partai Golkar. Keberadaan Surya Paloh, bosnya di Metor TV menjadi salah satu alasan.

Tetapi ketika Surya Paloh membuat Partai Nasdem pada tahun 2011, Meutya Hafid menunjukkan bahwa loyalitas dan dedikasinya tiada yang menandingi. Ia tetap setia pada Partai Golkar. Pada 11 Agustus 2011, Meutya Hafid menyatakan di akun Twitternya dengan tegas mengatakan, “Sangatlah tak mungkin jika saya menjadi anggota parpol lain.”

Karir Meutya Hafid di dunia politik pun terbilang sukses. Pada tahun 2010, ia dilantik menjadi Anggota DPR melalui pergantian antar waktu dari Partai Golkar menggantikan Burhanudin Napitupulu yang meninggal dunia. Sejak saat itu, Meutya Hafid berarti sudah tiga periode berada di Senayan, yakni pada periode 2010-2014, 2014-2019, dan 2019-2024.

Selama tiga periode menjadi legislator Partai Golkar di Senayan, berbagai jabatan di komisi pernah ia cicipi. Mulai dari Komisi XI DPR dengan ruang lingkup tugas di bidang keuangan dan perbankan sampai saat ini ia menjadi Ketua Komisi 1 DPR.

Saat berada di Komisi XI DPR, Meutya Hafid pernah mengkritisi proses IPO (Initial Public Offering) PT Krakatu Steel karena dianggap membingungkan, ia menganggap ada berbagai hal yang ditutupi dari proses IPO BUMN penghasil besi dan baja tersebut.

Alasan Meutya Hafid mengkritik prosis IPO Krakatau Steel disebabkan oleh adanya indkasi insider trading (atas beberapa awak media yang dicurigai mendapat info rahasia dari Krakatau Steel sebelum IPO dilakukan) yang melibatkan dua media terbesar di Indonesia, Meutya Hafid mengkritisi hal tersebut karena dirinya juga punya latar belakang jurnalis.

Meutya Hafid juga termasuk anggota DPR yang sejak awal mempertanyakan kurang profesionalnya jajaran manajemen Merpati (PT Merpati Nusantara Airlines) yang terbelit berbagai hutang dan problem pengadaan pesawat. Termasuk saat jajaran direksi Merpati rapat dengan komisi XI (2010). Hingga kini, tidak jelas nasib Merpati pasca tutup operasional.

Di komisi I DPR, Meutya Hafid jauh lebih aktif menyikapi berbagai gugus kerja Komisi I, ia merasa ada di dunianya sendiri. Komisi 1 DPR merupakan komisi dengan ruang lingkup kerja bidang Pertahanan. Luar Negeri. Komunikasi dan Informatika.

Dirinya aktif mengawal RUU Veteran sehingga RUU ini telah menjadi UU (12 Oktober 2002), termasuk RUU yang cepat dibahas dan menjadi UU. Meutya juga aktif mempersoalkan penyadapan Australia terhadap Indonesia yang sempat menjadi pro kontra di publik saat masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Meutya juga aktif menghadiri rapat Komisi I DPR dengan Komisi Penyiaran Indonesia, utamanya saat proses pemilihan komisioner KPI 2013-2016.

Saat pertemuan tahunan Parlemen ASEAN (April 2012), Meutya Hafid mengkritisi delegasi parlemen Malaysia yang tidak kunjung meratifikasi berbagai konvensi internasional yang memberikan kewajiban negara ratifikatornya untuk lebih peduli terhadap nasib buruh migran, dan mendesak parlemen Malaysia untuk lebih aktif menekan pemerintah Malaysia agar memperlakukan TKI yang bekerja di Malaysia dengan lebih manusiawi.

Kini menjalani periode jabatan 2019-2024, ia diamanahi jabatan dari Fraksi Golkar DPR sebagai Ketua Komisi 1 DPR. Berbagai tugas besar menantinya, salah satunya RUU PDP (Perlindungan Data Pribadi) sebagai pengejawantahan kehadiran negara di era globalisasi pada individu masyarakat Indonesia. Meutya Hafid memperjuangkan RUU ini agar cepat disahkan karena didasarkan pada kebutuhan dan urgensinya.

Selain RUU PDP, Meutya Hafid juga merupakan salah satu sosok yang berada di belakang digitalisasi penyiaran. Konsep digitalisasi penyiaran nasional bagi Meutya Hafid penting dilakukan dalam upaya mewujudkan penyiaran nasional yang berkualitas melalui Analog Switch Off (ASO).

Program ASO yang dicanangkan oleh pemerintah tidak saja sebagai tuntutan perkembangan global, tetapi juga dianggap memberikan banyak manfaat kepada masyarakat Indonesia.

Dalam 5 tahun berada di DPR, Meutya tidak mengalami konflik internal dengan jajaran pimpinan fraksi Golkar karena Meutya selalu mematuhi instruksi fraksi/partai. Ia sosok legislator yang profesional dalam bekerja. Dedikasi, loyalitas dan profesionalitas, itulah tiga kata yang bisa menggambarkan seorang Meutya Hafid. {golkarpedia}