Inflasi Naik dan Tensi Geopolitik Tinggi, Sri Mulyani: Ekonomi Diselimuti Awan Gelap & Makin Rumit

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, saat ini ekonomi negara di belahan dunia diselimuti awan gelap dan menghadapi tantangan yang semakin berat.

Sri Mulyani menjelaskan, beberapa negara menunjukan tanda perlambatan kinerja ekonomi yang terlihat dari realisasi pertumbuhan ekonomi dan aktivitas manufaktur.

“Perlambatan ini disebabkan berbagai tantangan global seperti restriksi Covid-19 yang ketat di China, tensi geopolitik, disrupsi supply chain, dan kenaikan inflasi,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita edisi Mei 2022, Senin (23/5/2022).

“Muncul awan gelap karena inflasi tinggi dan statement policy dari negara-negara maju terutama bank sentralnya.

Di mana Bank Sentral AS dan negara maju lainnya tak segan menaikan tingkat suku bunga acuan,” kata Sri Mulyani melanjutkan.

Kenaikan inflasi akibat kenaikan harga komoditas dan peningkatan tensi geopolitik, kata Sri Mulyani berdampak pada pengetatan kebijakan moneter yang dapat berpengaruh pada perlambatan pertumbuhan ekonomi global.

Dampak rambatan dari meningkatnya risiko global, kata Sri Mulyani perlu diwaspadai, karena tekanan inflasi domestik juga mulai mengalami peningkatan, meskipun masih terbatas.

“Tantangan ekonomi bergeser dan makin rumit. Dahulu didominasi karena pandemi, dan sekarang adalah kenaikan harga, pengetatan moneter negara maju yang menyebabkan suku bunga naik, dan perlambatan ekonomi. Ini risiko yang harus kita waspadai,” ujarnya.

Sri Mulyani menjelaskan, fokus pemerintah tahun ini adalah menjaga pemulihan ekonomi tetap tumbuh dan daya beli masyarakat terjaga.

APBN berfungsi optimal sebagai shock absorber seiring kinerja penerimaan yang baik, untuk tetap menjaga daya beli masyarakat dengan berbagai program perlindungan sosial dan berkelanjutan pemulihan di tengah pemulihan kenaikan harga komoditas, khususnya energi dan pangan.

APBN juga harus dijaga agar sehat dan dan tetap berkesinambungan.

“Karena APBN yang bisa terkena dampak negatif risiko dari risiko inflasi tinggi, pengetatan likuiditas, suku bunga tinggi dan perlambatan ekonomi global.

Agar APBN bisa terjaga baik untuk mendukung pemulihan dan menjaga daya beli masyarakat,” jelas Sri Mulyani.(Sumber)